Kali ini, Puisi Sevenasya lahir untuk teman-teman semua. Kebimbangan, pertanyaan demi pertanyaan hadir di benak Sevenasya. Buat kawan-kawan yang ingin mengirimkan puisi ke Catatan Pringadi, silakan simak syarat dan ketentuannya di sini.
Baca Dulu: Puisi Abdika Ardhana
Dalam Bimbang
Tidak selalu sesuatu berjalan sesuai keinginanmu
Tapi, itu akan tetap berlanjut
Meski kamu tidak menyukainya
Jika kamu tidak mengikutinya
Ia akan meninggalkanmu bersama kesepian dan kesedihan
Penyesalan yang ada dalam hatimu akan menumpuk
Menjadi gunung batu yang tak hancur
Meski diterpa angin atau diguncang tanah
Tapi, jika kamu mengikutinya
Kamu harus selalu siap pada apapun yang terjadi nantinya
Setiap pilihan meninggalkan tanda tanya
Maka, dibutuhkan keberanian untuk mengambilnya
Di mana keberanianmu berada
Hanya kamu yang paling bisa merasakannya
Duka Paling Dalam
Kita yang tak lagi tinggal di bawah langit yang sama
Mengundang airmata semesta
Katanya, ia turut berduka
Rasa patah yang aku rasakan menyentuh seluruh perasaan
Semesta tersedu-sedu merintih kesakitan
Andai duka ini bisa berkurang dengan terbagi-bagi
Maka, tentu aku takkan sesakit ini
Semakin dalam sesak itu,
Semakin kuat tangisanku
Jika seluruh deritaku bisa dirasakan oleh seluruh makhluk yang ada
Mengapa gelisah ini masih sama kerasnya?
Begitu pedihkah apa yang tengah kurasa
Hingga tak bisa reda walau setengah saja?
Inilah duka pada cinta yang tak lagi bisa kutatap matanya
Inilah duka pada cium yang tak lagi bisa kurasakan manisnya
Inilah duka pada dekap yang takkan lagi berbalas hangat
Inilah mimpi paling buruk dari seluruh mimpi buruk yang menjadi nyata
Inilah ketakutan terbesar menjalani hidup yang panjang di dunia
Saat cinta yang kau jaga begitu kuat harus rela kau lepaskan tanpa perlawanan
Rasa Cemas
Pernahkah kau merasa seperti melakukan hal yang sia-sia
Seolah kau sudah melakukan sesuatu yang benar
Untuk menebus semua kesalahan yang pernah kau lakukan
Tapi, kini kau takut bahwa usahamu akan bernasib sama
Kau akan kehilangan lagi seperti hari itu
Pernahkah kau merasa sangat sesak karena berpikir
Sesuatu yang paling menakutkan di masa lalumu
Akan terjadi untuk kedua kalinya dan kali ini
Kau tidak ingin itu terjadi
Tapi, kau tidak tahu cara membuatnya menjadi mustahil
Pernahkah kau merasa tidak berguna
Saat kau ingin mencoba memperbaikinya
Tapi, kamu merasa akan membuat goresan yang sama
Pada kanvas yang sama
Kau merasa muak pada dirimu sendiri
Karena tidak tahu caranya mengubah ketakutan itu
Menjadi lukisan baru seperti yang kamu mau
Baca Juga: Puisi Alvian Rivaldi Sutisna
Tuan Tak Berperasaan
Kau mimpi kecil namun dibuat seolah tak mungkin terjadi
Kau pelangi yang di tanganmu juga hujanku turun dengan derasnya
Kau langit yang tega mencampakkan mentari
Kau akar yang menenggelamkan sang pohon
Kau membuatku tak berdaya untuk mengupayakannya
Kau menarik kakiku saat berlari bersamamu
Kau membuatku melampaui batas dan tersesat
Kau pegang kemudi bahagia ku dan kau juga yang memutar arah
Di tanganmu seluruh hidupku bekerja
Aku lelah menjadi peri yang gagal menghilang
Aku lelah menjadi senja yang gagal terbenam
Aku lelah menjadi ikan yang tak bisa menyelam
Aku ingin terbang dengan sayapku sendiri
Menyusuri langit, namun bukan kamu
Langit yang bernama kamu
Sudah lama runtuh dari semestaku
Kau hanya si tuan tak berperasaan
Kau khayalan yang ingin ku matikan
Ratu Terkutuk
Mungkinkah aku sedang dikutuk?
Aku berjalan menjauh darimu berkali-kali
Tapi, kemudian tersesat lagi
Setiap keluar dari istana yang dimantrai sakit hati ini
Aku selalu berputar-putar dalam hutan penuh kabut
Tak ada jalan keluar
Apa aku sudah terkena sihirmu?
Kau membuatku percaya diri melangkah ke dalam istana penuh pohon berduri
Kubiarkan kaki ini berjalan di atas kepingan beling
Meski hampir robek seluruh kulitku
Meski hampir tak lagi bisa menggerakkan kakiku
Aku berjalan terus tanpa peduli itu
Apa yang kau lakukan hingga ku tak bisa meninggalkan?
Meski kutahu di sana aku kesakitan
Walaupun aku sadar bahwa aku tak bisa hidup dengan tenang
Aku tetap tak bisa mundur dan melarikan diri
Rantai ini mengelilingi pergelangan kaki
Mengikat kuat pada dua sisi dinding berduri
Mawar indah itu menyimpan racun yang membunuh
Namun, aku sudah siap menyerahkan diriku
Meski akan mati di istana kutukan ini
Meski akan mati oleh racun dari bunga seindah ini
Bahkan jika aku mati di atas kepingan kaca ini
Selama kamu adalah raja itu
Selama kamulah pemilik istana itu
Selama kamu yang menciptakan semua jebakan mematikan itu
Aku pulang lagi dengan sukarela
Aku akan mati dengan rasa cinta
Profil Penulis
Sevenasya lahir di Jakarta pada 4 Maret 1997. Kini berdomisili di kota Yogyakarta sejak tahun 2002. Anak kedua dari dua bersaudara. Berzodiak Pisces, dikenal sebagai orang yang puitis. Menulis menjadi cita-citanya karena dengan menulis, Sevenasya bisa lepas dari penderitaannya.
Twitter: @sevenasya7
No. Hp: 0858-7930-5934