Saat menuju Curug Cibentang, aku pun teringat perjalanan ke pemandian air panas Tirta Sanita sekitar 2 tahun lalu. Saat itu, Gianna masih bayi banget. Kami berangkat dari rumah sekitar jam 8 pagi. Sudah agak kesiangan.
Perjalanan kami nikmati betul. Lewat jalan-jalan perumahan melewati Parung hingga ke Ciseeng. Jaraknya ya sekitar 14 kilometer.
Karena hari Minggu, jalanan begitu ramai. Sesampainya di Tirta Sanita pun, sudah begitu ramai. Ternyata di sana seperti dibagi menjadi dua tempat. Pertama, pemandian air panas. Kedua, taman bermain.
Kami masuk ke pemandian air panasnya terlebih dahulu, berharap bisa berendam air panas di sana. Kami menaiki bukit kapur berketinggian sekitar 200 meter dan matahari sudah mulai terik menyengat kepala.
Tampaknya kami salah memilih waktu. Padat sekali sehingga rasanya kolam rendam yang tidak begitu besar itu tidak layak buat diberendami. Apalagi di hadapannya, banyak sekali sampah dibuang sembarangan. Kesannya jorok. Beda dengan foto orang-orang yang bisa berpose sendirian menikmati pemandangan yang tersaji di depannya.
Zane memutuskan tidak ikut berendam dan melarang kami berendam. Kami pun hanya mencelup-celupkan kaki dan tangan, berfoto curi-curi supaya dapat gambar yang mendingan.
Sebenarnya aku ingin mencari lokasi kolam-kolam kecil air panas yang seperti jacuzzi. Tapi karena ramai begitu, aku tidak semangat untuk mengeksplorasi tempat itu. Kami pun memutuskan turun dan memilih ke taman bermainnya saja. Menuruti hasrat Hanna yang sudah pengen naik semacam odong-odong.
Di taman bermain, Hanna bermain cukup puas. Ada bombomcar. Ada main odong-odong helikopter. Sebenarnya banyak aneka permainan. Kolam renang juga ada. Hanya saja, kami tak begitu suka bermain di kerumunan di tempat berbagai kuman dan virus bisa bercampur. Terlihat kotor.
Sementara Gianna mulai menangis, minta nenen. Zane pun mencari tempat untuk menyusui.
Sedangkan kami tertarik pada satu batu kapur besar. Berfoto di sana. Menaikinya. Dan Hanna ketakutan ketika ada bagian batu yang seperti gigi-gigi tajam. Menangis ia di situ.
Ia menangis dan meminta kembali bertemu dengan Umi. Akhirnya Umi pun datang dan setelah itu kami bersantai sejenak di taman, melihat Hanna asik mencari bunga-bunga.
Perjalanan kembali ke rumah di siang bolong berikutnya membuat kami bagai ikan kering. Huff.
Lain kali kalau ke sini baiknya jauh lebih pagi dan bukan hari libur. Supaya bisa menikmati keeksklusifan pemandian air panasnya plus puas bermain tanpa keramaian.