Kesaksian Lain dari Bagian-bagian Tubuhku | Buku Puisi Budi Setiawan

Tadinya, aku pikir buku Kesaksian Lain dari Bagian-bagian Tubuhku ini adalah karya Budi Setiawan, Sang Penyair Purworejo yang kini tinggal di Bekasi. Ternyata bukan. Alih-alih seorang dosen di PKN STAN, ternyata Budi Setiawan ini adalah lulusan Universitas Muhammadiyah Malang jurusan Ekonomi Manajemen yang bergiat komunitas seni Turonggo Setro Salamsari di Temanggung, Jawa Tengah. Usianya pun cukup muda, kelahiran Juli 1992.

Buku puisi memiliki 89 halaman. Rilis awal Februari 2023. Corak puisinya liris. Ia bicara cinta dengan cara yang sederhana. Penuh kontemplasi. Diri penyair bergerak dari dirinya yang personal dan mengaitkannya dengan hal-hal di sekitarnya. Kritik sosial dihadirkan dengan kalem di dalam lirik-liriknya. Beberapa pernyataan puitik mengena sekali.

Kau boleh mencintai atau membenci.
Tentang segalanya yang tak pernah kau tahu atau
yang ingin sekali kau tahu.
Tapi, sejauh apa usia bakal mampu mengingatkanmu.
Jika pada akhirnya hasrat bercintamu
pun akan sirna dicuri waktu.

Halaman 45

Itu salah satu kutipan puisi yang sangat mengena buatku. Penasaran dengan puisi-puisi Budi Setiawan lainnya di buku ini? Okelah, kukutipkan beberapa….

Puisi-puisi Budi Setiawan

Hutan Kesepian

Seluruh tubuhku adalah kesepian
Tak cukup disirami hujan
Biar padam lukaku

Pada pohon-pohon
Bibirku merah bergincu
Butuh kecupan dari sang waktu

Sekarang kutikam kembali jantungmu
Dengan seluruh api cemburuku
Biar membekas segala rindu
Menetes haru di langit matamu

Seluruh tubuhku adalah kesunyian
Tak cukup ditaburi doa doa
Yang letih mengucap duka

Belajar Menanam Padi

/1/

Yang gagal kita amini dari menanam padi
Adalah jalan lurus ke masa depanmu
Tak mundur dan ke belakang itu

/2/

Di garis tanganku dia curi waktu
Ke jantungmu dia jadi hama
Begitu lama, dan meninggalkan luka

/3/

Sepotong hati bolong menunggu
Sekawanan burung terbang menukik tajam
Mematuk-matuk biji mata kita yang buta musim kawin

/4/

Begitu lama dia berseru
Kita jadi sekam dan abu
Ke arah masa lalu dia melagu

/5/

Oi, cintaku dikutuk dari rasa lapar itu

Baca Juga: Resensi Buku Puisi Afrizal Malna | Buka Pintu Kiri

Sebuah Kota yang Kehilangan Manusia

Di Yogyakarta,
Ia melihat kotanya menganga
Pada mata anak itu

Mata yang merah,
Merah darah
Menetes luka dan juga amarah
Yang tak sudah-sudah

Ia bayangkan
Matahari pecah jadi dua kubu
Timur dan barat
Masa lalu dan masa depan
Berubah jadi lautan
Rindu dan dendam

Ia teringat bayinya
Yang bermandikan air garam
Dan seekor anjing
Menyalak melihat majikannya
Yang sedang tenggelam

Ia masih terngiang
Kota-kota yang dipenuhi runtuhan
Doa dan air mata

Tuhan bicara tanpa suara
Sebab sesak nafasnya

Di Yogyakarta,
Ia melihat langit menganga
Pada sebuah kota
Yang kehilangan manusia.

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *