Mitos Penyakit Kusta dan Bebas dari Kusta

Pasti kamu pernah dengar kan yang namanya penyakit kusta? Dan selalu saja, ada mitos penyakit kusta yang akrab menyertai cerita-cerita tentang kusta.

Penyakit kusta itu sudah dianggap buruk dan penderitanya layak dipisahkan dari masyarakat. Hal itu sudah ada dalam teks Veda Atharava dan Hukum Manu dari peradaban India kuno yang masing-masing berumur 2000 SM dan 1500 SM. Bagi masyarakat India kuno, ada beberapa faktor mengapa mereka menyisihkan para penderita kusta. Di antaranya adalah sifat penyakit kronis yang dianggap dapat menodai manusia lainnya, berhubungan dengan dosa, dan ketakutan bahaya penularan penyakit.

Dalam agama Islam pun, ada yang salah mengartikan soal kusta ini. akibat kekeliruan dalam menafsirkan hadits nabi. “Menghindarlah kamu dari orang yang terkena judzam (kusta), sebagaimana engkau lari dari singa yang buas” (HR al-Bukhari).  

Padahal bukan perilaku diskriminatif yang dimaksud, melainkan tindakan untuk mencegah penyebaran memang diperlukan untuk menghindari penularan.

Tentang Penyakit Kusta

Kusta adalah penyakit yang menyerang kulit, sistem saraf perifer, selaput lendir pada saluran pernapasan atas, serta mata. Kusta bisa menyebabkan luka pada kulit, kerusakan saraf, melemahnya otot, dan mati rasa.

Penyakit kusta ada dua macam, kusta basah dan kusta kering.

Kalau kusta kering, tandanya ada bercak-bercak berwarna putih seperti panu, tapi jumlahnya sedikit dan mati rasa. Jika terkena api atau tertusuk peniti, tidak berasa. Pemulihannya bisa dilakukan dengan minum obat secara rutin hingga 6 bulan.

Sedangkan, pada kusta basah, bercak-bercaknya tumbuh dalam jumlah yang banyak dan berwarna kemerahan, serta ada penebalan kulit. Pemulihannya lebih lama dari kusta kering. Bisa sampai 12 bulan dengan minum obat secara rutin.

Pada 1873, seorang peneliti asal Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen, menemukan bakteri penyebab kusta, yakni Mycobacterium leprae. Karena itulah, penyakit kusta atau lepra juga disebut dengan Morbus Hansen atau Penyakit Hansen.

Penyakit ini antara lain menimbulkan beberapa gejala, yakni:

  • Bercak pada kulit, dapat berupa hipopigmentasi seperti panu atau kemerahan
  • Bercak semakin lama semakin melebar
  • Muncul mati rasa pada kulit yang mengalami bercak
  • Selain mati rasa, kelenjar keringat pada daerah bercak tidak aktif
  • Terdapat pelebaran saraf, terutama pada saraf ulnaris, medianus, auricularis magnus serta peroneus
  • Alis rambut rontok
  • Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)
  • Deformitas pada anggota gerak
  • Kelainan pada mata

Selain itu, kusta juga tergolong penyakit menular. Angka penularannya pun tercatat cukup tinggi. Badan Kesehatan Dunia atau WHO bahkan menyebutnya sebagai penyakit menular yang terabaikan. Statistik menyebutkan bahwa di dunia ini, setiap dua menit, satu orang terdiagnosis kusta.

Mitos Penyakit Kusta dan Faktanya

Beberapa mitos penyakit kusta yang beredar di masyarakat antara lain:

Mitos: Penyakit kusta muda menular

Fakta: Penyakit kusta (penyakit Hansen) sulit tertular, bahkan 95 persen orang dewasa tidak dapat tertular karena sistem kekebalannya dapat melawan bakteri penyebab kusta.

Mitos: Penyakit kusta menyebabkan jari tangan dan kaki lepas. 

Fakta: Jari tangan tidak “lepas” karena kusta. Bakteri penyebab kusta menyerang saraf jari tangan dan kaki, sehingga menyebabkannya jadi mati rasa. Luka bakar dan luka pada bagian yang mati rasa mungkin tidak diketahui, yang dapat menyebabkan infeksi dan kerusakan permanen, dan akhirnya tubuh dapat menyerap kembali jari tersebut. Ini terjadi pada stadium lanjut dari penyakit kusta yang tidak diobati.

Mitos: Kusta yang dijelaskan dalam teks sejarah adalah kusta yang sama yang dikenal sekarang.

Fakta: Kusta yang tertulis pada sejarah tidak sama dengan kusta modern. “Kusta” yang ditemukan dalam teks sejarah dan agama menggambarkan berbagai kondisi kulit mulai dari ruam dan kulit yang tidak rata hingga bengkak. Mereka tercatat sangat menular, yang tidak berlaku untuk penyakit Hansen dan juga tidak memiliki beberapa tanda penyakit Hansen yang paling jelas, seperti kerusakan bentuk, kebutaan, dan hilangnya sensasi nyeri. 

Mitos: Kusta adalah akibat dari dosa atau kutukan.

Fakta: Kusta yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang tumbuh lambat dan bukan merupakan hasil dari perilaku atau kutukan.

Mitos: Pengidap kusta perlu tinggal di rumah khusus yang terisolasi dari orang sehat.

Fakta: Pengidap kusta yang sedang dirawat dengan antibiotik dapat hidup normal di antara keluarga dan teman-temannya dan dapat tetap bersekolah.

Mitos: Kusta bisa menular jika duduk di sebelah pengidapnya.

Fakta: Penyakit kusta tidak bisa terjadi melalui kontak biasa seperti berjabat tangan, duduk di samping atau berbicara dengan pengidap penyakitnya.

Mitos: Begitu kamu terkena kusta, kamu tidak memiliki harapan hidup.

Fakta: Kini kusta bisa disembuhkan dengan pengobatan antibiotik.

Mitos: Kamu tetap bisa menularkan kusta sampai pengobatan selesai.

Fakta: Seseorang tidak akan menularkan dalam beberapa hari setelah memulai pengobatan dengan antibiotik. Namun, perawatan harus diselesaikan sesuai resep (yang mungkin memakan waktu hingga 2 tahun) untuk memastikan infeksi tidak kembali.

Bahu Membahu Bebas Kusta

Saat ini, Indonesia belum bebas kusta. Penyakit kusta masih ditemukan di beberapa daerah. Bahkan Indonesia termasuk negara dengan peringkat ketiga total kasus baru di seluruh dunia. Masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyakit ini dan dampak yang ditimbulkannya dianggap menjadi salah satu faktor mengapa penyakit ini masih ada hingga sekarang.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) punya target mengeliminasi kusta pada 2020. Berbagai upaya dilakukan Kemenkes dengan mengajak masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, serta meminta masyarakat untuk berobat jika ada tanda-tanda kusta.

Salah satu lembaga yang fokus pada isu ini adalah NLR Indoensia (Netherlands Leprosy Relief). Lembaga ini adalah pelopor dalam mempercepat dunia tanpa kusta dan lingkungan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. NLR berusaha mendukung program-program pemerintah saat ini dengan kegiatan inovasi yang baru.

Pada Tanggal 25 Januari 2021 Dunia memperingati Hari Kusta Internasional (World Leprosy Day). Selain pada Januari, kusta juga menjadi pembahasan pada Hari Kesehatan Nasional, yang jatuh pada 12 November 2021. Pada Rabu, 24 November 2021 saya berkesempatan ikutan pembicaraan yang membahas tentang penyakit kusta dengan tema “Bahu Membahu untuk Indonesia Sehat dan Bebas Kusta”. Dipandu dengan host KBR Rizal Wijaya dengan narasumber dr Febrina Sugianto, Junior Technical Advisor NLR Indonesia dan Eman Suherman, SSos, Ketua TJSL PT DAHANA (Persero).

Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan sudah memiliki program pengendalian kusta. Pengobatannya juga gratis di Puskesmas. Selain itu, ada kegiatan pencegahan kusta dengan memberi obat pencegahan kepada kontak atau komunitas di wilayah endemis kusta. Adapun program pengendalian kusta berupa pemberian obat pencegahan kusta, pelatihan deteksi dini untuk tenaga kesehatan dan masyarakat, kampanye pelibatan tokoh masyarakat atau agama untuk sosialisali. 

Menurut Eman Suherman, lewat BUMN bernama PT Dahana ada tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diemban. Setiap tahunnya melakukan program CSR, baik itu program mandiri atau mandatori dari Kementrian BUMN. Khusus untuk kesehatan sudah melakukan program pengobatan masal dilakukan setiap tahun dimulai dari tahun 2017 seluruh masyarakat khususnya di ring satu di sekitar perusahaan PT Dahana. Salah satunya program penanggulangan terhadap penyakit kusta. Yang berlokasi di Subang, dengan melibatkan beberapa desa. 

Semua usaha itu membuat kita berharap, kasus kusta dan Indonesia semakin menurun dan suatu hari nanti kita akan bebas kusta. Amin.

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

3 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *