Anak keduaku baru sekitar sebulan lalu lahir. Namun, aku merasa hal ini seperti baru. Pasalnya, jarak kelahiran dengan anak pertama terpaut 5 tahun 1 bulan. Terlebih, aku menghadapi situasi yang amat berbeda di antara keduanya.
Hanna lahir ketika aku masih bertugas di Sumbawa. Pada usia kandungan 7 bulan, ibunya diungsikan ke Palembang akibat situasi yang tak memungkinkan di Sumbawa. Kami tak punya siapa-siapa di Sumbawa dan fasilitas kesehatan di sana, saat itu, tak bisa kupercaya. Aku pulangkan ibunya ke Palembang dengan harapan mendapatkan hal yang lebih baik.
Sebelum cukup bulan, aku mendapat diklat ke Bali. Kesempatan itu membuatku dapat merencanakan diri pulang ke Palembang seusai diklat. Namun, ibunya keukeuh aku harus ke Palembang dulu sebelum berangkat ke Bali. Sungguh, perjalanan yang tak efisien.
Saat itu tomcat sedang merebak. Kulitku melepuh di mana-mana. Aku pikir aku kena tomcat. Maka, kuputuskan pulang ke Palembang sekalian mengobati kulitku itu. Tak disangka, sesampai di RS Khadijah, bukan tomcat penyebabnya. Aku terkena alergi. Alergi antibiotik. Seminggu sebelumnya aku memang baru ke dokter dan diberi obat. Inilah salah satu alasan tambahan kenapa aku tak percaya dokter di Sumbawa.
Besoknya, kami kontrol kandungan. Kami datang pagi, namun dapat antrian belakangan. Jam 7 datang, baru jam 2 siang dapat giliran. Dan begitu diperiksa, sang dokter mengatakan bayi ini harus segera dikeluarkan. Bobotnya turun karena ada pengapuran di plasenta. Makanan tak bisa masuk jadinya. Ibunya bertekanan darah tinggi. Pre eklampsia. Harus segera dioperasi.
Singkat cerita, setelah lahir, aku harus kembali ke Sumbawa besar karena cutiku habis. Sebulan kemudian, aku baru kembali ke Palembang hanya 3 hari. Lalu balik lagi ke Sumbawa, dan menjelang lebaran baru kembali pulang. Apa yang ingin kukatakan adalah aku tak menjadi ayah pada normalnya yang seharusnya berada di sisi istri dan anaknya.
Kini, aku melalui proses itu—menjadi partner bagi mereka. Dan di situ, aku belajar dari awal.
Kedua anakku perempuan. Tugas berat menanti seorang ayah, terlebih bila anaknya perempuan. Karena cinta pertama anak perempuan adalah ayah.
Akan menjadi ayah yang seperti apa aku?