Sejarah Hukum Keuangan Negara

Apakah Hukum Keuangan Negara itu? Pertanyaan ini yang menjadi pertanyaan pertama saat aku dipindahkan ke Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum. Pelan-pelan aku memahami jawaban itu yang menjadi salah satu titik dari garis panjang bernama Sejarah Hukum Keuangan Negara.

Secara sederhana, kalau ditanya Hukum Keuangan Negara, kita akan menyebut Paket Undang-Undang Keuangan Negara yang terdiri dari UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Namun, apa makna dari ketiga undang-undang tersebut? Kenapa kok setelah Indonesia merdeka, baru 58 tahun kemudian, undang-undang bidang keuangan negara itu terbentuk?

Padahal, amanat itu ada dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat 4 yang menyebutkan bahwa Hal Keuangan Negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.

Tentu saja itu berada di luar jangkauan mengingat kondisi politik pada masa sebelum reformasi, ya begitulah. Namun setelah reformasi, urgensi UU Keuangan Negara itu makin dirasakan. Terlebih dengan berlakunya Undang-undang No. 2 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

Kembali ke pertanyaan awal, apakah Hukum Keuangan Negara itu?

Sebelum lahirnya UU Keuangan Negara, kita memakai ICW dan peraturan perundangan lain yang merupakan peninggalan pemerintahan kolonial, yang hanya memuat kaedah hukum administrasi negara. UU Keuangan Negara sendiri mencakup bidang dan aspek yang lebih luas yang tidak hanya persoalan administrasi negara, tetapi juga kaedah hukum tata negara karena meliputi hak-hak dan kewajiban-kewajiban pokok negara serta hubungan antara lembaga negara dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Baca Juga: Keuangan Negara dalam Kacamata Tata Negara

Maka, sungguh mengeherankan, ketika kini ada sejumlah ahli yang dipercaya otoritas ingin menyempitkan Hukum Keuangan Negara semata hanyalah persoalan administrasi negara.

Bakda reformasi, Indonesia telah memilih desentralisasi. Ada banyak cerita tentang kenapa desentralisasi itu terjadi. Di antaranya tekanan asing dan berbagai ancaman terhadap keutuhan NKRI. Berkat kejeniusan Habibie, saat itu kita bisa mengelak dari “paksaan” perubahan ke negara federal dan tetap sebagai NKRI dengan desentralisasi itu. Meski cost-nya kini, efek sampingnya, lahir raja-raja kecil di daerah… yang lucunya kebanyakan masih menyusu ke Pemerintah Pusat. Dari sisi politik kesatuan, bisa jadi hal tersebut “disengaja”agar ada ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat sehingga tidak ada niat untuk lepaskan diri dari NKRI.

Itu hanya intermezzo. Yang ingin saya katakan adalah, desentralisasi itu juga mewujud pada Hukum Keuangan Negara sehingga (salah satunya) lahirlah kuasa Bendahara Umum Negara di Daerah yang memiliki counterpart para Kuasa Pengguna Anggaran. Relasi ini yang kita kenal dengan KPPN dan satkernya.

Keberadaan KPPN di daerah itu bukan soal semata administrasi pembayaran, tetapi hadirnya negara dan implementasi dari desentralisasi. Ada hubungan antar entitas di sana yang tidak bisa serta merta dihilangkan begitu saja.

Persoalan “menganggap Keuangan Negara hanyalah Administrasi” ini menimbulkan permasalahan pelik manakala segala-gala ingin disentralisasi. Alasannya demi efisiensi. Mencontoh negara-negara maju yang memusatkan pembayarannya.

Padahal, ada yang luput dipahami bahwa tata negara di negara lain yang lebih maju itu berbeda dengan tata negara Indonesia. Kita tidak bisa serta merta membawa dan menanam apa yang dilakukan negara lain di negara kita.

Itu juga yang membuatku sempat bingung manakala melihat Omnibus Law. Semangat untuk menyederhanakan birokrasi itu malah menciderai tata negara yang sudah ada dengan memusatkan kewenangan yang ada di daerah. Apakah itu artinya… negara kita segera siap berubah tidak lagi bersemangatkan desentralisasi?

Baca Juga: Definisi Keuangan Negara

Tidak tahu. Ini hanyalah catatan sebelum tidur sambil membaca kembali sebuah buku bersampul hijau. Judulnya Prinsip Keuangan Negara dalam Paker Rancangan Undang-undang Bidang keuangan Negara yang dibukukukan pada Agustus 2001. Membaca buku ini, saya entah harus mengacungkan berapa jempol bagi para perancangnya. Daebak!

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *