Memainkan Seni Peran dalam Perubahan

IMG-20160726-WA0024
Tak ada yang mengira, Selasa (26/07) lalu, Bambang Brodjonegoro menyempatkan diri untuk menyapa para Duta Transformasi Kelembagaan di Keuangan. Pada kesempatan itu beliau seakan mengaminkan Sun Tzu yang mengatakan kekalahan perang bisa terjadi karena satu paku kecil. Karena satu paku kecil tanggal, tapal terlepas. Karena tapal terlepas, kuda tak bisa berlari. Karena kuda tak bisa berlari, pesan tak bisa dikirimkan. Pesan tak terkirim itulah yang kemudian menyebabkan kekalahan peperangan. “Perubahan dimulai dari sesuatu yang sederhana dan membutuhkan detail,” ujar beliau. Tak ada yang menyangka pula bahwa hari itulah hari terakhir Pak Bambang menyapa kami karena keesokan harinya, Sri Mulyani kembali ke Indonesia dan menggantikan beliau sebagai Menteri Keuangan.

Transformasi Kelembagaan adalah suatu keniscayaan. Organisasi butuh berubah untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para pemangku kepentingan, terutama masyarakat. Ada 5 hal yang menjadi acuan dalam perubahan ini, yakni:
1. Memperkuat budaya akuntabilitas yang berorientasi outcome
2. Merevisi model operasional, merampingkan proses bisnis, mempercepat digitalisasi pada skala besar.
3. Membuat struktur organisasi lebih fit and purpose dan lebih efektif.
4. Menghargai, mengembangkan dan memberdayakan SDM.
5. Menjadi lebih proaktif dalam menciptakan terobosan nasional.

Tentu, kelima hal tersebut bukan hal yang serta-merta dapat diwujudkan. Setiap perubahan kerap membutuhkan pengorbanan dan akan terjadi penolakan-penolakan.

Mengingat Mary Parker Follet, manajemen adalah seni. Perubahan membutuhkan manajemen perubahan—yang diartikan sebagai upaya mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan dari proses penyesuaian yang berkelanjutan antara organisasi dengan pemangku kepentingan. Hal ini dilakukan akan pengorbanan dan segala eksternalitas yang negatif dapat diminimalisasi.

Peran duta sendiri dari asal katanya dikaitkan dengan kata duty yang berarti kewajiban. Dalam perannya, duta direlevansikan dengan kata messenger atau pembawa pesan. Di dalam analogi Sun Tzu, para duta adalah penunggang kuda yang mengirimkan pesan. Tak cukup hanya itu, penunggang kuda harus memeriksa kudanya, bahkan paku di tapal kudanya. Kata messenger juga dapat ditautkan kepada kenabian. Ia menyampaikan wahyu sekaligus menjadi role model dari hal yang ia sampaikan. Sebelum itu, ia sudah lebih dulu menganalisis kondisi sosial-kemasyarakatan dan memprediksi akibat dari yang ia sampaikan.

Maksudnya adalah tugas seorang duta yang pertama adalah mengenali masalah. Duta memahami proses bisnis dan mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di dalamnya. Barulah kemudian memikirkan solusi untuk mengatasi masalah tersebut.

Kritik yang terjadi atas duta selama ini adalah duta tampak hanya bersifat seremonial. Perubahan yang didengung-dengungkan organisasi pemerintah juga demikian. Begitu peresmian dilakukan, selesai. Di lapangan kita banyak menyaksikan hal demikian seperti rencana pemindahan terminal untuk mengurai kemacetan, malah terminal yang baru dibangun ditinggalkan oleh angkutan umum. Atau adanya ide untuk memperbaharui konsep rumah pemotongan hewan—sudah dibangun tempatnya, tapi malah tidak digunakan, padahal sudah diresmikan.

Itulah yang dimaksud dengan akuntabilitasi berorientasi outcome. Perubahan yang dilakukan Kementerian Keuangan menghasilkan manfaat bahkan dampak yang dirasakan langsung oleh masyarakat.

IMG_20160726_095407

Selama Transformasi Kelembagaan berjalan, sudah banyak perubahan yang dilakukan yang mempunyai outcome itu. Salah seorang duta, Andika Prasetya, di tengah keterbatasannya di kota kecil bernama Pelaihari, memikirkan cara untuk berbagi informasi ke satuan kerja. Ia membuat sebuah web tutorial peraturan hingga aplikasi terkait pekerjaan yang kemudian diakses oleh seluruh satuan kerja di Indonesia. Kantor Bea Cukai di Sabang juga melakukan perubahan dalam menyederhanakan proses pelayanannya. Mereka mampu memangkas proses izin bersandar dari yang tadinya 1-2 hari menjadi 60 menit. Hal ini menggali potensi penerimaan negara dari kapal-kapal yang akan bersandar di Sabang. Sebelumnya, hanya 15 kapal per tahun dari total 50.000 lebih kapal yang melalui Selat Malaka. Kini, angka itu sudah meningkat menjadi lebih dari 60 kapal di semester I.

Untuk skala besar, inisiatif-inisiatif perubahan pun telah dilakukan oleh tiap-tiap eselon 1 di Kementerian Keuangan. Di Bea Cukai, telah dilaksankan Lab Stakeholder eksternal untuk mengurangi waktu impor. Desember 2014, dwelling time 5,69 hari turun menjadi 4,29 hari per Februari 2016. Pengelolaan kas dengan Treasury Dealing Room di Perbendaharaan telah menghasilkan sekitar 33,4 M hanya dalam waktu 4 bulan. Di Perpajakan, implementasi E-Filling telah mencapai target lebih dari 7 juta pengguna dalam tahun pertama.

Perubahan-perubahan yang dilakukan itu nyata dan memberikan manfaat. Pun secara aktif, Kemenkeu terus melakukan terobosan-terobosan baru yang akan memacu perubahan-perubahan lain yang dilakukan oleh Kementerian Lembaga yang lain. Dengan demikian, wajah birokrasi yang kerap dinilai negatif oleh masyarakat itu dapat berubah menjadi baik. Hanya dengan kebaikan birokrasilah, negara dapat menjalankan pemerintahan untuk mencapai tujuan-tujuan negara.

(2016)

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *