Menyeberang Jembatan
aku ingin menceritakan apa yang mampu aku rasakan
ketika berjalan sendirian di jembatan. ibuku penasaran
kenapa aku senang melakukannya. dia tidak mengerti
waktu aku mengatakan: aku memperoleh kebahagiaan
dari yang getar gemetar di hatiku. seperti jatuh
cinta? tidak, ibu. dia diam dan aku merasa kalah.
perihal membosankan dan percuma selalu lebih mampu
menemukan kata-kata untuk mereka kenakan. bagi yang
setengah-setengah, dan bagi yang berdiri di tengah-
tengah, kata-kata semata jembatan yang seolah-olah ada.
di diriku ada banyak perihal yang terengah-engah tidak
mampu menyeberang ke jantung ibuku, terpaksa menjadi
rahasia, dan aku merasa bersalah.
*
sejak kecil aku sering pergi ke hutan. aku membisikkan
pikiran dan perasaanku yang merahasiakan diri dari tinta
kepada pepohonan, sebelum mereka ditebang dan
berubah menjadi pintu dan jendela, kursi dan meja, atau
buku-buku.
setiap kali ibuku terpekur di hadapan lemari, aku
mungkin ada di sana menemaninya. ketika ibuku
berusaha membuat dirinya cantik sekali lagi, barangkali
rahasiaku yang menggenggam cermin untuknya. jika
ibuku tidur memeluk diriny sendiri, aku berharap ikut
menopang rindu dan rubuhnya yang kesepian.
dan andai dia menerima surat dari suaminya, pikiranku
sungguh ingin bergetar di jari-jarinya, perasaanku
sungguh ingin basah oleh air matanya.
*
ibuku masa lampau. kenangan. dia selalu mampu
mengecup ingatanku, namun ingatanku kening yang
cuma mampu menunggu dikecup. kata-kataku selalu
ingin mampu menyentuh jantungnya, namun mereka
tidak punya jemari.
puisi ini sama belaka. sekumpulan kata, batang-batang
pohon, yang bermimpi menjadi rumah tanpa dinding.
semata memiliki jendela, pintu, dan sesuatu yang
memeluki keduanya. rumah yang menunggu pertanyaan-
pertanyaan ibuku datang memberi penghuni.
2012
Melihat Peta
hari ini kematiaan membisikkan perihal-perihal yang indah.
langit pagi yang perangainya tenang dan hangat telah
ditanggalkan. beruluran jutaan jalan kecil, kaki-kakinya
mekar jadi kembang api yang terbuat dari awan hitam.
aku ingin tiba-tiba seisi tubuhku tercuri. seseorang
menangis memasangkan pakaian berwarna sederhana
dan wewangian sambil membayangkan tuhan
menyambutku dengan riang.
kau, entah di mana, membaa catatan yang aku tulis, aku
kirim, dan terlambat tiba.
hari terakhirku jadi hari pertama bagimu. kesedihanku
terbakar menjadi abu. kau tumbuh menjadi pohon yang
pucuk-pucuknya hendak menyentuh kebiruan angkasa.
*
peta memberitahuku semua harta karun tersimpan di
jantung rahasia hal-hal yang hancur. kau menggantung
seperti sesuatu yang tak mampu aku namai – mimpi atau
kenangan. di kepalaku, kau cahaya yang disaring kaca
jendela berdebu. memasukiku sebagai jiwa yang
kelelahan.
nanti malam, aku tak mampu menutup mata jendela. akan
aku biarkan ia menatap mata bulan, tempat barangkali
kau menitip rahasia.
sementara yang menetap di luar aku, segalanya
dendanmu. memendam dendam, kata ibuku, seperti
meminum segelas racun dengan harapan membunuh
orang lain.
aku tak ingin mendengar kabar pemakamanmu. biar
tubuhku dan seluru isinya yang tercuri. hiduplah kau.
2012
Menonton Film
semesta di mana orang-orang bijak mabuk mengelilingi
meja kayu besi sambil membahas masa depan kita. udara
terbuat dari asap, aku dan kau merangkak di tanah seperti
ular sebelum kaki-kakinya hilang. langit pada musim-
musim tertentu jatuh seperti potongan-potongan jigsaw.
jutaan simbol matematika menggantung di kabel-kabel
telepon dan lampu-lampu jalan. bunga-bunga akan
memberi petunjuk ketika kita kehilanan arah.
semesta di mana waktu hanya ada di cangkir-cangkir teh.
kehidupan nyata ibarat dunia kartun dan kartun terlihat
seperti kehidupan nyata, dan keduanya adalah sepasang
tetangga yang tidak saling percaya. ingatan dikosongkan
setiap pukul 6 sore, seperti matahari tenggelam. untuk
diisi berita malam yang membicarakan keluarga kita.
semesta di mana kau dimakan singan dan aku
menunggumu di mulutnya memegang tanda bertuliskan
nama aslimu yang tidak pernah kautahu sebelumnya.
semesta di mana setiap kali kau menyentuh gelas dengan
tangan kosong kau merasakan bisikan yang
mendesahkan. lengan dan kaku tidak diperlukan
samasekali. kita bercinta dengan menuangkan cahaya ke
mata satu sama lain.
semesta di mana furnitur ia hewan-hewan peliharaan
kesayanganmu. botol-botol anggur diisi dengan kelopak-
kelopak bunga untuk disajikan kepada bayi kita yang
baru lahir.
semesta di mana setiap kali matahari terbit, di kepalamu
tumbuh salur-salur tumbuhan beracun. setiap kali
matamu berkedip, aku seperti mendengar gelegar petir.
semesta serupa yang kita huni kini, tetapi aku tidak
pernah ada di sana.
2012
Mendengar Radiohead
aku ingin belajar menangis tanpa air mata, perasan
perasaan-perasaan yang lembab. aku percaya ada perihal
semacam itu; peri yang memperindah hal-hal perih, batu
yang bertahan di alir sungai, atau badai yang lembut.
aku tahu ketelanjangan tempat bersembunyi bunyi yang
lebih nyaring daripada sunyi.
dan dalam setiap yang pecah ada keindahan, hal-hal yang
berhak dicahayai senyuman; persolin maha yang
membentur lantai ruang tamu, lampu taman yang mati,
daun-daun dan daun jendela yang jatuh, hati yang patah
dan perpisahan, atau rindu bayi-bayi yatim piatu.
aku lahir dari ucapan-ucapan ibu yang lebih banyak ia
kecupan dengan diam; berlari adalah kesunyian,
barjalan adalah kebalikannya. aku bertahan bertahun-
tahun berlari dalam kesunyian menuju kau. aku mau
menemukanmu, agar mampu berjalan menggandeng
tanganmu mengelilingi pagi yang hangat. atau
mengantarmu pulang, menyusuri gelap, dan dengan
sepenuh ketulusan aku ingin menjaga dirimu dari diriku.
ketulusan, panjang dan susah dinikmati sepenuhnya,
seperti musim. kejujuran, singkat dan tidak mudah
diduga, seperti cuaca. namun jika kau menginginkan
jarak, aku akan menjadi ketiadaan yang lengang. sebab
ingatanm sedekat-dekatnya keadaan aku. lebih dekap
dari pelukan sepasang lengan.
kesalahanku padang rumput yang hijau. seperti ternak,
aku ingin makan dan menjadi gemuk. M\menjadi potongan-
potongan daging yang membuatmu enggan tersenyum
seusai makan. menjadi lemak yang kau keluhkan dan
menghabiskan uangmu. sementara kebenaran semata
meseum yang tidak kita sadari. jika ada waktu, kau akan
mengunjunginya. namun kau terlalu sibuk melupakanku.
masing-masing kita adalah kumparan diri sendiri, orang
lain, dan bayangan yang setia. tidak ada kemurnian.
dalam pengingkaranmu akan aku, ada cinta yang akan
membuatmu bersedih suatu kelak.
sementara aku, aku tahu cara mengisi kekosongan adalah
menunggu. dunia ini dipenuhi keseimbangan-
keseimbangan. tepat ketika seorang melihat matahari
sore menutup mata. di tempat lain ada seorang menatap
dari jarak yang tidak kau ketahui. aku tersenyum
menghangatkan kesedihanmu.
2012
M Aan Mansyur lahir di Bone, Sulawesi Selatan 14
Januari 1982. Buku puisinya antara lain Aku Hendak
Pindah Rumah. (2008) dan Cinta yang Marah (2009). Ia
tinggal di Makassar.
PUISI KOMPAS, MINGGU, 6 JANUARI 2013