Curug Batu Bolong yang Tak Terurus

Tidak jauh dari Curug Kiara, masih dalam kawasan yang sama, di Ciasmara, Pamijahan, terdapat Curug Batu Bolong. Sayangnya, curug ini kurang populer dan kurang begitu terurus.

Pintu masuknya sedikit membingungkan. Waktu aku ke sana, bahkan nggak ada penjaganya. Hanya jiwa kejujuran kami yang membuat tetap ingin membayar, mencari pengelolanya yang ternyata ada di rumah warga. Harga tiket masuknya saat itu masih 10.000/orang. Parkir 5000/motor di pekarangan rumah tersebut juga.

Padahal week end, namun hanya ada aku dan adikku yang mengunjungi Curug Batu Bolong itu. Orang-orang lebih banyak yang berkunjung ke Curug Kiara dan Curug Walet.

Curug Batu Bolong sebenarnya memiliki pesona tersendiri. Pertama waktu tempuh trekingnya tidak terlalu panjang. Kuranglebih 10-15 menit saja sudah bisa sampai ke Curug. Dan sebenarnya ada dua spot di sini. Spot pertama ada di sebelah kiri setelah saung, langsung ke curugnya. Airnya bening. Kolamnya dangkal. Lumayan buat berendam cantik. Spot kedua, Batu Bolong. Spot kedua ini juga sebenarnya berupa curug kecil dengan sebuah batu besar yang katanya bolong di tengah-tengahnya. Meski aku juga nggak ngerti di bagian mana bolongnya.

Foto Batu Bolong di Google.

Ada yang bilang kalau Batu Bolongnya ini sudah longsor dan jatuh ke aliran sungai tersebut.

Sayangnya, mungkin karena lama tidak dikunjungi orang, tempatnya tumbuh liar. Rumput-rumput liar sudah tumbuh tinggi di mana-mana membuat hati takut dan bertanya-tanya kalau ada ular. Bambu pembatas pun sudah rapuh. Justru lebih berbahaya kalau kita bertumpu di sana.

Saat mau jalan ke curugnya, aku dan adikku saja sempat berdebat apa benar di sana ada curug. Soalnya suram banget tempatnya. Seperti sudah bukan jalan orang.

Hanya kalau punya penjelajah sih kusarankan  tetap berkunjung ke sini. Ada keindahan yang tersembunyi. Misalnya kalau mau slowspeedan, di lokasi ini asik. Cahayanya tidak berlebih dan komposisi antara rumput, bunga liar, air, batunya asik banget sih.

Mana tahu karena jasa para penjelajah, kontribusi kita untuk datang, warga setempat tergerak untuk mengurus kembali tempat ini. Para calon pengunjung juga makin tertarik ke sini sebagai sebuah alternatif sekalian setelah pergi ke Curug Kiara, Curug Walet atau Curug Emas yang lebih populer.

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *