Finlandia mempunyai sejarah penjajahan hampir mirip dengan Indonesia. Swedia pernah menjajah negara tersebut selama 650 tahun. Belum berhenti dengan penjajahan selama itu, Rusia pun pernah menjajah negara tersebut. Berbeda dengan Indonesia, Finlandia mempunyai sistem yang sudah tertata dalam hal penanganan korupsi. Dengan kesamaan tersebut kita seharusnya dapat belajar mengenai apa yang sudah dilakukan Finlandia dalam menangani masalah korupsi di negaranya. Dalam urian berikutnya akan dijabarkan mengenai gambaran umum Finlandia, lembaga pemberantasa korupsi, sistem hukum, kasus – kasus korupsi, serta hal – hal yang dilakukan Finlandia berkaitan dengan penanganan korupsi.
Sebelum abad X bangsa Lapp merupakan penduduk asli Finlandia, namun mereka terdesak ke daerah Skandinavia bagian Utara oleh pendatang baru dari Timur yang dikenal sebagai bangsa Suomi atau Finlandia. Diperkirakan jumlah mereka tinggal 35.000 orang, termasuk yang tinggal di Finlandia sebanyak 2.500 jiwa. Pada tahun 1155, Swedia di bawah Raja Erk IX menguasai Finlandia selama 600 tahun dan membangun kota Turku menjadi ”ibukota” Finlandia. Selama dibawah kekuasaan Swedia, Finlandia hanya merupakan sebuah propinsi dan bukan suatu entitas nasional tertentu.
Pada 1808 Rusia dengan bantuan Napoleon berhasil mengusir Swedia dari Finlandia, dan menjadikan Finlandia sebagai Grand Duchy Kekaisaran Rusia, berdasarkan Treaty of Hamina 1809, dengan status otonomi dan konstitusi sendiri. Dimasa ini otonomi Finlandia terus meluas secara ekstensif dan pada tahun 1812, ibukota Finlandia dipindahkan dari Turku ke Helsinki berdasarkan berbagai pertimbangan politis, ekonomi dan pertahanan dari para pemimpin Finlandia pada saat itu. Lokasi geografis kota Turku yang lebih dekat ke Swediadipandang membahayakan mengingat Swedia kala itu merupakan musuh Kekaisaran Rusia.
Menjelang akhir abad 19, Tsar Alexander III melancarkan politik Rusianisasi atas Finlandia, namun ditolak oleh rakyat Finlandia. Penolakan tersebut menimbulkan revolusi, sehingga tanggal 6 Desember 1917 Finlandia menyatakan kemerdekaannya dan menjadi Republik pada tanggal 17 Juli 1919. Finlandia terlibat perang dengan Rusia pada tahun 1939 1944 dan dengan Jerman pada tahun 1944 1945. Finlandia menandatangani Perjanjian Perdamaian Paris tahun 1947 yang membatasi kekuatan angkatan bersenjata yang boleh dimilikinya, dan selanjutnya menjalankan politik luar negeri yang netral.
Kehidupan sosial dan budaya di Finlandia cukup unik dan dinamis. Keunikan dan dinamika kehidupan sosial budaya tersebut, selain dibentuk oleh faktor sejarah, lokasi geografis dan kondisi alam, juga didorong oleh tingginya rasa nasionalisme dan kebanggaan warga negara Finlandia dalam menjunjung tinggi nilai dasar kebangsaan Finlandia yang menjadi pilar welfare society, seperti nilai demokrasi yang berkeadilan, pembangunan kesejahteraan yang merata, dan penyediaan layanan serta infrastruktur publik dan layanan kesehatan masyarakat yang memadai.
Dilihat dari faktor sejarah, kokohnya rasa nasionalisme serta tingginya kebanggaan terhadap nilai sosial budaya di kalangan masyarakat Finlandia sudah terpupuk cukup lama. Sama halnya seperti Indonesia, Finlandia merupakan negara yang pernah mengalami pahitnya kehidupan di bawah penjajahan/kekuasaan asing. Finlandia berada di bawah kekuasaan kerajaan Swedia selama 650 tahun (1158-1808), dan berada di bawah Tsar Russia sebagai wilayah otonomi khusus (Grand Duchy) selama 109 tahun (1808-1917).
Faktor sejarah juga menjelaskan latar belakang mengapa nilai kesamaan dalam kedudukan (egalitarianism) sangat mengakar dalam kehidupan sosial masyarakat Finlandia. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya catatan sejarah tentang berdirinya sistem kehidupan kerajaan (monarchy) di Finlandia masa lampau. Kedudukan seluruh individu di Finlandia adalah setara baik dalam pergaulan masyarakat maupun dalam kehidupan bernegara, baik di muka hukum, maupun dalam tatanan sosial dan budaya. Finlandia tidak mengenal kehidupan berdasarkan kelas maupun strata.
Faktor geografis juga menentukan warna kehidupan sosial budaya sebuah bangsa, termasuk Finlandia. Finlandia, terletak di belahan utara bumi, dengan wilayah seluas 338.000 Km2 yang hanya dihuni oleh 5,4 juta penduduk, serta kondisi alam yang kurang menguntungkan dengan sumber daya alam yang terbatas dan iklim yang ekstrim. Kondisi ini telah menempa warga masyarakat Finlandia untuk memiliki kemampuan survival yang tinggi guna menjamin keberlangsungan kehidupan kebangsaannya.
Lokasi geografis dan kondisi alam yang kurang menguntungkan tersebut juga memacu warga negara Finlandia untuk mencari cara untuk bertahan hidup. Faktor kunci bagi warga Finlandia untuk bertahan hidup dalam kondisi yang kurang menguntungkan tersebut adalah melalui inovasi dan kreatifitas guna memberikan kesejahteraan yang merata bagi seluruh warga Finlandia serta mendorong daya kompetisi (competitiveness) dalam persaingan global.
Salah satu faktor yang mendorong keberhasilan Finlandia bertransformasi dari negara yang awalnya mengandalkan sektor pertanian (agriculture) menjadi negara industri maju dan modern adalah tingginya kualitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya. Tingginya kualitas dan kompetensi SDM Finlandia merupakan hasil dari perjalanan panjang komitmen kuat pemerintah dan rakyat Finlandia dalam membangun dan mengembangkan pilar sistem pendidikan nasionalnya.
Sistem Kehidupan Masyarakat di Finlandia
Sistem pembangunan nasional Finlandia diselenggarakan dalam format yang cukup seragam di mana kekuasaan pemerintahan terbagi secara merata ke setiap pemerintahan daerah dan kota. Penyelenggaraan pembangunan dimulai dari komponen pemerintahan terkecil, yakni pemerintahan kota dan dibangun di atas pilar pendidikan dan penelitian berbasis inovasi dan kreatifitas, serta didukung oleh kalangan masyarakat, termasuk pihak swasta. Format pembangunan tersebut dikenal dengan istilah triple helix development cooperation, di mana pembangunan terselenggara berkat kerja sama dan kolaborasi yang saling mendukung antara pemerintahan kota, kalangan swasta (baik industriawan, pebisnis, maupun pengusaha), serta kalangan perguruan tinggi.
Struktur masyarakat Finlandia yang homogen mampu memberikan ketahanan domestik untuk terhindar dari ancaman social-disorder, seperti konflik horizontal (antar masyarakat). Karakter perilaku sosial serta tatanan hukum yang telah terbangun baik menjadikan Finlandia sebagai negara yang relatif aman.
Keberadaan kaum imigran di Finlandia dipandang telah berkontribusi secara signifikan dalam mengubah komposisi penduduk, meningkatkan mobilitas sosial, meningkatkan aktifitas ekonomi serta membawa pengaruh pada perubahan perilaku politik masyarakat Finlandia. Kaum imigran juga dipandang membawa pengaruh pada meningkatnya angka kriminalitas di Finlandia.
Dalam aktualisasi kehidupan sosial masyarakat, nilai demokrasi tertuang dalam upaya Pemerintah Finlandia untuk menjamin perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia, termasuk di dalamnya kebebasan individual untuk berekspresi dan menyatakan pendapat, serta keterbukaan akses informasi.
Sebagaimana pada umumnya dengan media massa di negara kawasan Eropa Barat dan Utara, media massa Finlandia menganut faham demokrasi liberal, yang dalam kegiatannya memegang teguh prinsip kehidupan pers yang bebas dan akuntabel sebagaimana yang dijamin dalam Section 12 Konstitusi Finlandia (Freedom of Expression and right of access to information), dan peraturan perundangan nasional Finlandia, khususnya Finnish Press Law tahun 1919 dan tahun 1984. Press Freedom Index yang diterbitkan oleh lembaga “Reporters without Borders for Press Freedom” telah menempatkan Finlandia di posisi teratas selama empat periode yakni 2009, 2010, 2012 dan 2013.
Kebebasan pers di Finlandia cukup memberikan jaminan terhadap keberlangsungan kegiatan penyebaran informasi yang terbebas dari berbagai macam bentuk intervensi, baik yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun pihak non-pemerintah. Akuntabilitas pers dapat dipertanggungjawabkan dengan mekanisme hukum tersendiri yang dapat dimanfaatkan oleh individu ataupun kelompok masyarakat yang merasa haknya terlanggar oleh pemberitaan media.
Citra Finlandia di mata dunia internasional cukup baik, bahkan dalam sejumlah survei yang diselenggarakan oleh sejumlah lembaga independen internasional, Finlandia selalu ditempatkan pada peringkat papan atas dalam berbagai bidang seperti pendidikan, kebebasan pers, index pembangunan manusia, dan lingkungan
Meskipun sejumlah riak kehidupan sosial bermunculan di masa resesi ekonomi yang dialami di hampir seluruh kawasan eurozone, Finlandia masih berada dalam pendiriannya terhadap sikap toleransi dan keterbukaan.
Sebagian besar rakyat Finlandia menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan pribadi dan kehidupan sosial kemasyarakan yang tenggang rasa, perduli, dan berbagi. Rakyat Finlandia juga masih dipandang cukup terbuka dengan arus masuknya kebudayaan asing ke Finlandia yang dibawa oleh kaum pendatang. Pemerintah dan Rakyat Finlandia dalam hal ini cenderung bersikap pragmatis dalam menanggapi dinamika kehidupan sosial yang semakin heterogen, dan tetap berfokus pada tujuan untuk mempertahankan negara Finlandia yang sejahtera (Nordic welfare system).
Pemberantasan Korupsi Di Finlandia
Sejak tahun 1995 Transparency International telah menerbitkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) setiap tahun yang mengurutkan negara-negara di dunia berdasarkan persepsi/anggapan publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politis pada suatu negara. Dalam survei tersebut, Finlandia selalu menempatkan diri di peringkat atas sebagai negara terbaik dalam melawan korupsi. Pada tahun 2014, Finlandia dengan nilai 89 berada di peringkat ketigadi bawah Denmark dan Selandia Baru, yang memperoleh nilai masing-masing 92 dan 91.
Jika ditinjau dari indeks persepsi korupsi Negara Finlandia selama lima tahun terakhir, Negara ini tidak pernah keluar dari peringkat empat terbaik. Pada tahun 2010, Finlandia berada di peringkat 4, dan menduduki peringkat 3 pada tahun 2011, 2013, dan 2014. Bahkan pada tahun 2012, Finlandia yang berada di posisi kedua memperoleh nilai yang sama dengan Negara pada peringkat teratas, yaitu Denmark dengan nilai 90.
Tabel Indeks Persepsi Korupsi Finlandia Tahun 2010-2014
Years Rank Score 1st Rank Highest Score
2010 4 92 Denmark 93
2011 3 94 New Zealand 95
2012 2 90 Denmark 90
2013 3 89 Denmark 91
2014 3 89 Denmark 92
Sumber: Transparency.org
Prestasi Finlandia dalam survey Indeks Persepsi Korupsi menggambarkan bahwa Finlandia merupakan salah satu Negara paling bersih dari korupsi. Sangat jarang ditemukan kasus-kasus korupsi terjadi di Negara tersebut. Pencapaian Finlandia dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak didapat dengan mudah, dibutuhkan proses yang panjang untuk mencapai kesuksesan ini. Banyak factor yang berperan dalam upaya pemberantasan korupsi di Finlandia, seperti sistem penegakan hukum, lembaga anti korupsi, hingga nilai-nilai budaya dan karakter masyarakat Finlandia sendiri.
Hanya sedikit data yang di ada mengenai pemberantasan korupsi di Finlandia. Hal tersebut bukan berarti tidak ada tindakan korupsi di Finlandia. Berikut disajikan data mengenai statistik global negara Finlandia.
1. Lembaga Pemberantasan Korupsi di Finlandia
Di beberapa negara terdapat lembaga khusus yang menangani masalah pencegahan dan pemberantasan korupsi. Misalnya di Indonesia terdapat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Singapura memiliki Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). Berbeda dengan kedua Negara tersebut, di Finlandia korupsi didudukkan sebagai suatu perbuatan kriminal biasa bukan sebagai extraordinary crime. Finlandia tidak memiliki lembaga khusus dalam memerangi korupsi.
Karena pemerintah Finlandia tidak mempunyai lembaga khusus untuk menangani masalah korupsi, pencegahan dan pemberantasan korupsi ditangani oleh beberapa institusi. Pengendalian administratif didesentralisasikan ke berbagai institusi pemerintah, dan audit internal memegang peran penting dalam mencegah korupsi. Hal ini terjai karena karena audit internal memiliki kedudukan dan fungsi sebagai lembaga penelaah mekanisme pengendalian internal.
Selain unit pengendalian internal, di Finlandia juga terdapat The National Audit Office of Finland (NAOF). NAOF memiliki tugas untuk melaksanakan audit eksternal dengan melakukan audit keuangan, audit kepatuhan, audit kinerja, audit yang kebijakan fiskal dan audit lainnya menggabungkan metode yang berbeda.Titik inti dalam perencanaan audit NAOF adalah analisis risiko mengenai keuangan publik dan ekonomi. Di samping itu, masyarakat juga dapat menyampaikan komplain atau keluhan kepada NAOF atas berbagai masalah terkait dengan manajemen keuangan pemerintah, ekonomi publik, atau dugaan penyalahgunaan dana pemerintah.
Kepolisian Nasional Finlandia juga memegang peran dalam melaksanakan pemberantasan korupsi melalui Komisariat Jenderal Polisi Yudisial yang ditetapkan melalui Royal Decree pada 17 Februari 1998. Polisi Yudisial berada di bawah otoritas Kementerian Kehakiman (Minister of Justice).
Lembaga lain yang berperan dalam melawan korupsi adalah Criminal Investigation of Corruption (O.C.R.C.) atau Lembaga Investigasi Korupsi. OCRC bukan sebuah badan/lembaga baru, melainkan transformasi dari struktur yang sudah ada sebelumnya yaitu Superior Control Committee (S.C.C.). OCRC sendiri melakukan tugas-tugas hanya jika diminta oleh kejaksaan dan tidak dapat bertindak atas inisiatif sendiri. OCRC bertanggung jawab untuk:
a. Menyelidiki kejahatan yang kompleks dan serius serta pelanggaran kepentingan publik termasuk korupsi di sektor swasta;
b. Mendukung brigade polisi peradilan (judicial police) dalam menyelidiki pelanggaran dan kejahatan tersebut;
c. mendukung kegiatan dalam kasus menyelidiki pelanggaran yang dilakukan terkait dengan kontrak pengadaan publik dan subsidi publik. OCRC juga bertugas mengawasi urusan otorisasi, izin, dan persetujuan yang relatif rawan korupsi,
d. Mengelola dan memanfaatkan dokumentasi khusus dalam mencegah dan melawan korupsi.
Ditinjau dari sudut perundang-undangan, di Finladia korupsi didudukkan sebagai suatu perbuatan kriminal biasa sehingga tidak disediakan Undang Undang khusus yang mengatur tentang korupsi. Bentuk tindak korupsi dan jenis sanksi yang dijatuhkan cukup diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Ada dua undang-undang yang mengatur masalah korupsi di Finlandia yaitu UU Prosedur Administrasi dan UU Hukum Pidana. UU Prosedur Administrasi ditekankan untuk memajukan perilaku yang baik dalam organisasi publik. Prinsip-prinsip yang melandasinya antara lain, menekankan pejabat untuk bertindak adil dan melaksanakan pekerjaannya, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam memberikan pelayanan, mereka dilarang memungut biaya. Sanksi bagi pegawai yang melanggar dapat berupa teguran tertulis sampai dengan pemberhentian dengan tidak hormat.
Menurut UU Hukum Pidana, pegawai pemerintah di Finlandia termasuk subjek hukum pidana,. Ada pasal-pasal khusus yang mengatur perbuatan-perbuatan pegawai pemerintah yang dikategorikan sebagai melanggar hukum, seperti menerima suap, melakukan pemerasan, menerima suap sebagai anggota parlemen, membocorkan rahasia jabatan, dan melanggar kewajiban jabatan.
2. Kasus-kasus Korupsi Di Finlandia
a. Penyuapan di Finlandia
Di Finlandia, ketika berbicara tentang korupsi, referensi biasanya hanya ada pelanggaran suap. Hanya jenis pelanggaran inilah yang dimasukkan ke dalam statistik sebagai kasus korupsi. Dalam gambar di bawah ini dapat dilihat statistik orang yang dihukum karena melakukan penyuapan. Kasus penyuapan paling banyak terjadi di tahun 1940-an, dimana merupakan masa-masa Perang Dunia II, hal itu terjadi mungkin karena ada pembatasan distribusi logistik kepada masyarakat sehingga marak terjadi penyuapan kepada petugas.
Sumber: Matti Joutsen dan Juha Keranen, 2009, Corruption and Prevention Corruption in Finland
Gambar 2: Jumlah Orang Diadili untuk Kasus Penyuapan Tahun 1925-2007
b. Kebohongan PM Finlandia Anneli Jaatteenmaki
Di Finlandia, terlalu sulit untuk ‘menemukan’ adanya tindakan korupsi, sampai pada suatu kondisi bahwa berbohong saja sudah tidak disukai rakyat. Hal ini seperti yang terjadi pada kasus mundurnya Perdana Menteri (PM) perempuan pertama Finlandia, Anneli Jaatteenmaki. PM perempuan tersebut mundur pada bulan Juni 2003 setelah dituduh berbohong kepada parlemen dan rakyat menyangkut kebocoran informasi politik yang peka selama kampanye.
Nilai-nilai kejujuran yang tertanam, seakan-akan menutupi ketidaklengkapan perangkat system pengendalian korupsi di sana. Integritas yang tinggi, yang antara lain dicerminkan dari budaya malu, akhirnya menjadi kata kunci untuk menciptakan Finlandia sebagai Negara terbersih di dunia.
Jaatteenmaki dituduh telah meminta informasi soal pembicaraan antara saingan politiknya, mantan PM Paavo Liponnen dan Presiden Amerika Serikat ketika itu, George Bush, mengenai isu-isu Irak dan lainnya.
Informasi itulah Jaatteenmaki menggunakannya sebagai kartu as dalam memenangi kursi PM. Dalam perjalanannya, Jaatteenmaki mengaku informasi soal pembicaraan isu Irak itu masuk begitu saja ke faksimilenya, tanpa ada kesengajaan dari pihaknya untuk meminta. Namun hingga akhirnya terkuak kenyataan bahwa Jaatteenmaki sengaja meminta informasi tersebut dari pihak Kementerian Luar Negeri Finlandia. Kebohongan inilah yang tidak dapat diterima oleh parlemen dan masyarakat. Tanpa menunggu lama karena menyadari kesalahannya, PM ini kemudian menyatakan mundur, dengan memberikan pernyataan, “Kalau kepercayaan hilang, berarti posisi juga hilang. Saya telah kehilangan kepercayaan itu. Dan jelas, waktu saya sebagai perdana menteri telah berlalu”. Jaatteenmaki, pemimpin Partai Tengah, praktis hanya menduduki jabatannya selama 69 hari.
c. Penyuapan CEO Salora
Pada tahun Kasus ini terjadi pada tahun 1977, Penyuapan CEO Salora kepada Politisi Sosial Demokrat, RKP, Liberal dan politisi partai tengah terkait usaha Salora, sebuah produsen elektronik di Finlandia, untuk mempengaruhi keputusan politik dalam pemilihan pabrik milik negara untuk produksi tabung sinar katoda digunakan dalam televisi manufaktur. Para politisi tersebut dituduh menerima suap berupa televise dan perangkat stereo, kasus ini dikenal dengan sebutan Salora Case.
Tak satu pun dari politisi terkemuka yang terlibat tersebut didakwa di pengadilan, tapi Koalisi Partai Sosial Demokrat kalah dalam pemilu berikutnya sebagai implikasi dari kasus ini.
Atas kasus tersebut, Bror Wahlroos, ayah dari Björn Wahlroos (Politisi Sosial Demokrat), dituduh menerima peralatan audio stereo dari salora senilai FMK 2.000 sehingga dijatuhi didenda sebesar FMK 3.000. Sedangkan Kepala direktur Salora dihukum penjara selama 3,5 tahun karena suap lima menteri, dua sekretaris jenderal, satu gubernur dan 30 petugas pajak.
d. Pengaturan Skor Pertandingan (2008-2011)
Kasus terkait penyuapan pada bidang olahraga yang terjadi di Finlandia adalah terbongkarnya pengaturan skor pertandingan sepakbola yang menyangkut seorang warga Negara Singapura bernama Wilson Raj Perumal dan total 11 pemain sepakbola. Raj dituduh telah melakukan pengaturan skor pertandingan di Finlandia selama 2008-2011, dan akhirnya di dakwa hukuman penjara selama 2 tahun. Tertangkapnya Raj Perumalini akhirnya yang membuka kotak Pandora sindikat pengaturan skor di dunia, yang bermarkas di Singapura. Mengingat kasus korupsi sangat jarang terjadi di Finlandia, pengungkapan kasus korupsi akan memperoleh liputan yang luas dari media massa
e. Kasus Finnair
Kasus terkait penyuapan pada bidang olahraga yang terjadi di Finlandia adalah terbongkarnya pengaturan skor pertandingan sepakbola yang menyangkut seorang warga Negara Singapura bernama Wilson Raj Perumal dan total 11 pemain sepakbola. Raj dituduh telah melakukan pengaturan skor pertandingan di Finlandia selama 2008-2011, dan akhirnya di dakwa hukuman penjara selama 2 tahun. Tertangkapnya Raj Perumalini akhirnya yang membuka kotak Pandora sindikat pengaturan skor di dunia, yang bermarkas di Singapura. Mengingat kasus korupsi sangat jarang terjadi di Finlandia, pengungkapan kasus korupsi akan memperoleh liputan yang luas dari media massa
f. City of Espoo Construction Corruption
Pada tahun 2010, Mantan Walikota Espoo, Marketta Kokkonen dan Olavi Louko direktur dari Espoo’s Technical and Environtment Services dituntut menerima suap dari perusahaan konstruksi terkait dengan pembangunan kota. Olavi bertanggung jawab untuk membuat perencanaan kota Espoo yang berkaitan dengan konstruksi dan perlindungan lingkungan sejak tahun 2001. Sementara Kokkonen merupakan pejabat publik kota Espoo. Olavi dan Kokkonen menerima suap setidaknya dari tahun 2004 sampai tahun 2008. Suap berupa perjalanan domestik dan perjalanan luar negeri. Pada tahun 2010, Louko dijatuhi hukuman untuk membayar denda sebesar 7.500 Euro. Hal ini merupakan satu keputusan yang kontroversial karena satu keputusan untuk melakukan pembangunan setidaknya dapat bernilai jutaan euro. Yang menarik adalah setelah Olavi tetap menjabat setelah dijatuhi hukuman tersebut.
D. Faktor-faktor Bebas Korupsi ala Finlandia
1. Kekuatan Finlandia dalam Menangkal Korupsi
Finlandia adalah negara dengan tingkat korupsi yang rendah, tampak dari tahun ke tahun indeks presepsi korupsi (IPK) Finlandia selalu menduduki peringkat tiga besar sebagai negara paling rendah korupsinya. Perjalanan Finlandia menjadi negara dengan tingkat korupsi yang rendah tidaklah dicapai dengan mudah, perjalanan menuju bebas korupsi telah berlangsung selama kurang lebih dua abad. Pemberantasan korupsi di Finlandia telah menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan secara keseluruhan dan komprehensif masyarakat Finlandia, dari negara miskin, ketergantungan pangan dan pendidikan dari negara lain menjadi sebuah negara republik demokratik yang independen, masyarakat industri modern dan berpendidikan tinggi.
Dikutip dari Kementerian Luar Negeri Finlandia terdapat empat hal yang menjadi kekuatan utama Finlandia menjadi negara dengan tingkat korupsi rendah, yaitu:
a. Nilai dasar yang mencakup moderasi, menahan kepentingan pribadi dan mengutamakan kepentingan umum
Kunci utama Finlandia dalam pemberantasan korupsi adalah moralitas yang baik dan penegakan hukum yang adil. Masyarakat Finlandia terbiasa untuk menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, dengan sifat ini terciptalah rasa saling percaya di antara masyarakat maupun dengan pemerintah. Hal ini karena masyarakat percaya apa yang mereka korbankan akan menjadi kebaikan bersama. Dalam sebuah penelitian selalu ada korelasi positif antara tingkat kepercayaan yang tinggi dengan tingkat korupsi yang rendah.
Pengalaman Finlandia juga menunjukkan bahwa contoh moral yang diberikan oleh pejabat dan para pengambil keputusan dalam posisi eksekutif sangat diperlukan untuk pengembangan budaya etika pemerintahan. Ketika orang melihat bahwa rekan-rekan senior dalam organisasi berperilaku etis dan bertanggung jawab, mereka akan mengikuti contoh mereka. Dengan adanya saling contoh moral yang baik membuat budaya akuntabilitas dalam administrasi publik dapat dibangun dan menjadi kekuatan bagi pemerintah untuk meberikan pelayanan publik yang berdasarkan nilai-nilai “praktek terbaik”, akuntabilitas, kejujuran dan fair play.
Dengan moralitas yang baik maka pejabat publik di Finlandia mewakili nilai-nilai umum yang dianut masyarakat Finlandia pada umumnya. Selain itu masyarakat Finlandia pun terbiasa dengan aktif dan peduli terhadap kondisi negaranya, budaya seperti ini mendorong pemerintah untuk selalu amanah dan selalu berusaha untuk menjawab setiap keluhan warga negaranya. Ditambah lagi dengan media yang independen dan bebas dari kepentingan kelompok telah terbukti dapat menciptakan tekanan masyarakat kepada pemerintahan sehingga kebijakan pemerintahan yang tidak rasional dapat cepat membangkitkan reaksi penolakan publik.
b. Struktur legislatif, yudisial dan administratif yang mengawasi dan menjaga terhadap penyalahgunaan kekuasaan
Pencegahan korupsi juga membutuhkan sistem legislasi yang komprehensif, peradilan yang berfungsi dengan baik, penegakan hukum yang efisien dan pemantauan proaktif terhadap pelanggaran, serta manajemen keuangan yang transparan. Konstitusi Finlandia menetapkan bahwa pemerintahan yang baik harus dijamin oleh hukum. Peradilan Finlandia mencakup Kantor Parlemen Ombudsman, Kantor Kanselir Kehakiman dan pengadilan administratif. Kanselir Kehakiman dan Parlemen Ombudsman memonitor tindakan pegawai negeri di tingkat yang sangat tinggi. Keduanya lembaga tersebut bertindak independen yang diberi kewenangan untuk menyelidiki tindakan anggota parlemen, menteri dan kepala negara.
c. Kemahiran kaum perempuan dalam pengambilan keputusan
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Bank Dunia, representasi perempuan di parlemen dan kantor-kantor publik berkorelasi dengan tingkat korupsi yang lebih rendah dan budaya akuntabilitas dalam pemerintahan. Korelasi ini menyoroti pentingnya kesetaraan gender dalam pencegahan korupsi. Perempuan telah lama relatif menonjol dalam administrasi publik Finlandia. Pada tahun 1906, Finlandia menjadi negara pertama di dunia yang memberikan hak untuk memilih dan hak untuk berdiri untuk pemilihan perempuan. Sembilan belas anggota parlemen perempuan terpilih dalam pemilihan parlemen pertama Finlandia pada tahun 1907, yang juga merupakan keterwakilan perempuan pertama di dunia. Saat ini kurang lebih sepertiga anggota Parlemen Finlandia dan dewan kota adalah perempuan, dan hampir setengah dari anggota kabinet Finlandia adalah perempuan. Kuota gender telah digunakan untuk memastikan representasi yang lebih seimbang di semua tingkat pelayanan publik.
d. Kesenjangan pendapatan yang rendah dan upah yang memadai
Pendapatan yang lebih tinggi meningkatkan kepuasan kerja dan mengurangi kecenderungan untuk menerima suap, sementara kesenjangan pendapatan yang kecil mengekang keserakahan ekonomi untuk membangun karir. Perbandingan global menunjukkan bahwa upah pejabat publik Finlandia yang wajar dan perbedaan pendapatan termasuk yang paling rendah di dunia. Di Finlandia kesenjangan pendapatan antara yang berpendapatan tinggi dan yang rendah diwujudkan dalam pajak progresif dan ketentuan untuk jaminan sosial.
Pencapaian Finlandia dalam memperoleh empat kekuatan tersebut tentu saja tidak didapat dengan mudah, dibutuhkan waktu yang lama dan jalan yang berliku, dibutuhkan transformasi yang menyeluruh dari seluruh lapisan masyarakat hingga akhirnya Finlandia mencapai tingkat yang relatif rendah terhadap korupsi. Perjalanan untuk mencapai tatanan seperti sekarang bisa dibilang dimulai dari awal abad ke-19, dimana wilayah Finlandia pada saat itu merupakan bagian dari Kekaisaran Rusia. Walaupun bagian dari kekuasaan Rusia, pemerintahan di wilayah Finlandia dipegang oleh para pejabat yang berbahasa Swedia, karena pada saat itu rata-rata penduduk asli yang mendiami wilayah Finlandia hidup terisolasi dan tidak bisa membaca. Ciri dari pemerintahan yang dipegang oleh Swedia adalah birokrasi yang disiplin dan ketat, yang pada akhirnya diwarisi ke pemerintahan Finlandia.
Namun puncak dari kesuksesan Finlandia saat ini bermula dari kesadaran dari para elit bahwa seluruh rakyat harus tercerahkan. Maka digunakanlah pendidikan sebagai instrumen untuk mencerahkan rakyat dan memperbaiki kondisi sosial budaya. Pendidikan harus mencakup semua lapisan, serta harus menyentuh seluruh aspek fisik, intelektual dan spiritual. Dan imbas dari pendidikan yang komprehensif tersebut menciptakan nilai-nilai masyarakat yang baik, menghormati hukum, bertanggung jawab, jujur, peduli kepentingan umum dan, rendah hati. Penerapan nilai-nilai tersebut bahkan sudah ditanamkan sejak masih dini, sejak sekolah paling dasar. Dengan kata lain kemajuan Finlandia saat ini ditopang oleh sistem pendidikan yang maju yang mengedepankan moralitas yang baik sebagai tujuan utama, sehingga bukan hanya “otak” saja yang diberi pengetahuan, tetapi juga memberikan moralitas yang baik kepada “hati” sebagai dasar untuk bertindak dan berbuat.
2. Mengendalikan Korupsi di Finlandia
Korupsi adalah musuh utama dalam menciptakan good governance. Korupsi selalu identik dengan penipuan, penggelapan uang dan fraud, dimana hal-hal yang disebutkan terjadi dikarenakan adanya penyalahgunaan wewenang. Penyalahgunaan wewenang dapat berimplikasi buruk terhadap kemajuan suatu negara, dikarenakan amanah berupa kewenangan untuk mensejahterakan rakyat, justru digunakan untuk menguntungkan diri sendiri, relasi, ataupun kelompoknya.
Kewenangan selalu identik dengan power atau kekusaan, meminjam quote Lord Acton, “Power tends to corupt, and absolute power corrupts absolutely”, dengan terjemahan kira-kira berbunyi “Kekusaan cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut, sudah pasti korup”. Dengan mengiyakan pernyataan Lord Acton, maka kekuasaan bagaimanapun pasti akan menimbulkan penyalahgunaan wewenang, entah berdampak luas ataupun tidak. Berkaca pada hal tersebut maka korupsi haruslah dikendalikan agar tidak menimbulkan permasalahan yang besar dan tidak berimplikasi luas terhadap good governance.
Mengendalikan korupsi dapat diartikan sebagai mekanisme yang baik untuk mencegah korupsi, dari sisi sistem yang diterapkan kepada masyarakat baik secara langsung ataupun tidak langsung. Mengenai pengendalian korupsi ada baiknya kita belajar dari Finladia, negara Skandinavia yang dalam beberapa tahun selalu dianugerahi peringkat yang tinggi dalam hal negara yang paling tidak korup. Berikut adalah yang dilakukan oleh Finlandia dalam mengendalikan korupsi:
a. Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Etika
Pangkal korupsi dari pejabat publik adalah ketidaktaatan terhadap pedoman etika dan kode etik. Tata kelola pemerintahan yang baik dan administrasi yang baik selalu bersinggungan dengan nilai-nilai etika dan prinsip-prinsip, seperti kepercayaan, keterbukaan, tanggung jawab, akuntabilitas, responsif dan partisipasi. Di antara nilai-nilai yang disebutkan, kepercayaan adalah nilai penting bagi pemerintah. Karena kepercayaan publik adalah isu sensitif karena dengan kepercayaan, pemerintah dapat bekerja mengelola pemerintahan dengan baik tanpa adanya intervensi yang berlebihan dari publik ataupun dari oposisi. Dikaitkan dengan pengendalian korupsi, upaya yang dilakukan tentu saja menjadi tidak maksimal akibat publik tidak adanya kepercayaan publik. Di Finlandia pelanggaran terhadap nilai-nilai etika ditangani oleh unit pengawasan internal yang berada di masing-masing institusi.
Di Finlandia sendiri kepercayaan terhadap pemerintahan bisa dibilang tinggi, dari survey yang dilakukan oleh Harisalo and Stenvall (2001) pada tahun 2001 menempatkan Kepolisian, Angkatan Bersenjata, Media Elektronik, dan Universitas dan Sekolah Menengah Atas, sebagai institusi yang paling dipercaya oleh publik dengan nilai kepercayaan diatas 50%. Dengan survey yang menempatkan kepolisian sebagai institusi yang paling dipercaya menunjukkan kepercayaan publik Finlandia bahwa kepolisian telah bertindak adil dan berhasil menegakkan hukum, dan mereka percaya bahwa kepolisian telah menjunjung nilai-nilai etika yang baik. Survey yang dilakukan memang sudah cukup lama, namun dirasa masih cukup relevan mengingat Finlandia yang sampai dengan saat ini masih berada dalam lima besar negara paling tidak korup.
b. Saluran Pengaduan warga yang terjamin
Pelanggaran etika pemerintahan di Finlandia selain ditangani oleh unit pengawasan internal juga disediakan saluran tambahan untuk warga. Sebagai contoh, untuk memverifikasi fakta-fakta yang dilaporkan oleh whistlebower harus dilindungi kemanapun mereka melaporkan entah ke ombudsman, kepolisian, dan bahkan media. Bahkan pemerintahan melakukan menjamin beragam bentuk partisipasi warga dan media independen, bukan menghalang-halangi. Efeknya adalah kesadaran meningkat antara warga negara dan menjadi lebih mudah dan berani untuk membuat pengaduan dan kritis terhadap kebijakan pemerintah. Dalam konteks yang lebih luas warga bukanlah hanya sebagai subyek administrasi, tetapi mereka juga dapat berpartisipasi secara tidak langsung mempengaruhi hal-hal yang menyangkut kepentingan mereka. Dalam pengendalian korupsi saluran warga yang baik dapat menciptkan sistem kontrol sebagai mekanisme peringatan dini terhadap pejabat publik untuk mengikuti aturan dan tidak koruptif.
c. Pegawai Negeri yang berintegritas
Landasan utama sistem pengendalian korupsi adalah integritas pegawai negeri. Integritas adalah bagian penting dalam pemberantasan korupsi. Jika PNS sebagai individu 1) tidak mengikuti persyaratan kantor, 2) kehilangan kemampuan untuk membedakan kepentingan diri sendiri dan kantor, 3) merasa kurangnya rasa hormat, 4) belum dibayar, dan 5) manajemen yang tidak berintegritas, maka korupsi oleh pegawai pemerintahan sangat mungkin terjadi. Pegawai negeri yang berintegritas di Finlandia berasal dari budaya administrasi Finlandia yang didasarkan pada tradisi Rusia dan Skandinavia. Tradisi legalistik dan pengacara dan profesi hukum telah mendominasi pelayanan publik dan sistem politik Finlandia. Tradisi legalistik ini telah mempengaruhi infrastruktur hukum memerangi maladministrasi dan salah urus.
d. Hukum Formal dan Informal yang ketat
Peraturan mengenai perekrutan pegawai negeri diatur secara ketat dan menghindari konflik kepentingan. Peraturan ini bertujuan untuk mencegah, nepotisme, kronisme atau patronase, yang mungkin akan terjadi ketika mereka bekerja. Gagasan perekrutan pegawai pemerintah seperti yang disebutkan berakar dari budaya peradilan Finlandia.
Tradisi Finlandia yang legalistik memaksa pegawai pemerintahan untuk memberikan argumentasi publik dalam pengambilan keputusan, sistem pemasyarakatan, dan metode investigasi kriminal yang akurat. Hal ini berguna agar pengambilan keputusan dapat transparan, meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan, dan mencegah pengambilan keputusan parsial dan partisan.
Hukum informal pun hadir di tengah publik Finlandia dimana ketika seseorang tertangkap tangan untuk memberikan atau menerima suap maka pelaku hanya akan dikenang untuk kesalahan yang diperbuatknya dan semua prestasi yang baik tidak lagi dikenang serta kesempatan untuk pekerjaan yang lebih baik akan tertutup bagi pelaku. Oleh sebab itu korupsi sangat jarang terjadi di Finlandia.
e. Manajemen nilai kepemimpinan
Pegawai negeri sipil seringkali menghadapi masalah/kesempatan terkait korupsi. PNS menyatakan bahwa mereka kadang-kadang bertemu perilaku tidak etis dalam pekerjaan sehari-hari seperti menempatkan kepentingan pribadi sebelum kepentingan umum atau pengambilan keputusan tanpa persiapan yang tepat, namun demikian kenyataan bahwa PNS menghadapi masalah korupsi namun bentuk korupsi besar seperti menerima suap atau mendapatkan keuntungan finansial untuk kantor masih sangat jarang.
f. Ketentuan Prosedur Administrasi publik
Tujuan utama ketentuan prosedur administrasi publik bukanlah untuk mencegah korupsi secara langsung, namun prosedur adminstrasi publik mempromosikan perilaku yang baik dalam organisasi publik, untuk meningkatkan hubungan antara warga negara dan administrasi dan mencegah maladministrasi dalam praktek administrasi.
g. Undang-undang Pindana
Di Finlandia, PNS tunduk pada hukum pidana dan mereka berada dalam posisi yang khusus dalam hal KUHP Finlandia. Khusus terhadap PNS ada beberapa tindakan yang termasuk ke maladministrasi atau salah urus dan secara terpisah dikriminalisasi sebagai penyimpangan, pelanggaran di kantor dan memiliki hukuman yang berat, seperti pemecatan atau nasihat. KUHP Finlandia berisi bab tentang pelanggaran berkaitan dengan korupsi. 1) penerimaan suap 2) pelanggaran suap, 3) penerimaan suap sebagai Anggota Parlemen, 4) pelanggaran kerahasiaan, 5) penyalahgunaan jabatan publik dan penyalahgunaan, dan 6) pelanggaran dalam penugasan dan lalai Kedinasan.
h. Investigasi Ombudsman dan Kanselir Kehakiman
Dalam sistem Finlandia, Ombudsman dan Kanselir sangat dihormati. Peran mereka berbeda dari pengadilan administratif di mana pegawai negeri dituduh dan dihukum. Lembaga-lembaga Ombudsman dan Kantor Kanselir Kehakiman merupakan pengawasan legalitas. Dengan kata lain, upaya pengendalian hukum lembaga-lembaga ini hadir dalam hal korupsi dan integritas dalam pelayanan sipil.
Tugas formal (peran untuk mengawasi) Ombudsman dan Kanselir Kehakiman dalam banyak hal sejajar satu sama lain. Perbedaannya adalah bahwa Kanselir Kehakiman memeriksa keluhan mengenai tindakan pendukung dan dewan bantuan hukum publik. Kanselir bertugas untuk mengawasi legalitas tindakan pemerintah.
Tugas Ombudsman adalah untuk memastikan bahwa otoritas publik dan pejabat mematuhi hukum, hak-hak konstitusional dan manusia, dan bahwa PNS memenuhi tugas mereka sesuai dengan administrasi yang baik. Ombudsman menyelidiki kinerja pemerintah berdasarkan aduan warga. Dalam investigasi Ombudsman nama pengadu biasanya tidak dipublikasikan.
i. Audit Keuangan dan Kinerja
Semua kementerian Finlandia dan lembaga pemerintah memiliki unit pengendalian internal. Masalah korupsi terkait dapat terungkap dalam hal audit kinerja dan atas dasar pengaduan. Jika unit internal yang menemukan penyalahgunaan atau referensi lain untuk korupsi, mereka selalu melaporkan kasus tersebut kepada pihak berwenang. Kami berani mengatakan, internal maupun investigasi polisi dipercepat dengan tekanan eksternal: kasus korupsi adalah topik yang menarik bagi media.
Selain itu kontrol parlemen Finlandia dan audit keuangan pemerintah seiring dengan peran legislatif. Tugas formal auditor ini adalah untuk mengawasi legalitas dan kelayakan keuangan sektor publik. Auditor menangani pemeriksaan dan tindakan pemantauan. Mereka mengamati bagaimana anggaran diikuti, memantau subsidi negara dan pinjaman yang diberikan dari hibah anggaran dan yayasan di luar anggaran, dan memonitor jaminan yang diberikan oleh negara.
Simpulan
Sampai dengan saat ini, sangat sedikit data mengenai korupsi di negara Finlandia. Pekerja publik, pegawai swasta, serta pegawai negeri mempunyai pandangan yang sama mengenai korupsi. Mereka memadang korupsi merupakan tindakan yang tidak baik dan berdampak buruk bagi masyarakat. Masalah penyuapan merupakan hal yang sangat diperhatikan di Finlandia. Media mempunyai peranan penting dalam mengidentifikasi tindakan korupsi. Kunci utama keberhasilan utama Finlandia dalam memerangi korupsi adalah sebagai berikut :
1. Akses pendidikan terhadap semua orang
2. Demorasi yang berjalan baik pada pemerintah pusat dan daerah
3. Keterbukaan administrasi publik
4. Struktur hierarki publik yang mudah
5. Delegasi pengambilan keputusan pada sektor publik
6. Penghindaran politisasi pada sistem pelayanan publik
Kunci tersebut didukung oleh masyarakat yang memahami pentingnya hal tersebut. Walaupun hukum Finlandia tidak mengenal adanya definisi khusus mengenai korupsi, tetapi definisi penyuapan pada sektor privat diperluas devinisinya ke dalam sektor publik. Dengan demikian, korupsi dijerat dengan undang-undang kriminal sebagaimana yang ada di sektor privat.
Referensi
Joutsen, Matti dan Juha Keranen. 2009. Corruption an the Prevention of Corruption in Finland. Ministry of Justice Finland
Ari Salminen,Olli-Pekka Viinamäki, dan Rinna Ikola-Norrbacka, 2007, The Control of Corruption in Finland
http://yle.fi/uutiset/finnair_ceo_bribery_case_goes_to_the_prosecutor/6198579#
http://yle.fi/uutiset/espoo_leaders_face_bribery_charges/5595994
Tulisan ini adalah hasil kerja kelompok kuliah Seminar Antikorupsi di STAN terdiri dari Anggita, Dewanti, Era Yuwono, Gregorio, Jaelani Azis, M. Haris, Pringadi Abdi, Sandy, dan Wiratama Wiratman.