Puisi Maulidan Rahman Siregar

Membaca

kau membaca pabji setiap matamu terbuka
memasak banyak cacing, membunuh monster,
dan berdiskusi dengan banyak zombie dan kentang
kau merasakan bahwa kau hidup sendiri
dan hidupmu keras sekali
kau menyebut nama Tuhan dan setan
setiap waktumu habis

kau punya banyak waktu?

2020

Baca Juga:

Hujan Bulan Juni

buat: Sapardi

Maspardi, aku ingin menulis hujan bulan april dan hujan bulan februari ketika ibuku hampir jatuh di wc, dan aku dalam perutnya, tapi bahasa indonesia yang baik dan benar mengajarkan aku bahwa yang keren dan benar hanya hujan bulan juni, hujanmu yang membanjiri seluruh buku teks bahasa indonesia yang menjadikan puisi sebagai salah satu kajiannya

Maspardi, melalui seorang teman aku tau bahwa kau sekarang sedang sakit dan rupanya kau masih sempat menulis sebuah twit

Aku bertempur dengan saya dalam satu paragraf di mana aku adalah saya, saya meminta untuk dan kepada aku agar berhenti saja menulis puisi dan hujan, karena ketika hujan lebat, tangis tidak pernah kelihatan

Tak tau kah engkau bahwa aku sangat-sangat susah menangis?

Dalam hujan bulan april, misalnya, aku sempat-sempatnya bertanya kepada saya, mengapa sebuah kota, namanya harus ditulis dengan awalan huruf besar? ia menyerupai tuhan apa bagaimana, atau ini sebenarnya hanya kerja iseng belaka?

Dalam hujan bulan februari, sebelumnya kau sudah kujelaskan di atas, ibuku hampir jatuh di wc, tapi aku lahir juga

Orang-orang berderai di luar, melempar banyak doa di mana-mana, agar yang namanya celaka bisa lari dari sana, tapi aku masih di rumah, dan hujan belum juga jatuh satu-satu

Aku perlu kasih tau kamu kalau aku dan saya ngapain aja di rumah? hm

Juni, 2020

Selamat Tidur, Batu-batu

selamat tidur, batu-batu
seluruh manusia sudah tak
di bumi, kau masih saja iseng
jadi batu?
lelaplah, batu-batu
pulanglah, kau pasti tau arah
pulang.
ke sana
ke tempat seluruh manusia
tak lagi ada
ke sana
ke dalam sajak payah ini

2020

Di Kaki Laut

di kaki laut, doa-doa terserak
di sekitarnya
dua orang bocah di bawah langit senja
saling menggigit gigi mereka
seperti apa kedalaman cium
sedalam apa laut di depan
hening belaka apa saja!
memanggil, burung memanggil
dan berlari menuju pulang
dan sependek cerita horor
mampir di celanamu
bayangkan, tiga pelacur
sedang senyum, sambil menggigit
buah kelapa muda, di bibir bapak muda
lalu seekor kuda menyapu senja
dehem, atau kikuk kah itu?
langit senja, diam belaka
di jalan, seorang ibu ditabrak motor
di jalan, suara dari masjid yang jauh
menyanyikan kematian,
“ibu kita, almarhumah
mati ketabrak motor,
ketika menyuruh burungnya
kembali ke kandang”
Tuhan entah di mana ketika itu
mungkin sedang piknik
mungkin sedang di atas kuburan
hmm, apakah serius
kau bertanya pada kemungkinan?

Padangpariaman, 08 Juni 2020 ; 07:22

Seorang Tolol

seorang tolol menulis puisi
dengan menulis namanya
sebagai tokoh aku yang
tahu segalanya
orang-orang sebagian bilang,
“asu, ini kok puisi?”,  dan gempa bumi
terjadi di dalam puisi ini.
tokoh aku ingin cepat-cepat menyelesaikan
puisinya, dan cepat cepat ia selesaikan, tapi sebelum puisi ini selesai ditulis, tokoh aku meninggal dunia, begini isi puisinya;

ia taruh pantat di muka
ia tanya kenapa paruh
ada di burung belaka
sebab ia rasa, ia punya burung
juga, dan alangkah lucu
yang tergigit hanya
sedikit rasa malu yang ia punya
tokoh aku dikebumikan ke dalam kata,
ngentot, anjing, bangkai, babi, fakboi, asu, kimak, susu, sialan, kontol, meki, dan teriakan takbir di ujung demonstrasi dengan tujuan meminta nasi kotak belaka
tokoh aku didoakan jauh dari neraka, tetapi, doa itu percuma, tokoh aku sudah meninggalkan dunia.
sobat-sobat literasi yang tolol sangat menyayangkan, kenapa tokoh aku dikirimkan Tuhan ke dalam sastra Indonesia yang bikin kaya sebagian sastrawan ini, dan kenapa sastrawan serius, sastrawan yang naik haji pakai buku puisi, diam belaka, ketika seorang tolol lolos kurasi media nasional, dan mulai sering menulis puisi di banyak beranda.

tapi seorang tolol adalah seorang tolol dan maaf, ya, mohon maaf sekali
ia bisa saja ada, dalam diri siapa saja yang menyelesaikan puisi
ini, hingga baris ini.

Padangpariaman, 10 Juni 2020, 11.56

Bocilku Tersayang

bocilku tersayang
kau kapan pulang?
tidakkah rindu,
tidakkah waktu
mengepungmu?

bocilku tersayang
sejuta gambar hati
telah kukirim
bibir unyu, uwu uwu
telah kupilin, kukulum,
kumuntahkan ke banyak
aplikasi
sepersekian detik
semua berbalik,
ke arahku
apalagi yang buatmu
tak urung mengeja tualang

bocilku tersayang
kiamat sebentar lagi datang
si kafir dan nabi-nabi, saling
mengeram siasat
sampai kapan, aduh, kau
sembunyi di kotak elektrik,
memberi tawar pada tiap gelitik
memperkeruh waktu
aduh, aku takut, kau tiada akan selamat
aduh, tetapi tidak, dirimu adalah dirimu
sebadan-badan kau yang punya
mau, kau yang punya badan!
sudahlah, etapi,
pulang ya, kukangen. muach (300x)

2020

Lebaran

baju baru yang kau beli

kau cuci juga

bocil yang kau beri

sulit uang juga nanti

pulang paling sungguhan

adalah pulang ke dalam diri

mudik berkali-kali!

semoga kau ketemu

dirimu sendiri

setiap hari

dan selalu berdoa

agar fitri tak keberatan

dicari

Padang, 23 Mei 2020

Seorang Tampan Menulis Sajak Cinta

sebagai tokoh aku yang tahu segalanya,

seorang tampan menulis sajak cnta

dengan tak tahu malu, di sini ia menyebutkan,

baca pelan-pelan ya:

“seluruh sajak cinta membunuh semua

penyairnya, dan baca pelan-pelan, ya:

sebagai tokoh aku, aku boleh berpendapat

bahwa, puncak dari cinta adalah menemukan

dirimu sendiri”

merenung tapi tidak murung

ketawa tapi tidak bunyi

19/06/2020

Upaya Serius Menulis Puisi Cinta

ditikam waktu, doa-doa

setidaknya kita, pernah mencoba

kita jauhkan kata mengapa

dari tanda tanya

pelukan, ciuman, tangisan

bibirmu adalah kepunyaanku

apa yang kau cinta

aku punya jawabnya

19/06/2020

Menulis Puisi di Whatsapp

“Sayang, aku hamil”

Hah? Yang kukirim padamu hanya kata-kata, kita belum pernah berenang bersama, ketika kau mandi, aku masih pakai baju, aku memang ada ketika kau sarapan, tetapi aku di sampingmu –ketika aku tak di sampingmu—sebagai waktu, bergerak hanya karena bergerak, tidak menyentuh tidak memeluk, aku di dalam ada dan tidak ada. Ingin mengetuk, tetapi tidak. Kuasa waktu, aku bertemu kamu, tapi tidak bertemu. Sebuah pintu. Siapa yang memercikkan darah di bawahnya? Apakah seseorang sedang menangis? Yang kupunya hanya kata-kata, cintaku

“Tenang, sayang. Aku hamil kata-kata. Selain kamu, tiada ‘ku rindu”

20/06/2020

BIODATA PENULIS

            Maulidan Rahman Siregar, lahir di Padang, 03 Februari 1991. Menulis puisi, cerita pendek, dan artikel musik. Buku puisinya yang telah terbit, Tuhan Tidak Tidur Atas Doa Hamba-Nya (2018), dan Menyembah Lampu Jalan (2019). Buku cerita pendeknya yang akan segera terbit Pacar Temanku di Kepalaku (2020).

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *