Resensi Buku Puisi Lagu Tidur Karya Ama Achmad

Penulis: Ama Achmad
Penerbit: Gramedia, 2022
Kategori: Puisi
ISBN: 9786020662527
SKU: BRD14986
Dimensi: 13×20 cm l Softcover 
Tebal: 96 hlm l Bookpaper 

Lagu tidur adalah buku puisi kedua Ama Achmad yang diterbitkan di Gramedia Pustaka Utama setelah Keterampilan Membaca Laut. Saya berkesempatan berbincang santai dengan Ama Achmad tentang beberapa hal di buku ini dan beberapa hal lain mengenai perjalanan kepenyairannya.

Seperti judulnya, Lagu Tidur memiliki benang merah dari segi tema, terkait “Tidur”. Tidur bisa diartikan sebagai kematian, bisa juga diartikan sebagai peristirahatan, sebagai sebuah jeda bagi manusia. Kenyataannya, banyak manusia yang kesulitan untuk tidur. Beban hidup, beban pikiran terlalu banyak sehingga membuat kita tidak mampu memejamkan mata.

Maka, lahirlah lagu tidur. Bahkan sejak kita kecil, lagu tidur banyak diperkenalkan sebagai pengantar atau pun sebagai sarana untuk menenangkan diri dan percaya segala sesuatunya akan menjadi lebih baik setelah tertidur.

Diksi-diksi seputar tidur ramai menghiasi puisi-puisi di buku ini. Seperti malam. Seperti mimpi. Seperti kopi.

Barangkali mimpi terlalu jauh;
pernah kulihat bianglala berputar
seperti di pasar malam;
namun ada yang tiba-tiba mencekikku.

Barangkali mimpi terlalu jauh;
pernah kulihat awan-awan tumbuh
di halaman seperti taman;
namun ada yang tiba-tiba menguburnya.

Barangkali mimpi terlalu jauh;
seseorang pernah berucap, “Jangan sedih,”
seperti adegan sebuah film;
namun ada yang tiba-tiba mematikan tombolnya

Apa yang menjadi unik dari Ama Achmad, dari hasil pembacaanku, adalah hal-hal di dalam puisi begitu nyata. Aku dengan mudah dibawa masuk ke dalam suasana batinnya. Tak dapat dielakkan perasaan demi perasaan yang dihadirkan menyentuhku.

Sebenarnya hal-hal tersebut akan menarik dihubungkan dengan hal-hal di luar puisi, dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan Ama. Seperti pengakuan Ama di dalam video, ia memang terkena depresi dan masih rutin berkonsultasi dengan psikolog. Aku pribadi tak berani menggali lebih jauh tentang itu karena… karena apa ya, takut aja.

Keuletan Ama dalam meramu puisi pun patut dihargai. Ia mengatakan puisi selalu membutuhkan waktu untuk menjadi utuh. Dan itu terlihat dari puisi-puisinya yang memang direnungkan secara matang.

Aku pribadi tak ragu menyebut Ama Achmad sebagai salah satu penyair perempuan yang kukagumi. Ia memiliki kealamian sebagai penyair itu.

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *