Sajak-Sajak Sapardi Djoko Damono

sapardi-djoko-damono3
Pada Suatu Pagi Hari
 
Maka pada suatu pagi hari ia ingin sekali menangis sambil
Berjalan tunduk sepanjang lorong itu. Ia ingin pagi itu hujan turun
Rintik-rintik dan lorong sepi agar ia bisa berjalan sendiri saja sambil
Menangis dan tak ada orang bertanya kenapa.
Ia tidak ingin menjerit-jerit berteriak-teriak mengamuk
Memecahkan cermin membakar tempat tidur. Ia hanya ingin
Menangis lirih saja sambil berjalan sendiri dalam hujan rintik-rintik di
Lorong sepi pada suatu pagi.
Pada Suatu Hari Nanti
 
pada suatu hari nanti
jasadku takakan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri
pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetapa kusiasati
pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau takkan letih-letihnya kucari
Di Restoran
 
Kita berdua saja, duduk. Aku memesan
Ilalang panjang dan bunga rumput –
Kau entah memesan apa. Aku memesan
Batu di tengah sungai terjal yang deras –
Kau entah memesan apa. Tapi kita berdua
Saja, duduk. Aku memesan rasa sakit
Yang tak putus dan nyaring lengkingnya,
Memesan rasa lapar yang asing itu.
Dalam Sakit
 
waktu lonceng berbunyi
percakapan merendah, kita kembali menanti-nanti
kau berbisik: siapa lagi akan tiba
siapa lagi menjemputmu berangkat berduka
di ruangan ini kita gaib dalam gema. Di luar malam hari
mengendap, kekal dalam rahasia
kita pun setia memulai percakapan kembali
seakan abadi, menanti-nanti lonceng berbunyi
Dalam Diriku
 
dalam diriku mengalir sungai panjang,
darah namanya;
dalam diriku menggenang telaga darah,
sukma namanya;
dalam diriku meriak gelombang sukma.
hidup namanya!
dan karena hidup itu indah,
aku menangis sepuas-puasnya
Akulah Si Telaga
 
akulah si telaga: berlayarlah di atasnya
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil
yang menggerakkan bunga-bunga padma
berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya,
sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja perahumu
biar aku yang menjaganya
Aku Ingin
 
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *