Puisi Pringadi Abdi Surya untuk Antologi Jazirah, Festival Sastra Internasional Gunung Bintan 2020

Empat puisi ini dikirimkan untuk dikurasi dalam Antologi Jazirah: Festival Sastra Internasional Gunung Bintan. Ternyata, dipilih satu dari empat puisi yang saya kirimkan itu. Judulnya Di Mana Saya Bisa Belajar Mengendarai Angin.

Di Mana Saya Bisa Belajar Mengendarai Angin?

Ia menanyakan hal itu kepada gurunya
Tetapi tak ada jawaban, selain kalimat sebelumnya
yang tak tuntas
Bahwa angin bergerak dari tekanan yang
lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah

Tetapi tetangga yang ia ketahui,
Yang punya rumah bertingkat, pangkat tinggi
Status pejabat
Tak pernah datang ke rumahnya
Yang ketika hujan turun, atapnya yang terbuat dari seng pun
Membiarkannya menetes lewat lubang-lubang kecil

Ia mengira lewat lubang itulah Tuhan mengintip
sambil memberi nasib

Maka sejak mengenal angin dapat menerbangkan layang-layang
Ia ingin sekali tahu
Apakah angin yang bijak itu
Dapat ia pijak
Lalu ia naiki angin
Agar mendapat tempat yang lebih tinggi
Sambil bergerak menuju orang-orang
yang menatapnya dengan kekaguman

(2020)

Ia Melemparkan Jeruk ke Laut Itu

Teringat cerita ayahnya, laut akan mengembalikan
segala yang kita buang, ia
melemparkan sebuah jeruk
dan menunggu apakah ombak
benar-benar mengembalikannya

Tetapi tak dapat ia sangka, waktu berlalu
dan tak ada yang datang kepadanya
Sebagaimana ia tumbuh dewasa
dan setelah kepergian sang ayah
Tak ada seorang pun yang bersedia memeluknya.

(2020)

Pelajaran Rindu dari Novel-novel Wuxia

Hanya pembaca novel Wuxia
Yang mengenal Yun Che
Pria dengan sejumlah nasib baik
yang melesat ke realitas ketuhanan
Setelah bercinta dengan beberapa gadis
Tetapi di dadanya, ia keliru
mendefinisikan rindu. Berpikir
segala yang pernah dimiliki
selamanya tak akan pernah pergi.
Bagaimana pun juga rindu seperti tanaman
Tak perlu memilih satu jenis pohon atau bunga
Hanya tak ada tanaman yang tumbuh sempurna
Bila tak dirawat.
Kecuali bila kita menjelajah ke hutan rimba
yang tumbuh melewati masa demi masa
Namun kini takluk jua di tangan gergaji perambah.
Tokoh kita Yun Che, meskipun jelmaan
dari Tuhan lain di masa penciptaan
berangkat dari seorang manusia.
Bagaimana mungkin rindu bisa disandingkan
dengan kemarahan surga, lewat sambaran
halilintar, kobaran api, atau kebekuan?

Seorang pria sejati tak akan pernah bisa
menahan gemuruh rindu. Yang hanya bisa
diobati dengan sebuah pelukan.

(2020)

Puisi keempat berjudul biawak sisir yang sudah pernah diposting.

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *