Sajak Yudhistira ANM Massardi dalam Buku Sajak Sikat Gigi

Judul : Sajak Sikat Gigi
Penulis : Yudhistira ANM Massardi
Cetakan : I, 1983
Penerbit : PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.
Tebal : 82 halaman ( 62 judul puisi)
Gambar jilid: A. Wakidjan

Baca Dulu: Puisi Saini KM

Sajak Hidup Menderita

Sesuap nasi, selalu lewat begitu saja. Tanpa dikunyah
Tidak ada olahraga. Semua hanya persis dan habis. Dan tidak sehat

sekarang hidup, tidak usah menulis. Banyak orang tak menerima surat
Tidak ada telegram. Tapi banyak hal lain yang lebih mengejutkan

tutup gelas tak boleh dibuka. Orang tak minum
Hidup begitu memang sulit. Lebih-lebih jika sakit

1974

Sajak Sikat Gigi

Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
Di dalam tidur ia bermimpi
Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka

Ketika ia bangun pagi hari
Sikat giginya tinggal sepotong
Sepotong yang hilang itu agaknya
Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali

Dan dia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan.

1974

Suara

kudengar kata-kataku di telinga
kutemukan gema dalam mulutku sendiri

Suara

sesekali terdengar semacam gonggong yang asing
namun terasa, betapa dekat anjing itu bersembunyi

1976

Tilpon

Tilpon berdering. Seseorang melompat dan mengangkat tilpon itu.
“Halo?”

            — seandainya tilpon itu tidak diangkat
                apakah para tentara mengangkat senjata? –

Orang itu melangkah surut. Kemudian mulai yakin
bahwa kabel tilpon, bisa digunting. Oleh siapa saja.

1976

Seorang Orang

Seorang murid tak mau bertanya
gurunya mengunyah kembang-gula
Seorang gadis mendesak kawin
pacarnya mengancingkan celana
Seorang kondektur turun dari bis kota
para penumpang menjual karcis
Seorang wartawan membawa pancing
ikan-ikan pada mencibir
Seorang pegawai menolak gaji
kasir melepas kacamatanya
Seorang kawan menodongkan belati
kita semua merasa terancam!

1978

Tak Sempat

Pemburu tak sempat menembak
Pencopet tak sempat mencuri
Pelaut tak sempat berlayar
Pelacur tak sempat makmur
(Sungguh genting!)

1975

Tak Lari

Ketika radio dimatikan
datanglah sepi yang terkenal itu
Sewaktu kopi dihabiskan
matilah lampu. Dan gelap yang terkenal itu datang juga

Padahal, kalau sepi janda-janda pada lari
kalau gelap, perawan-perawan juga lari, ke rumah kekasihnya
Akibatnya banyak orang bunting
lari tak bisa, tak lari tak bisa.

1975

Baca Juga: Puisi Iwan Simatupang

Jam

Selalu pada jam kita menengok
Mencari jarum untuk menjahit
Mengokohkan kancing baju atau merapikan potongan
Dengan jam di tangan, kita merasa perlente
Pergi ke toko dan memilih-milih, menawar dasi
Lantas kita melipat dompet, mencocokkan waktu
Dan tidak pernah merasa yakin
Sebab, waktu begitu mendesak, dan sepatu tak sempat disemir

1976

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

2 Comments

  1. Buku puisi lawas banget Mas, tahun segitu saya belum lahir pula. Tapi kerasa sekali aroma puisinya, dibanding puisi saat ini yang kental dengan rasa galau, patah hati, cinta-cintaan yg aneh, dan pura-pura kuat di keadaan sebalikny.

    Dan membaca puisi Tak Sempat, makin pahamlah kalo memahami puisi itu sukar. Di puisi tersebut, apa yang mau disampaikan penulisnya ya?

    1. Iya dulu saya nemu di pasar loak Jogja buku ini

      Di puisi Tak Sempat ya, pemberontakan yang tak kesampaian mungkin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *