Puisi Rizan Amyra

Hujan Di Malam Sabtu

Hujan di malam sabtu
Pangeranku bercerita walau sambil menggerutu
Satu demi satu tetesan rindu
Berjatuhan deras di lintasan waktu
Jalan jalan yang berlobang ditutup cerita dan kenangan

Hujan di malam sabtu
Ada lima rukun rindu
Aku tidak mau menyebutkannya satu per satu
Karena di bagian akhir aku tau aku tak akan mampu
Hilang dimakan pilu

Baca dulu: Sajak Chairil Anwar

Bidadariku

Aku tidak perlu mahkota untuk jadi raja
Aku tidak perlu bunga untuk kharisma
Aku tidak perlu wilayah untuk kuasa
Aku tidak perlu intan untuk kaya

Hati berwarnamu
Jiwa rembulanmu
Fikiran mataharimu

Tertuang dalam kesabaran
Menuju filosofi yang terbentuk perlahan
Namun sangat banyak arti di setiap langkah dan jangkauan tangan
Hingga membawaku ke atas langit bersama kejora

Aku

Aku ingin bentangan kenangan sepanjang jalan
Dengan taburan bunga se taman
Setelah semua sia – sia
Berlobang ditutup kemudian hilang dan dilupakan

Aku ingin turunkan bulan
Bersama ribuan bintang yang tersembunyi
Tertutup rapi – rapi
Setelah semua sia – sia
Merendah jatuh dan terluka

Aku ingin benamkan cakrawala
Menutup awan hitam yang menjadi hujan
Meraih kesejatian kasih sayang
Dalam kesempurnaan alam

Penantian

Sewindu sudah
Aku tak mendengar suaramu
Aku tak melihat wajah indahmu
Mengapa semua pada dirimu begitu indah?

Aku tahu mencintaimu bukanlah hal mudah
Aku tahu memperjuangkanmu itu hal yang sulit
Tetapi aku tak mau terus begini
Teringin ku akhiri tapi aku tak mampu

Selalu berharap kau kembali
Selalu menanyakan kabarmu
Selalu mencoba ada di sisimu
Tapi kau seolah tak peduli

Bagaimana aku tanpamu?
Bagaimana jika kau pilih orang lain?
Setelah semua penantianku
Berujung pada sendu yang tak padu

Betapa kecewanya aku saat kau dengan orang lain
Lalu apa gunanya penantian ini?
Kau tahu rindu ini selalu menggebu
Lantas bagaimana bisa aku melanjutkan hidup tanpamu
Sedangkan kau hanya anggap aku debu yang berlalu

Ayo, kirimkan tulisanmu ke sini!

Hidup, Rindu, dan Kopi

Ada kalanya aku bermimpi
Bertemu denganmu
Sangat indah pertemuan itu
Bagaikan raja dan permaisuri

Ada kalanya rindu itu menyeruak
Bagai hujan dan angin
Terkoyak seperti kertas yang sobek diterpa hujan
Terbang bersama awan dan bintang

Rindu itu seperti kopi
Pahit, tapi bermakna
Dia tak pernah berdusta atas rasa
Punya cerita hitam tak selalu kotor
Pahit tak selalu sedih

Hidup juga seperti kopi
Kadang manis, kadang pahit
Tinggal bagaimana kita meraciknya
Kemudian perlahan masuk kedalamnya

Senja

Senja mengajarkan bahwa menanti itu tak mudah
Berjuang pun sama susahnya
Apalagi harus berjuang menunggu seseorang
Dalam ketidakpastian

Senja tak pernah salah
Kenanganlah yang kadang membuatnya basah
Dan pada senja pula kita mengaku kalah
Karena senja tak memintamu menunggu

Seperti senja, keindahan tak harus datang lebih awal
Kadang, keindahan itu kita yang buat
Diantara senja dan malam ini,
Mengingatmu menjadi kesibukan kecil yang membahagiakan

Aku mencintaimu sebanyak hujan
Kau mencintaiku sesingkat senja
Seperti hujan, aku jatuh cinta berkali – kali
Seperti senja, kau jatuh cinta kemudian pergi

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *