Puisi Nanik Srisunarni meramaikan jagat kepenyairan Indonesia. Ada jalan panjang yang harus ia tempuh di dalam jagat ini. Dan inilah salah satu jejak dalam perjalanannya. Kamu juga suka menulis puisi? Yuk, kirimkan tulisanmu!
Kulihat Kau Telah Menua
Dua puluh dua tahun telah berlalu
Menyisakan seberkas kenangan yang telah layu
Usang bersama bayang-bayang waktu yang mengisahkan cerita kaku
Tentang masa lalu kala itu
Di tempat itu
Kembali kutemukan puing-puing waktu
Luluh lantah berserakan di sudut ruang tamu yang semu
Di balik meja itu
Kujumpai lelaki tua renta duduk termangu
Memandang jarum waktu yang terus memburu
Pandangannya yang kosong mengabur menembus celah waktu
Ia hanya terdiam menyesali waktu yang begitu cepat berlalu
Keriput jari jemarinya mengusap tetesan air di sudut matanya yang sayu
Rindu yang menyesak di dadanya membuncah pilu
Menua Bersama Waktu
Kulihat kau telah menua
Di sudut jendela tua yang digerogoti waktu
Kau tampak menyipitkan mata, melotot agak lama
Rupanya kau sedang memandang waktu yang dengan kejam berlalu
Kau pun kembali merebahkan diri
Tepat di atas kursi yang tak kalah tuanya denganmu
Kaupejamkan mata perlahan dan disusul gerak dadamu yang kembang kempis saat bernapas
Sesekali terdengar suara dengkurmu yang dimakan waktu
Perlahan kau bangkit dari kursi tuamu
Berjalan terseok-seok mengelilingi waktu
Terlihat rekaman kenangan masa lalu di bola matamu
Namun sayang, kau tak lagi mampu menarik waktu
Hanya ada sesal demi sesal yang menyesakkan dadamu
Membuncah bersama gumamanmu yang meratapi waktu
Namun, inilah waktu
Yang telah menua bersamamu
Hatiku Telah Mati
Tetes hujan memecah malam yang sunyi
Memberi nada dalam senandung irama hati
Melambungkan angan yang kian mengebiri
Membuat diri kian terbelenggu dalam sepi
Di sini… rindu ini kian menjadi-jadi
Terbang bersama ingatan menelisik celah-celah memori
Me-recall kembali puing-puing ingatan yang kian menghampiri
Hingga membentuk secercah bayangan rasi setengah hati
Kini… bayangan itu merasuk ke dalam nurani
Memantik tetes air mata melintasi pipi ini
Dan aku mulai hanyut dalam perihnya luka di lubuk hati
Yang kian menusuk tiada henti
Cinta yang dulu telah kauberi
Kini luntur hancur lebur meleleh dari hati ini
Dan sirna diterpa angin malam yang begitu dingin tak terperi
Namun meninggalkan sebekas lara yang mencederai
Kau, yang dulu menjelma sebagai pujaan hati
Kini berubah menjadi sesuatu yang kubenci
Dan jangan berharap untuk singgah kembali
Karena hati ini telah kau buat mati
Kosong
Bisingnya klakson lampu merah menyadarkanku
Akan sesuatu yang hilang dari hari-hariku
Rasa sunyi nan sepi di tengah hiruk-pikuk jalanan kota
Yang menyesak dipenuhi asap knalpot yang mengudara
Tentang sebuah kekosongan ,
dan kehampaan yang dirundung nestapa
Menghanyut dalam lamunan kota yang penuh gambaran suram,
kelam
Semakin hanyut aku dalam lamunan
Mengantarku pada imajinasi liar
Tentang rumitnya jalan pikiran
Yang membuatku hanyut dalam nanar
Tentang Penulis

Penulis bernama lengkap Nanik Srisunarni. Tengah menempuh semester akhir S1 Psikologi Islam Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta. Selain sebagai seorang mahasiswi ia juga aktif di berbagai organisasi mahasiswa baik internal maupun eksternal kampus. Beberapa karyanya telah terbit dalam buku memoar ber-ISBN dan buku kumpulan puisi ber-ISBN serta beberapa platform media online. Penulis dapat dihubungi melalui Ig : @nanik_123_