Yo, setelah lama tak menampilkan puisi dari penulis tamu, kali ini kusajikan puisi Moehammad Abdoe. Lima puisinya memiliki perenungan yang cukup mendalam. Buat kamu yang pengen kirim tulisan, sok kirim atuh!
MUSAFIR
dalam sebuah cermin buram kamar tua
sepotong replika wajah seorang pengembara dari negeri asing:
“kau terduduk serupa patung denganku”
sementara poros telaga bening matamu
terkatup dinding teratai.
barangkali sejenak dapat kuselami di balik wujud siapa dirimu sebenarnya
yang menempuh jalan suluk menuju altar
pengabdian diri dalam rimba
sedang kemilau rona swastamita acapkali menempelkan cumbu rayunya pada kaca.
serupa tempias hujan pelabuhan angin di balik kaca jendela
itu wajahmu semakin tampak menua
mengerut daun telinga sore hari dalam zikir masa berkunjung
larut serta melipat laju bayangmu kian memanjang.
Jakarta, 19 Oktober 2020.
LELAKI BERSEPEDA JENGKI
: Kepada Penyair Darman D. Hoeri
dalam sajak sederhana ini
kutulis sejuta abad depa jarak kesunyian memanggil
namamu
anggun kukemas senyum rembulan ke dalam bait puisi
yang menjelma rintik hujan
abadi.
menyapa daun pipi akar bunga ranum
terkembang hari
dan kutanggalkan kembali di punggung tanganmu
rangkaian jutaan abjad yang pernah kauajarkan
di bangku sekolah
ketika
sejenak ingin kukenang hulu rindu
di hari jengkel
melipat masa serupa kertas contekan
pesan merdu burung. hinggap memberi kabar selepas ujian:
“kau, satu altar singgah
membangun ruang.”
kereta angin tabah mendedah pagi
sumber mata air di tangan
murah senyum
berbagi
Malang, 27 November 2020.
Baca Juga: Puisi Mawar Senja
DADA WAKTU
hening meneroka tubuh malam
menjentik bunga dada pancaroba
teduh mayang bernaung di bawah payung
langsat berbuah dadu angin hulu timur
menyergap poripori dasar kerajaan tanah
bertunas sorban daripada rumah rayap
sepenggalah lagi mendaki tebing curam
layu beralih sangkan kemudian
berkata sayap angin kepada serangga
napasmu bukanlah meja cemas
duduk berkaca wajah baru
satu musim tengah berangsur ke laut
Malang, 29 November 2020.
CERMIN PERADABAN
/1/
berkacalah wajah zaman
jangan sampai kau menyesal di kemudian hari
tuhan maha penyayang lagi maha menunjukkan jalan
/2/
menumpas belantara hidup
hanyalah perjalanan kaki tanpa rasa
belajar hakikat ilmu tanpa guru
sama dengan menggali sumur di lahan tandus
/3/
dan kita saling bisa menyaksikan
wajah peradaban zaman
apakah yang sekiranya menjadi pertanda
bacalah, dan bacalah
Malang, 3 Desember 2020.
Baca Juga: Puisi Wiji Thukul
WANITA JALANG
di bawah terik siang bulu
picing matamu bibir bunga
teduh payung sungai daki
berlinanglah cuaca terbuka
mengalir menyusuri ruang
akar beringin rindang waktu
dan bangku taman kosong
labalaba merajut jaring
bila esok kaujelang wajah baru
mentari di balik rerimbun
kenanglah diriku sampai jauh
bertepi di pelabuhan bunga
Jakarta, 13 November 2020.
Moehammad Abdoe, anggota komunitas Dari Negeri Poci. Pelopor komunitas Pemuda Desa Merdeka (PDM 2015) dengan gerakan yang lebih condong mengangkat tema-tema sosial dan seni musik jalanan. Karyanya berupa puisi dan cerpen terbit di berbagai media massa Indonesia maupun luar negeri, antara lain: News Sabah Times, Utusan Borneo, Harian Ekspres, Suara Sarawak, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Minggu Pagi, Republika, Koran Merapi, Suara Merdeka, Rakyat Sultra, Riau Pos, Tanjunpinang Pos, serta diabadikan di pelbagai buku antologi bersama. Saat ini, ia masih singgah di sebuah desa kecil di bawah lereng bukit kapur (Kalipare-Malang). Buku puisinya yang segera terbit “Membaca Misteri Wajah Angin”.
Mantap!! Sangat mendalam puisi-puisinya!!
Baca sajak dari penyair satu ini memang bikin deg deg ser, hehe.