Hanna tidak mau membuka mulutnya lagi. Setiap sendok yang mengarah padanya ditampik. Bila ada yang masuk sedikit, disembur-sembur. Sontak, kami emosi, bercampur khawatir. Hanna pun mulai menangis, menjerit, menolak diberi makan. Apa yang harus orang tua lakukan saat anak tidak mau makan?
Kejadian itu terjadi sekian tahun lalu. Kadang kala benar kata orang, anak pertama sering menjadi bahan uji coba. Kami sebagai orang tua belum menemukan resep terbaik dalam mendidik anak. Masih mencoba teori A, teori B. Memberi makan anak yang kerap melakukan Gerakan Tutup Mulut (GTM) pun seolah kehabisan akal.
Kondisi itu membuat kami stres. Pertumbuhan anak sangat membutuhkan asupan gizi yang baik dan seimbang. Kami khawatir Hanna tidak tumbuh dengan baik.
Pada intinya, jadi orang tua harus benar-benar kreatif. Anak-anak suka memegang kendali, jadi keluarkan banyak pilihan makanan yang sehat dan biarkan mereka memilih yang paling dia sukai. Anak biasanya fokus pada tampilan makanan, bukan rasanya. Dan orang tua harus bekerja sama menmpelajari hal-hal yang dia sukai itu.
Stres dan Kebiasaan Makan
Penelitian menyebutkan bahwa 95% hormon serotonin diproduksi di usus[1]. Hal ini menandakan bahwa apa yang kita makan dan kesehatan saluran cerna dapat memengaruhi kesehatan psikologis lho. Jangan kira anak tidak bisa stres. Hal ini yang mungkin dulu kurang kuperhatikan karena kondisi kami yang terpisah ruang, jarang bertemu, mungkin ada keinginan Hanna yang tidak bisa dipenuhi sehingga dia stres dan tidak mau makan.
Kondisi Sang Ibu juga turut mempengaruhi. Aku menjadi mengerti dengan penjelasan ini, karena saat itu aku dan sang ibu sedang sama-sama melanjutkan pendidikan di beda kota. Berbeda dengan sang adik, yang tidak ada masalah dalam makan, karena kami sudah tinggal satu rumah.
Maka itu, dalam kondisi pandemi sekarang, kami juga harus behati-hati dan saling memperhatikan. Segalanya dilakukan dari rumah. Jarang banget keluar rumah kecuali yang penting-penting saja. Anak bisa stres. Orang tuanya juga.
Putu Andani, M.Psi, Psikolog Anak dari Tiga Generasi memaparkan, “Tanpa disadari, kondisi psikis orang tua dan anak saling berkaitan. Stres berkepanjangan yang tidak diolah dengan baik dapat memengaruhi perilaku makan anak di rumah. Padahal asupan nutrisi adalah sumber pertahanan imun untuk saat ini. Untuk itu, orang tua perlu memantau mood anak dengan baik di samping mengelola stresnya sendiri. Salah satu cara mengatasi rasa bosan anak adalah dengan mencoba keterampilan atau pengalaman baru dengan interaksi yang menyenangkan bersama anggota keluarga. Melibatkan anak dalam menyiapkan menu gizi seimbang sesuai dengan usia dan kemampuan anak bisa menjadi alternatif kegiatan menyenangkan yang juga edukatif.”
Saya mengaminkan ucapan Putu Andani di atas. Perlakuannya bisa dibarengi dengan konsumsi gizi seimbang agar anak tidak stres. Kebiasaan makan menjadi suatu sebab, bukan suatu akibat. Saya pun selalu menyediakan buah-buahan beraneka macam. Variasi menu. Dan anak diajak terlibat dalam keputusan mau makan apa hari ini dan mau dimasak bagaimana.
Panduan Gizi Seimbang di Masa Pandemi
Pandemi menyebabkan banyak perubahan dalam kehidupan sehari-hari. Kampanye yang banyak dilakukan selama ini adalah membentengi diri dengan pakai masker, cuci tangan, jaga jarak, namun ada yang penting dan malah dilupakan, yaitu memberikan tubuh kita ini gizi yang seimbang.
Pola makan yang seimbang sangatlah penting. Hal ini menjadi benteng utama tubuh kita baik dalam melindungi diri dari sebelum, selama, dan setelah infeksi. Kalau pun kita kena virus ini, akibat gizi seimbang, kita tidak akan mengalami gejala karena imunitas kita yang sudah kuat.
Untuk mempertahankan gizi seimbang ini, perlu adanya panduan gizi seimbang di masa pandemi ini. Panduan ini harus kita pelajari untuk menjaga keluarga kita, utamanya anak-anak kita.
Kita perlu mengajari anak kita tentang isi piringku. Dalam isi piringku, sebaiknya terdiri dari:
- Makanan pokok yang merupakan sumber karbohidrat, bisa berupa nasi, jagung, kentang, maupun umbi-umbian.
- Lauk pauk yang merupakan sumber protein dan juga mineral, baik itu protein hewani seperti daging, ikan, ayam, dan telur, maupun protein nabati seperti tahu, tempe, dan kacang-kacangan.
- Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber vitamin, mneral, dan serat. Perbanyaklah sayuran dan buah yang mengandung vitamin A, C, dan E dan memiliki kandungan antioksidan yang tinggi.
Kalau kita lihat gambar di atas, jangan lupakan pula porsinya. Porsi isi piringku yang ideal adalah 50% justru terdiri dari sayur-sayuran dan buah-buahan. Dan minimal protein atau lauk yang dikonsumsi adalah 12-15%. Sisanya baru karbohidrat. Dan jangan lupa untuk minum air mineral sesuai dengan kebutuhannya. (Baca Juga: Mitos Minum 2 Liter Air).
Jaga Gizi Seimbang dan Jaga Gaya Hidup
Makan dengan gizi seimbang adalah bagian dari gaya hidup yang harus kita jaga. Selain asupan gizi, perlu juga dibarengi dengan rutinitas berolahraga, tidur yang cukup, dan harus pula memperhatikan untuk memastikan memasak makanan dengan matang plus cuci bahan makanan tersebut dengan bersih.
Kalau kita bisa menjaga gaya hidup kita, menjaga pola makan kita, tidak akan lagi kita khawatir saat anak tidak mau makan. Sebab, pada dasarnya anak selalu melihat orang tuanya. Gaya hidup yang terjaga bisa membentuk pola pikir seupa ke anak.
Makan juga bisa menjadi sarana edukasi yang baik. Sejak dulu, Bapak dan Ibu mewajibkan anak-anaknya duduk bersama di meja makan saat jam makan. Itulah waktunya berkumpul sebagai keluarga walau ada tugas pribadi apapun yang harus dikerjakan. Pola itu pun kucontoh sekarang.
Kami bisa makan bareng dengan lahap. Kami bisa memuji masakan Ibu. Kami bisa mengobrol, mengakrabkan diri setelah makan. Banyak hal yang bisa terjadi di meja makan.
Kalau kamu bagaimana?
[1] https://www.apa.org/monitor/2012/09/gut-feeling
Aku pribadi kayaknya gak pernah ada problem susah makan. Malah termasuk “pelahap maut” haha. Cuma ponakan satu yang bonton susah makan. Bagus juga ini tipsnya untuk diterapkan.