Apakah Anak Perusahaan BUMN Adalah Bagian dari Keuangan Negara?

Beberapa waktu lalu, aku mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan persidangan, menemani atasanku yang menjadi ahli dalam kasus tersebut. Status keahlian beliau adalah untuk memberikan keterangan apakah anak perusahaan BUMN adalah bagian dari Keuangan Negara.

Setelah mendengarkan persidangan, ternyata selama ini, aku keliru mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang selama ini kuajukan adalah apakah anak/cucu BUMN adalah BUMN? Dan itu pernah membuatku berdebat dengan seorang teman mengenai status tersebut.

Di dalam putusan yang mahsyur, ada 2 putusan terkait hal tersebut. Yang pertama adalah Putusan MA 21P/2017 tentang Uji materiil terhadap PP 72 tahun 2016 ttg perubahan atas PP 44 2005 ttg tata cara penyertaan dan penatausahan modal negara pada BUMN dan PT. Pada intinya, putusan tersebut menjawab permasalahan status induk dan anak dalam konteks holding, dalam hal anak holding BUMN tetap BUMN.

Namun, pertanyaan yang keliru tersebut membuat celah dalam tafsir ketika dihadapkan dengan Undang-undang BUMN dan Undang-Undang PT. Sebab, di dalam UU tersebut dibunyikan frasa “penyertaan modal secara langsung” sehingga yang dianggap “tak langsung” dari APBN/APBD bukanlah BUMN.

Urgensi dari pertanyaan Apakah Anak Perusahaan BUMN Adalah Bagian dari Keuangan Negara? ini menjadi penting dalam pembuktian hukum. Sebab, pada nantinya, apabila pada anak/cucu BUMN terjadi kerugian, dapat dimasukkan ke dalam kerugian negara, yang menjadi titik awal untuk pembuktian tindak pidana korupsi.

Jadi kenapa pertanyaannya harus Apakah Anak Perusahaan BUMN Adalah Bagian dari Keuangan Negara? Sebab, mazhab Keuangan Negara tidak mengenal nomenklatur induk/anak/cucu BUMN. UU 17 Tahun 2003 hanya mengenal frasa “Perusahaan Negara/Daerah” yang definisinya Perusahaan Negara/Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat/Daerah.

Lahirnya Perusahaan Negara/Daerah ini akibat adanya istilah “kekayaan yang dipisahkan”. Filosofinya adalah pengelolaannya yang dipisahkan karena ada hal-hal yang tidak bisa dijangkau/keterbatasan Pemerintah dalam melaksanakan kewajibannya untuk pelayanan publik.

Di dalam bagian penjelasan UU No. 17 Tahun 2003 disebutkan Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi
obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dari pegertian di atas, bahwa pada dasarnya Keuangan Negara adalah “hak dan kewajiban” itu. Ketika BUMN dibentuk, di sana ada kewajiban negara untuk memberikan pelayanan publik dst. Ketika BUMN membentuk anak BUMN, hal itu tidak bisa terlepas dari kewajiban negara dalam memberikan pelayanan publik. Dan seterusnya, sampai ke cucu/cicit BUMN, kewajiban itu tetap ada yang bersumber dari pembentukan induk. Dengan demikian, mau anak/cucu/cicit BUMN itu tetaplah bagian dari keuangan negara.

Implikasinya adalah dalam pengelolaannya, meskipun ada business judgement rule di sana, jika tidak sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (yang bisa dibuktikan dan menjadi niat jahat/mens rea), maka hal itu bisa menjadi pintu masuk proses pidana korupsi. Demikian.

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *