Sajak Nizar Qabbani, Terjemahan Lepas M. Aan Mansyur

Lari-lari Kecil pada Pagi Hari

Kita memasukkan diri ke dalam barisan

seperti kawanan domba yang hendak disembelih.

Kita berlari, terengah-engah, ingin mencium

sol sepatu para pembunuh.

Mereka menculik anak Maryam

padahal ia masih bayi. Mereka mencuri

dari diri kita ingatan pohon-pohon jeruk,

dan aprikot dan rimbun semak mint,

dan lilin dari masjid-masjid.

Mereka meletakkan di tangan kita

sekaleng sarden bernama Gaza

dan sepotong tulang kering bernama

Yerikho. Mereka membiarkan kita

tumbuh sebagai tubuh tanpa tulang,

sepasang lengan tanpa jemari.

Setelah perselingkuhan rahasia yang basah

di Oslo, kita dilanda kekeringan.

Mereka memberi kita tanah air

yang lebih kecil dari sebiji gandum.

Tanah air yang akan kita telan tanpa air,

seperti sebutir aspirin.

Kita memimpikan perdamaian yang hijau

dan bulan sabit putih

dan laut biru.

Namun, kini, kita menemukan diri kita

cuma seonggok tinja.

*

Tuan Sultan

Jika ada yang menjamin keselamatanku,

jika aku mampu bertemu dengan Sultan,

aku akan mengatakan kepadanya: O Tuanku Sultan!

Anjing Tuan yang rakus merobek-robek jubahku,

mata-mata Tuan mengikutiku sepanjang waktu.

Mata mereka, hidung mereka, kaki-kaki mereka

mengejarku seperti takdir, seperti nasib.

Mereka menginterogasi istriku

dan menulis nama semua sahabatku.

Wahai, Sultan!

Karena aku berani mendekati dindingmu yang tuli,

karena aku mencoba mengungkapkan kesedihan

dan kesusahanku, aku dipukuli

dengan sepatu bututku sendiri.

Wahai, Tuan Sultan!

Engkau telah kalah perang dua kali

karena setengah dari orang-orang kita

tidak memiliki bahkan sepotong lidah.

 

*

 

Bahasa

Ketika seorang lelaki jatuh cinta,

kenapa ia harus memakai kata-kata?

Apakah para wanita mendambakan

kekasih mereka berbaring di dekatnya

sebagai ahli bahasa?

Aku tidak mengucapkan apa pun

kepada wanita yang aku cintai.

Aku memasukkan kamus-kamus

ke dalam koper dan melarikan diri

dari semua bahasa.

*

Percakapan

 

Jangan kausebut cintaku

seikat cincin atau gelang.

Cintaku adalah pengepungan.

Keberanian dan kemauan keras

yang bangkit dari kematian mereka.

Jangan kausebut cintaku

sebagai semata bulan.

Cintaku lebih hebat dari ledakan

cahaya.

*

 

Surat dari Bawah Laut

 

Jika engkau sahabatku,

bantu aku menanggalkanmu.

Atau, jika engkau kekasihku,

bantu aku menyembuhkan diri darimu.

Andai aku tahu lautan sedalam ini,

aku tidak akan menceburkan diri,

Andai aku tahu bagaimana aku berakhir,

aku tidak akan pernah memulai.

Aku mendambakanmu, maka ajari aku ketidakinginan.

Ajari aku mencabut akar cintamu dari kedalaman.

Ajari aku memadamkan kesedihan di mata

hingga cinta memutuskan bunuh diri.

Jika engkau seorang nabi,

bersihkan aku dari kutukan ini,

bebaskan aku dari ketiadaan iman.

Mencintaimu ibarat tak memeluk satu agama pun,

maka sucikan aku dari kehampaan ini.

Jika engkau kuat,

angkat aku dari dasar laut ini

karena aku tidak tahu berenang.

Ombak biru di sepasang matamu

menarikku ke palung paling dalam

biru

biru

seluruh biru

dan aku tidak memiliki pengalaman

mencintai dan tidak ada perahu

sama sekali.

Jika engkau mengasihiku

ulurkan lenganmu, rengkuh aku,

sebab aku dipenuhi nafsu

dari rambut hingga kuku-kuku

kakiku.

Aku bernapas dari sini, di bawah laut.

Aku tenggelam,

tenggelam,

tenggelam.

Cahaya Lebih Penting daripada Lampu

Cahaya lebih penting daripada lampu,

puisi lebih penting daripada buku catatan,

dan ciuman lebih penting daripada sepasang bibir.

Surat-suratku kepadamu

lebih agung dan lebih penting daripada kita berdua.

Lembaran-lembaran itu satu-satunya dokumen

di mana orang-orang kelak menemukan

kecantikanmu

dan kegilaanku.

*

Wahai,Kekasihku

Wahai, Kekasihku,

jika kau berada di sini, di puncak kegilaanku,

kau akan menyingkirkan semua perhiasanmu,

kau akan menjual habis gelang-gelangmu,

dan pulas tertidur di mataku.

*

Tentang Menyelami Lautan

 

Cinta, pada akhirnya, tiba juga

dan kita memasuki surga,

menyelusup

di bawah kulit air

seperti ikan.

Kita melihat mutiara laut berkilau

dan mata kita dipenuhi kekaguman.

Cinta, pada akhirnya, menimpa kita juga,

tanpa paksaan, dengan keinginan yang setara,

sebesar yang kuberi, sebesar yang kauberi,

dan kita merasa sama adil.

Cinta menyerahkan diri, pasrah,

seperti mata air yang terbit begitu saja

dari balik tanah.

 

*

 

Coretan-coretan Anak Kecil

 

Kesalahanku, kesalahan terbesarku,

Duhai, Putri bermata laut,

adalah mencintaimu

seperti seorang anak kecil mencintai.

Namun, kekasih paling mulia,

sesungguhnya, adalah anak kecil.

Kesalahan pertamaku

dan bukan yang terakhir

adalah hidup

di pusat keingintahuan

selalu siap terkesiap

bahkan oleh peralihan sederhana

kelam dan terang. Malam dan siang.

Dan menyediakan diri kepada setiap perempuan

yang aku cintai untuk memecahkan diriku

menjadikanku ribuan serpihan,

mengubahku jadi kota terbuka dan terluka,

dan meninggalkanku di balik punggungnya

sebagai kepulan debu.

Kelemahanku adalah melihat dunia

dengan pikiran anak kecil.

Dan, sungguh, kesalahanku adalah menyeret cinta

keluar dari gua, melepaskannya ke udara,

memugar dadaku jadi gereja

yang menerima semua pecinta.

*

Cintamu adalah Sekolahku

Cintamu mengajariku bagaimana cara berduka,

dan selama berabad-abad yang sungguh kucari

adalah perempuan yang mampu membuatku bersedih.

Aku membutuhkan seorang perempuan

yang membuatku menangis di bahunya seperti seekor burung.

Aku membutuhkan perempuan yang mau mengumpulkan

serpihan diriku seperti mengumpulkan pecahan-pecahan kaca.

Cintamu, Duhai Perempuanku, mengenalkanku kebiasaan buruk

paling buruk, mengajariku meminum ribuan gelas kopi setiap malam,

mengajakku ke laboratorium mengamati bahan-bahan kimia,

memaksaku mengunjungi dokter dan para peramal,

Cintamu mengajariku meninggalkan rumah

menelusuri ruas-ruas jalan, mencari wajahmu

di benang-benang hujan dan lampu-lampu kendaraan,

mengamati pakaianmu di tubuh orang-orang yang tak kukenal,

mencari senyummu di poster-poster dan iklan-iklan koran.

Cintamu mengajariku mengembara, mencari model rambut

yang membuat semua perempuan gipsi cemburu, mencari

wajah dan suara yang lebih indah dari seluruh wajah dan suara.

Cintamu, Perempuanku, memasukkanku ke dalam kesedihan,

kota yang tidak pernah kudatangi sebelum menemukanmu.

Aku tidak tahu, kesedihan adalah manusia itu sendiri.

Tanpa air mata, manusia hanya kenangan.

Bayangan belaka.

Cintamu mengajariku menggambar wajahmu dengan kapur

seperti seorang anak kecil. Di tembok-tembok kota, di dinding

perahu para nelayan, di lonceng-lonceng geraja, di patung-patung

Yesus.

Cintamu mengajariku bahwa cinta mampu mengubah peta waktu.

Cintamu mengajariku bahwa jika aku mencintai, bumi akan tertegun

dan lupa bagaimana cara perputar.

Cintamu mengajarkan kepadaku hal-hal yang tak masuk akal.

Aku membaca buku-buku dongeng. Aku memasuki kastil

para peri. Aku bermimpi mereka akan menikahkan aku

dengan putri Sultan. Duhai, sepasang mata itu, lebih bening

daripada mata air, lebih segar dari buah-buah delima.

Aku bermimpi jadi seorang pangeran dan menculiknya.

Dan aku bermimpi memberikannya seuntai kalung mutiara.

Cintamu, Wahai Perempuanku, mengajariku arti hayalan

dan kegilaan. Mengajariku bahwa hidup akan baik-baik saja

meskipun putri Sultan tidak pernah datang. Mengajariku

menemukan dan mencintaimu dalam hal-hal sederhana.

Di pohon-pohon musim gugur yang telanjang, di daun-daun

kering yang jatuh, di butiran-butiran hujan, di ketenangan kuil,

di tengah riuh kafe tempat orang mabuk, dalam malam-malam

senyap, dalam bergelas-gelas kopi hitam.

Cintamu mengungsikanku di kamar-kamar hotel murah tak bernama,

di gereja-gereja tak bernama, di rumah-rumah kopi tak bernama.

Cintamu mengajariku bagaimana malam dipenuhi kesedihan

orang-orang asing. Mengajariku melihat Beirut sebagai perempuan,

kekejaman godaan sebagai perempuan, memasangkan gaun

paling indah yang dia punya ke tubuh setiap malam,

dan menumpahkan parfum ke dadanya.

Cintamu mengajariku menangis tanpa air mata.

Mengajariku menidurkan kesedihan, seperti anak kecil

dan kakinya yang kelelahan berjalan dari Rouche ke Hamra.

Cintamu mengajariku bagaimana cara berduka,

dan selama berabad-abad yang sungguh kucari

adalah perempuan yang mampu membuatku bersedih.

Aku membutuhkan seorang perempuan

untuk membuatku menangis di bahunya seperti seekor burung.

Aku membutuhkan perempuan yang mau mengumpulkan

serpihan diriku seperti mengumpulkan pecahan-pecahan kaca.

*

Ketika Aku Mencintai

 

Ketika aku mencintai,

aku merasa akulah penguasa waktu,

aku pemilik bumi dan segala sesuatu di atasnya,

dan aku menunggang kuda dan melaju

menuju matahari.

Ketika aku mencintai,

aku adalah lelehan cahaya,

kasat mata, dan puisi di buku catatanku

tumbuh jadi taman bunga paling indah.

Ketika aku mencintai,

air mengalir dari sela jari-jariku,

rumput tumbuh di lidahku,

Ketika aku mencintai,

aku menjadi waktu di luar seluruh waktu .

Ketika aku mencintai seorang wanita,

semua pohon, tanpa alas kaki,

berjalan ke arahku.

*

Ketika Aku Mencintaimu

Ketika aku mencintaimu,

bahasa baru terbit seperti mata air,

kota baru, negara-negara baru, ditemukan .

Jam dinding bernapas seperti anak-anak anjing.

Gandum tumbuh di halaman-halaman buku.

Burung-burung berlepasan dari matamu

seperti lelehan madu. Serombongan kafilah

datang dari dadamu membawa ramuan India.

Buah-buah mangga berjatuhan dari dahan,

hutan terbakar, dan gendang-gendang Nubia

tak henti menyeru para penari.

Ketika aku mencintaimu,

sepasang payudaramu melepaskan rasa malu,

berubah menjadi petir dan gelegar guntur,

sebilah pedang, dan badai pasir yang hebat .

Ketika aku mencintaimu,

kota-kota Arab bangkit dan meneriakkan

perlawanan terhadap zaman penindasan,

menumpahkan kemarahan kepada hukum

yang menganiaya suku-suku tertentu.

Dan aku, ketika aku mencintaimu,

aku ikut berbaris melawan semua kejahatan,

melawan pengusaha yang menimbun garam,

melawan penguasa yang mengubah gurun

jadi kebun sendiri.

Dan aku akan terus mencintaimu

hingga banjir bandang itu datang,

Aku akan terus mencintaimu

hingga banjir bandang itu datang

menghapus dunia.

*

Pada Musim Panas

Pada musim panas,

kubawa diriku ke pantai

berbaring dan memikirkanmu.

Kutumpahkan ke dada laut

seluruh perasaanku kepadamu.

Laut akan menanggalkan pantai,

meninggalkan karang-karang,

kerang-kerang, juga ikan-ikan,

dan berjalan mengikutiku pulang.

 

*

 

Kekasihku Bertanya Kepadaku

Kekasihku bertanya kepadaku:

“Apa bedanya aku dengan langit?”

Perbedaannya, Sayang,

adalah jika kau tertawa,

aku lupa apa itu langit.

*

Puisi tentang Laut

Di pelabuhan biru matamu

berembus hujan dan kilau suar

ibarat suara-suara yang merdu.

Matahari gemetar dan layar

melukis perjalanan mereka

ke keabadian.

Di pelabuhan biru matamu

lautan terbuka seperti jendela.

Burung-burung datang dari jauh,

mencari pulau-pulau yang tiada

dalam peta.

Di pelabuhan biru matamu

salju jatuh menyelimuti bulan Juli.

Kapal sarat dengan bebatuan mulia

tumpah ke laut dan tidak tenggelam.

Di pelabuhan biru matamu

aku menyusur pantai bagai anak kecil.

Menghirupembuskan aroma garam

dan memulangkan burung-burung

yang kelelahan ke sarang.

Di pelabuhan biru matamu

karang bersenandung pada malam hari.

Siapa gerangan yang menyembunyikan ribuan puisi

ke dalam lembaran buku tertutup di matamu?

Andai saja, andai saja aku seorang pelaut,

andai saja ada seorang memberiku perahu,

aku akan menggulung layarku setiap malam

dan bersandar di pelabuhan biru

matamu.

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *