Puisi-puisi Wahyu Nusantara Aji

Jadi Pohon

Bayang beringin itu, menjadi begitu dingin
Pohon yang tak pernah ingin melihat kita berpisah
Dalam sebuah pertemuan
Setelah kau memelukmu seperti angin
Dan aku jadi pohon
yang kehilangan semua daunnya.

 

Kau

Dalam dirimu, ada aroma batang pohon
Kau berjalan seperti air kebun
Menatapmu seperti menatap matahari
dari lubang di daun-daun
dan buah-buah matang

Kau batang-batang panjang
Dengan sedikit duri di tubuh
Mampu
Memesona tangan-tangan waktu.

 

Sore Yang Menguning

Sore yang menguning di daun-daun,
Angin telah pergi
Aku tak melihat siapa pun
Tidak juga kau!

Aku ingin menulis puisi
Tapi matahari selalu mengintip
dari tembok
Sebelum aku benar-benar tahu
Apa yang kutulis
Sebelum aku benar-benar
Mencintaimu.

 

Usaha Menikmati

Kenapa ada bunga?
Dan kalimat-kalimat tak mampu menyusun diri di kepala
Kata kerja tak lagi dapat bekerja.

Dadaku hanya menjadi cermin untuk wajahnya
bukan sebuah lensa yang menangkapnya.

 

Pada Suatu Petang

petang
bawa khawatir dari mataku
Juga panik.
Aku ingin sendiri. Sunyi!
Tapi di luar
Waktu begitu bingar
Menyerbu.

Gelisah akan lepas di ujung kata
Tapi gelisah membuatku semakin tidak peka
Pada kata-kata.

Apa yang sebenarnya kau tunggu?

Aku hanya menunggu diriku sendiri
Yang aku tahu tak akan pernah kembali,
Sementara di luar telah malam
Telah meminta aku pulang.

 

Pada Suatu Siang

Pada suatu siang,
Saat daun-daun masih begitu tenang
Aku mendengarkanmu bicara,
Dengan bahasa angin paling lembut
Lalu satu per satu aku kehilangan
Mata, kaki  juga tangan-tangan
Tinggal deru napas
Tiba-tiba menjelma ombak
di dadaku.

Tapi kau masih saja bicara
Mencoba mengabadikan sesuatu
Entah apa,
Mungkin dingin di daun-daun.

 

Biodata Penulis

Puisi Wahyu Nusantara Aji

Wahyu Nusantara Aji, lahir di Dusun Dames, 21 Oktober 1998. Karyanya pernah dimuat di Koran Suara NTB, Sastra Mata Banua, Banjarmasin dan beberapa media daring. Terhimpun dalam beberapa antologi bersama. Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Hamzanwadi semester 7 ini, aktif bergiat di komunitas Rabu Langit, sebuah komunitas nirlaba yang menggiatkan seni dan sastra di Lombok Timur, NTB.

 

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *