Kumpulan kutipan terbaik Pramoedya Ananta Toer itu merupakan kutipan kata-kata terbaik dari novelnya seperti Bumi Manusia, Arok Dedes, dan Bukan Pasar Malam.
Laut tetap kaya takkan kurang, cuma hati dan budi manusia semakin dangkal dan miskin.
Pramoedya Ananta Toer, Gadis Pantai
Manusia yang wajar mesti punya sahabat, persahabatan tanpa pamrih. Tanpa sahabat hidup akan terlalu sunyi.
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
Tak pernah aku mengadili tanpa tahu duduk perkara.
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
Sebagai orang beragama, tidak layak memungkiri janji, tidak layak berkhianat. Islam tidak mengajarkan dan mewajibkan pengkhianatan pada rakyat dan sesamanya.
Pramoedya Ananta Toer, Sekali Peristiwa di Banten Selatan
Apabila rumah itu rusak, yang menempatinya pun rusak.
Pramoedya Ananta Toer, Bukan Pasar Malam
Pada dasarnya manusia adalah hewan yang paling membutuhkan ampun.
Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
Sia-sianya dunia ini kalau untuk meningkatkan satu orang yang lain mesti diinjak.
Pramoedya Ananta Toer, Larasati
Orang itu membutuhkan air dalam hidupnya.
Pramoedya Ananta Toer, Bukan Pasar Malam
Dan dengan langkah berat pergilah aku meninggalkan rumahsakit itu; rumah tempat orang yang tak bebas mempergunakan tubuh dan hidupnya.
Pramoedya Ananta Toer, Bukan Pasar Malam
Berkhianat pada revolusi ini berarti berkhianat pada diri sendiri, pada publik yang membayarnya.
Pramoedya Ananta Toer, Larasati
Kudekati ranjang ayahku, kuraba kakinya yang kering. Hatiku tersayat. Bukankah kaki itu dulu seperti kakiku juga dan pernah mengembara ke mana-mana? Dan kini kaki itu terkapar di atas kasur ranjang rumahsakit. Bukan kemauannya. Ya, bukan kemauannya. Rupa-rupanya manusia ini tak selamanya bebas mempergunakan tubuh dan hidupnya. Dan kelak begitu juga halnya dengan kakiku.
Pramoedya Ananta Toer, Bukan Pasar Malam
Masak sama-sama orang segan-menyegani – Pak Komandan
Pramoedya Ananta Toer, Sekali Peristiwa di Banten Selatan
Hidup ini Anakku, hidup ini tak ada harganya sama sekali. Tunggulah saatnya, dan kelak engkau akan berpikir, bahwa sia-sia saja Tuhan menciptakan manusia di dunia ini.
Pramoedya Ananta Toer, Bukan Pasar Malam
Pramoedya Ananta Toer, Bukan Pasar Malam
Di daerah kami yang miskin, jarang orang berani membuat sumur. Dan di daerah kami yang kering, sumur adalah pusat perhatian manusia dalam hidupnya di samping beras dan garam. Karena itu, sekalipun pembuatan sumur itu atas ongkos sendiri, akhirnya dia menjadi hak umum. Orang yang membuat sumur adalah orang yang berwakaf di tempat kami. Dan bila orang memiliki sumur di daerah kami, dia akan mendapat penghormatan penduduk: sedikit atau banyak. Dan kalau engkau punya sumur di sini, dan sumur itu kau tutup untuk kepentingan sendiri, engkau akan dijauhi orang dan dicap kedekut.
Sapi-sapi perah Nyai dalam mempersiapkan diri jadi sapi perah, sapi penuh, sapi dewasa, membutuhkan waktu hanya tiga sampai empatbelas bulan. Bulan! Manusia membutuhkan belasan, malah puluhan tahun, untuk jadi dewasa, manusia dalam puncak nilai dan kemampuannya. Ada yang tidak pernah jadi dewasa memang, hidup hanya dari pemberian seseorang atau masyarakatnya; orang-orang gila dan kriminil. Mantap-tidaknya kedewasaan dan nilai tergantung pada besar-kecilnya dan banyak-sedikitnya ujian, cobaan–si kriminil dan si gila itu–tidak pernah dewasa. Dan sapi hanya tiga atau empatbelas bulan persiapan–tanpa cobaan, tanpa ujian.
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
Baca Juga: Kutipan Terbaik Okky Madasari
Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.
Berterimakasihlah pada segala yang memberi kehidupan.
Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?
Kalian mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.
Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang-orang lain pandai.
Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.
Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.
Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit.
Hidup sungguh sederhana. Yang heba-hebat hanyalah tafsirannya.