Nagari Talang Babungo menyimpan banyak potensi keindahan alam. Terletak kurang-lebih 12 km dari Alahan Panjang, Talang Babungo punya bentangan alam yang dikelilingi perbukitan. Nuansa alam yang hijau, sungai yang mengalir deras, dan persawahan yang kerap memberikan gradasi warna yang berbeda, antara hijau hingga kekuningan menjelang panen, memanjakan lensa mata dan kamera. Talang Babungo juga memiliki pesona air terjun yang belum dieksplorasi. Termasuk Pincuran Puti, yang sebenarnya belum bisa diklasifikasikan sebagai air terjun, tetapi pancuran air. Perjalanan kami di Kayu Jangguik (nama dusun di Talang Babungo) pada liburan lalu berusaha mencari keindahan yang tersembunyi itu.
Nama “Pincuran Puti” sendiri banyak ditemukan di berbagai wilayah di Sumatra Barat. Pincuran Puti berarti Pancuran Putri/Bidadari. Diyakini, di pancuran inilah para bidadari mandi. Sebagian orang meyakini, di setiap Pincuran Puti sejatinya terdapat tujuh pancuran untuk mandi tujuh bidadari. Sebagian masyarakat juga percaya kalau mandi di Pincuran Puti memiliki khasiat dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Sebagai urang sumando yang berasal dari luar Minang, aku tidak berani mengeksplorasi sendirian. Kuajaklah adik iparku dan kami berencana berangkat sepagi-paginya. Namun sayangnya, sang adik baru bangun nyaris jam 9 pagi, dan mengandalkan ingatannya saat tsanawiyah, kami berjalan menuju Kayu Jangguik.
Memulai Treking
Setelah memarkirkan motor di rumah yang ada di ujung jalan, perjalanan kami dimulai. Medan sangat licin sebab hujan masih suka menggumuli Talang Babungo. Alasanku ingin berangkat pagi karena menghindari hujan yang biasa turun saat siang hari.
Belum apa-apa jalan sudah menanjak. Apa daya, tubuhku yang kelebihan berat badan harus bersusah payah mendaki bukit. Namun, sungguh, pendakian itu sangat berharga karena perlahan kami menyaksikan bentangan yang luar biasa. Sebagian langit tampak biru dan mulai diserbu gumpalan awan. Di bawahnya Nagari Talang Babungo tampak rancak bana dikelilingi perbukitan dan pepohonan yang begitu hijau.
Jalan setapak yang kami lalui semakin menyempit. Sampai kami menemukan bunyi air. Kemudian adikku bilang, yang lebih bagus dari Pincuran Puti adalah Kepalo Banda. Kepala Banda adalah semacam bendungan air di perbukitan yang jadi hulu perairan untuk persawahan. Bentuknya menyerupai air terjun. Aku bersemangat menemukannya.
Tidak Menemukan Jalan
Kami pun terus berjalan melewati simpang ke Pincuran Puti. Sampai adikku berhenti dan seolah menyadari sesuatu. Maklum, sudah 10 tahun lebih berlalu sejak tsanawiyah, ingatannya ia ragukan.
“Sepertinya kita sudah terlewat. Kita sudah terlalu tinggi, Da,” ujarnya sambil menunjuk sebuah pohon yang paling tinggi yang menjadi pertanda. “Kalau Pincuran Puti, tandanya adalah pohon itu,” katanya sambil menunjuk sebuah pohon tak jauh dari kami. “Kepalo Banda harusnya ada di balik bukit di bawah ini, tetapi tak ada jalan menuju ke sana,” tambahnya lagi.
Aku pun teringat sepertinya ada jalan yang dipenuhi semak belukar di dekat air yang kami lewati sebelumnya. Kami pun turun untuk mencari jalan itu. Namun, gumpalan awan sudah berubah lebih gelap. Kami tahu kami harus lebih cepat. Beruntung kutemukan sebuah bambu yang menjadi tongkat untuk menopang tubuhku agar tak tergelincir saat menuruni bukit.
Sampai di aliran sungai, aku menemukan spot tersembunyi di balik bebatuan. Air mengalir deras di balik itu dari ketinggian tertentu. Tak kusia-siakan kesempatan itu dan mengambil beberapa gambar. Kedalaman air tak kupedulikan meski melebih lutut, menyebabkan celanaku basah.
Melihat kondisi awan, sepertinya tidak cukup waktu untuk naik kembali ke Pincuran Puti. Alamat sial bila kena guyuran hujan di atas bukit. Tak ada tempat berteduh, akan begitu sulit pula menuruni jalan yang lebih licin.
Alam Tidak Memungkinkan
Setelah puas mengambil gambar, kuyakinkan diri akan jalan setapak menuju Kepalo Banda. Adikku mengatakan benar jalan itu. Namun, semak belukar terlalu liar menutupi jalan tersebut. Kami khawatir, bukan cuma manusia yang melewati jalan itu. Tapi juga babi hutan.
Mempertimbangkan angin dingin yang mulai menusuk tulang, awan yang semakin gelap, dan babi hutan, kami harus segera turun. Perjalanan menuju Pincuran Puti memang tidak sampai, tapi aku menemukan kesegaran dan banyak tangkapan gambar yang bagus untuk kubagikan ke orang-orang.
Gilak, Talang Babungo sejatinya punya potensi wisata treking yang aduhai. Di Kayu Jangguik saja, rutenya yang aman buat pemula, bisa banyak hal yang didapatkan. Andai pemerintah nagari setempat menggalakkan wisata treking buat internal penduduk nagari terlebih dahulu (kegiatan pramuka sekolah-sekolah misalnya), dan memfasilitasi jalan biar tak begitu licin dan susah, petunjuk arah, pasti akan aduhai sekali.
Bagaimana apa kamu tertarik untuk mencoba hiking/treking di Kayu Jangguik ini?