Seorang penyair dari Jawa Barat mengirimiku pesan minggu lalu. “Pring, jalan yuk!” katanya sambil mengunggah foto sebuah air terjun di instagram. Curug itu adalah Curug Cibareubeuy.
Dia tahu aku punya hobi jalan-jalan dan kami sudah lama berwacana mau menjelajah tempat wisata di sekitar Bandung sejak ia tahu aku telah pindah ke Bandung. Baru Kamis lalu wacana itu terealisasi. Gokilnya, kami sama-sama tidak tahu dan belum pernah ke tempat yang ingin kami tuju.
“Pokoknya mah di Subang banyak air terjun. Kita ke sana saja,” ujarnya.
Baca Juga: Curug Bugbrug di Bandung Barat
Melewati Lembang, sambil googling kami kemudian memutuskan akan ke Curug Cibareubeuy. Dari jalan utama, kami berbelok ke Jalan Sari Ater. Tidak tergoda untuk mandi air panas di Sari Ater, kami meneruskan perjalanan hingga Desa Cibeusi. Motor diparkirkan di tempat penitipan. Kemudian kami berjalan kaki. Jaraknya sekitar 4 kilometer.
Aku sebenarnya agak bergidik mendengar angka 4 kilometer itu. Maklum, aku baru saja sembuh dari asma pagi itu. Malamnya saja suara tikus masih menghinggapi dadaku. Tapi, sembari meyakinkan diriku, aku pasti bisa menempuh perjalanan ini.
Ada dua jalur jalan untuk menuju Curug Cibareubeuy. Jalur pertama langsung naik ke bukit, melewati hutan. Dan jalur kedua, melewati persawahan dengan jalan meniti di pematang, meloncat dari batu ke batu. Kami memilih jalur kedua dengan alasan medan dan situasi. Musim penghujan akan membuat tanah lebih becek dan licin. Jalur yang lebih banyak mendaki akan lebih sulit dilalui. Kemudian situasi lebih aman di persawahan karena banyak petani. Kalau ada apa-apa bisa langsung bertanya ke petani ataupun meminta bantuan mereka.
Belum separuh perjalanan, napasku sudah ngos-ngosan. Beberapa kali kami beristirahat, duduk d atas batu dan bertanya, “Masih jauh nggak sih?” Sampai kemudian sebuah pemandangan membuat semangat. Air terjun itu terlihat dari kejauhan. Di sini, saya meresapi satu hal. Apabila kita menetapkan sebuah tujuan ataupun sebuah visi, tujuan/visi tersebut selain terukur juga harus dapat terlihat. Jika setiap kita mampu melihatnya, dengan rela dan semangat kita akan menuju Curug Cibareubeuy.
Setelah melalui areal persawahan, kami mulai memasuki hutan. Sebelumnya kami sempat bertanya ke petani, masih berapa jauh. Petani itu menjawab dekat, tinggal satu tanjakan lagi. Dan tanjakan yang dimaksud sungguh terlalu. Hampir saja aku berangkat nekat memakai sandal jepit tapi urung. Jika aku pakai sandal jepit, tentu aku tak akan mampu mengatasi tanjakan seperti ini. Terjal dan licin sekali.
Sesampainya di ujung tanjakan, kami menemukan sebuah saung. Seorang lelaki tua menyapa kami. Kami ditawari air nira hangat dan tentu tawaran itu kami terima. Segelas kami membayar 5000 saja dan merasakan kealamian tiada dara, pengembali tenaga yang telah terkuras sepanjang perjalanan. Sambil menyeruput wedang, Si Bapak bercerita ternyata hidup terpisah dari keluarganya. Di sini ia punya 6 batang aren. Dari tiap aren itu dalam satu hari menghasilkan sekitar sepuluh gelas. Sehari-hari, ia membuat gula aren dari nira yang dipanennya.
Setelah wedang tandas, kami melanjutkan perjalanan. Hanya sekitar 10-15 menit kemudian, kami sampai ke tujuan. Suara gemuruh air terjun mulai terdengar dan senyum merekah di bibirku. Tiket masuknya Rp10.000,- saja. Dan itu harga yang sangat murah dibandingkan pemandangan yang disajikan di Curug Cibareubeuy.
Curug Cibareubeuy tingginya sekitar 70 meter. Dan yang kuingat dari setiap air terjun yang kutemui adalah pelajaran ketika SD. Setiap bicara energi potensial, maka buku pelajaran selalu menyebut air terjun. Ketinggian air terjun memberikan energi potensial pada air. Sekian persen dari energi air tersebut bisa diubah menjadi energi listrik.
Aku duduk di atas batu di dekat air terjun dan merenung. Sementara temanku sudah asik nyemplung di bawah air terjun. Di organisasi tempatku bekerja, Kementerian Keuangan, tengah terjadi Transformasi Kelembagaan. Dari sisi struktur organisasi, akan ada banyak perubahan. Misalnya, Pajak dan Bea Cukai tak lagi berada di Kemenkeu dan menjadi Badan terpisah yang berada di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian, penggabungan beberapa unit eselon I untuk menajamkan fungsinya. Dan banyak pegawai yang belum siap berubah. Aku pikir, hal itu disebabkan karena mereka belum mampu melihat tujuan, tidak memahami jalan ke tujuan, atau jangan-jangan belum memahami posisi saat ini.
Sementara bagi rakyat, mungkin tak mau tahu menahu soal perubahan yang akan terjadi. Tapi rakyat yang kian kini kian kepo harusnya dapat diperlihatkan produk-produk, output-output dari kegiatan yang sudah dilakukan dan sedang akan dilakukan oleh organisasi. Ada banyak hal indah seperti air terjun Cibareubeuy dalam sebuah perubahan itu. Misalnya saja, sawah-sawah yang kulewati tadi. Mereka adalah sawah-sawah para kelompok tani. Para kelompok tani kerapkali menjadi tujuan dari belanja bantuan sosial atau belanja barang yang diserahkan ke masyarakat, seperti skripsi yang kini tengah kukerjakan, yang objeknya adalah anggara irigasi tersier di Jawa Barat. Karena perubahanlah, sekarang, penyaluran belanja itu langsung ke rekening penerima (kelompok tani), tidak perlu melalui bendahara dinas terkait. ketat dan diawasi pula sehingga secara mekanisme seharusnya uang itu diterima utuh oleh petani, tanpa ada yang memotong.
Perubahan yang dilakukan saat ini tentu saja adalah untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam rangka pelayanan publik. Dengan begitu, kupikir, aku akan dapat membantah Mochtar Lubis suatu saat nanti. Kukatakan bahwa ada lho orang-orang yang menjadi PNS dengan niatan pengabdian. Orang-orang inilah yang ketika meninggikan kualitas dirinya, meninggikan tingkat kinerjana akan menjadi energi potensial bak air terjun itu.
Selepas termangu di atas batu dan takut kesambet, aku pun akhirnya turut membuka maju dan nyemplung ke bawah air terjun demi merasakan air-air yang jatuh itu memijat tubuhku. Sebelum akhirnya hujan datang dan dengan cekatan kami ngacir dari curug dan menyantap semangkuk mie yang dijual oleh Abah Ocid, pemilik Kampung Senyum yang menyediakan tempat untuk para musafir di sekitar curug Cibareubeuy.
(2016)
Seru sekali pengalaman berkunjung ke air terjun ya. Lelahnya tubuh saat perjalanan, terbayar dengan segarnya air terjun dan pemandangan sekitarnya yg indah
euleuh.. mani wararaas nya eta curug. Alamna endah pisan tur arariuh. Serasa ikut jalan-jalan ke curug nih. Kapan ya bisa ke Bandung? Hihi
Selalu suka dengan curug alias air terjun. Anak-anakku juga suka banget kalau diajak wisata alam ke tempat seperti ini. Kayanya lokasinya cukup aman untuk bawa anak-anak ya… dicatat dulu aah dalam traveling bucket list. Memang kalau di bawah air terjun itu selalu ada muncul obrolan-obrolan di kepala yang tak biasa. Namun yang utama sih mengagumi kebesaran Tuhan untuk semestaNya yang luar biasa.
Aku baru tau beberapa hari yang lalu kalau curug itu artinya air terjun hehe. Kayaknya di Jawa Barat banyak wisata alam ya, terutama wisata air. Kalau mau traveling nanti harus dimasukin ke list semua nih. Sayang banget kalau dilewatkan.
Saya suka curug, Mas Pring. Tapi baru beberapa yang saya datangi. Itu pun baru sekitar kebumen. Nah, pernah ada teman mampir ke postingan curug di blog saya, dia komen, Mas Bambang suka curug, kolaborasi saja sama Mas Pring.
Hayyya.. ternyata Mas Pring penjelajah curug. Jalan yuk, Mas hahaha.
Dan curug Cibareubeuy (susah juga namanya hehehe) keren sekali ya, Mas. Memang wajib buat nyemplung kalau ke sana. Semoga segera bisa menjelajah curug keren ini.
Ohmy, jauh juga 4km menuju curug, kudu udah sarapan duluu 😀 tp seger ya lewat pesawahan gitu, selain alamnya indah dipandang juga ada kehidupan interaksi dengan manusia, seru sekali perjalanannya 😀
Murah banget Mas 10 ribu aja udah bisa menyaksikan pemandangan superindah kaya gitu. Udah lama nih ga ke air terjun. Terakhir ke curug di Pekalongan tahun 2017, wah berkesan banget. Lihat air terjun bebas dan segar pisan. Ditambah makanan lokal yang khas dan murah meriah, aduhai banget memang wisata di Indonesia. Ga ada habisnya dan keren-keren. Semoga sehat selalu ya Mas Pring, bisa jalan terus dan hepi terus!
Seru banget nih melakukan perjalanan ke Curug indah ini, lewat sawah2 dan pemandangan hijau. Meski lelah, worth it lah. Aku baru tahu ttg Curug ini, bagus jg ya… Semoga kapan2 bisa main juga kesana…
Rakyat yang kini kian kepo. Hehe…. Aku juga dong. Tapi kepo positif lah. Kita kan pengen tahu kebijakan pemerintah, apalagi yang langsung menyentuh hajat hidup orang banyak. Aku sampai follow banyak akun medsos pemerintah. Biar dapat informasi dari sumber tepercaya. 🙂
Berakhir dengan semangkuk mie.
Kisah perjalanan yang kali ini sungguh menyenangkan. Senang sekali karena sepanjang membaca, bukan cuma cerita dan foto tentang cantiknya Curug Cibareubeuy tapi juga tentang tujuan. Terima kasih banyak atas kisahnya, Kak Pring.
Maa syaa Allaah pemandangan curugnya indah sekali. Pemandangan yang dilalui untuk bisa sampai ke sana juga tak kalah indah ya. Baca postingan ini kayak jalan-jalannya baru terjadi saja ternyata ini catatan perjalanan udah dari 2016 ya.
MasyaAllah, indah sekali ini curugnya, air terjunnya yakin deh bikin mupeng ingin ikutan nyemplung juga.
oalaahh, Bea Cukai itu sekarang jadi punya Badan sendiri ya, beneran baru tahu. Ada teman yang disana juga.
Ahhh rindu lan jalan dehh sehabis dilihatin Curug Cibareubeuy nya. Dan sebuah filosofi yg sangat menendang dari energi potensial tsb hehehehe.
Beneran perjuangannya terbayarkan dengan keanggunan air terjunnya mas. Mana itu persawahannya asri banget dehh, apalagi kalau sebelum masa panen padi. Pasti hijau rindangnya kelihatan. Kalau habis panen jadinya kurang gimana hehe. Momennya pas banget
BTW TFS ya mas