Seperti yang kita tahu, setiap satuan kerja memiliki Pejabat Pengelola Keuangan. Pejabat Pengelola Keuangan terdiri dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) dan Bendahara.
Pada dasarnya, setelah disahkan, anggaran digunakan oleh Pengguna Anggaran, yakni Menteri/Pimpinan Lembaga. Kemudian, Pengguna Anggaran menguasakannya kepada Kuasa Pengguna Anggaran. Biasanya, KPA ini dipegang oleh Kepala Kantor satuan kerja terkait. Namun, tidak melulu demikian karena Pejabat Pengelola Keuangan bukanlah jabatan struktural.
KPA memiliki sekian banyak kewenangan. Karena banyak, ia dibantu oleh PPK dan PPSPM. PPK berwenang dalam segala hal terkait penyediaan barang dan jasa satuan kerja hingga pembuatan SPP. PPSPM bertanggung jawab untuk memeriksa SPP yang dibuat PPK hingga kemudian menandatangani SPM sebelum diserahkan ke KPPN.
KPA bisa merangkap sebagai PPK atau juga merangkap sebagai PPSPM, salah satu, karena pada mulanya kewenangan itu adalah miliknya. Salah satu karena tetap harus ada fungsi check and balance. Sementara bendahara tidak bisa dirangkap. Karena pada dasarnya bendahara bertanggung jawab langsung kepada Bendahara Umum Negara, yakni Menteri Keuangan. Bendahara adalah jabatan fungsional. Karena itu ada wacana bahwa tenaga bendahara seharusnya bukan berasal dari kantor terkait melainkan disediakan oleh Menteri Keuangan.
Rekonsiliasi adalah bentuk pertanggungjawaban satuan kerja atas kerja keuangannya. Di dalam penyerahan Berita Acara Rekonsiliasi, juga disertakan Laporan Keuangan dan LPJ Bendahara.
Proses rekonsiliasi dilakukan menggunakan aplikasi berbasis web, E-rekonsiliasi. Ada 2 user yang digunakan yakni user operator dan user KPA. User KPA digunakan untuk mengotorisasi atau menandatangani BAR secara elektronik. Jadi, prinsipnya ketika otorisasi dilakukan, KPA lah yang melakukannya.
Kenapa harus KPA?
1. Kewenangan pelaporan dan pertanggungjawaban ada di KPA. PPK maupun PPSPM tidak memiliki kewenangan tersebut. Sehingga menurut saya, PPK dan PPSPM tidak berhak melakukan otorisasi ini.
2. KPA, bukan jabatan struktural. Tidak ada istilah plh atau plt KPA.
3. Terkait hal kedua, e-rekon sebenarnya memfasilitasi ketidakberadaan KPA saat dibutuhkan tanda tangan basah. E-rekon tidak membutuhkan tanda tangan basah. Jadi, identitas dalam user KPA adalah milik KPA sendiri. Ia tidak boleh diubah menjadi PPK atau PPSPM.
4. Ketika KPA mendelegasikan otorisasi pada praktiknya, secara prinsip, hal itu tetap tanggung jawab penuh KPA dan e-rekon tidak mengenal delegasi ini.
Kira-kira begitu.
GOOD POST