DEMI MASA
Demi masa teramat jahannam ialah malam
jalanan-jalanan yang kerap disambangi;
gelora-gelora dusta yang ternista,
pula tetesan peluh yang rusuh
Teramat bengis, mengiris tiap jalannya
mereka “menari” tanpa dosa
padahal luka berperih nanah kian menganga
Musabab patah serupa dendam,
bukankah utang sepatutnya dibayar tuntas
teriakan-teriakan yang kian mencerca
tak lagi dihirau dan sebatas desauan
Di kemudian mereka serupa:
;bergeliat terlilit wabah lapar
;menggelepar pesta minum semalam
Berakhir bagaimana, hai, Tuan, hai, Puan?
penguasa kami telah fakir
tak ada sekeping uang, hanya seonggak tubuh yang ditinggalkan
Perihal setumpuk utang, ah, bagaimanapun memang biadab.
Nganjuk, 10 Mei 2022
Baca Juga: Puisi Ananda Saiful Bahri
HADIAH DARI TU(H)AN
Ialah suara-suara di tengah kegelapan
yang terus mencerca, bukan?
berdiri di antara tinggi-tinggi papan reklame
berteriak perihal kebenaran di antara malam pasar gede
Ambu wangi bukan lagi kembang tubuh yang dinisankan
ah, ternyata uang-uang yang diselipkan
di pukul DUA:LIMA BELASan
memupuk coblosan kertas-kertas formalitas.
Kemudian pada siang di bawah terik matahari
berjajak kaki-kaki para penerus negeri,
berorasi meminta penguasa berpikir tentang esok hari
Malam kembali mengelana
di jarum menunjuk DUA BELASAN
rentetan orang-orang tua meneguk sampai sempoyongan
dan bertanya,
“Esok Tu(h)an masih memberi minuman?” di antara kesadaran.
Nganjuk, 13 Mei 2022
Baca Juga: Puisi Muhammad Asqalani Eneste
Yuyun Yuliana, kelahiran Juli 2003 di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Mulai aktif di dunia kepenulisan pada akhir tahun 2019.