Siasat Wijaya
Pasukan Tartar (Mongolia) pernah datang ke Jawa. Pasukan itu hendak menghukum Jayakatwang/ Singasari. Jumlahnya pun tak sedikit, ada ratusan ribu prajurit Tartar, dipimpin oleh tiga senapati bernama Sibi, Ike Mese, dan Gausing. Meski catatan sejarah mereka hanya menyebutkan tiga nama itu, cerita yang diriwayatkan Ranggalawe menyebutkan pemimpin pasukan itu adalah Khan Agung. Tidak mungkin salah satu senapati menjadi panglima bagi senapati lainnya.
Di Tanah Jawa, pasukan Tartar berhasil dibantai dan diusir, setelah panglima tertinggi mereka (Khan Agung) mati di tangan pasukan Batara Wijaya.
Batara Wijaya berpura-pura membantu pasukan Tartar untuk menyerang Batara Jayakatwang, pengganti Batara Kertanegara sebagai penguasa Jawa. Setelah Khan Agung mengalahkan pasukan Batara Jayakatwang, pasukan Hutan Tarik menyerang balik pasukan Tartar hingga berakibat pada gugurnya Khan Agung.
Siasat Berburu Ular
Siasat Wijaya di atas lebih baik lagi jika dipadukan dengan Siasat Berburu Ular. Jika kita memakai Siasat Berburu Ular, kita perlu tahu di mana sarang ular berada.
Batara Wijaya yang pasukannya lebih sedikit tentu paham tak akan mampu memenangkan pertarungan secara langsung. Kekuatannya langsung diarahkan ke sarang ular untuk membunuh Khan agung. Hal ini akan mengakibatkan turunnya mental bertarung pasukan Tartar.
Siasat Batara Erlangga
Raja Medang terakhir adalah Batara Darmawangsa Teguh. Beliau punya seorang adik perempuan bernama Mahendradatta yang menikah dengan Batara Udayana, seorang raja di Bali. Perkawinan itu melahirkan anak laki-laki bernama Erlangga. Saat Medang diserang pasukan Wurawari dari Lwaram pada 934 Saka, Watan, Kotaraja Medang, hancur. Bahkan Batara Darmawangsa Teguh pun pralaya/ meninggal. Tapi, Erlangga berhasil meloloskan diri bersama pengasuhnya yang bernama Narotama. Erlangga lari ke hutan dan menjadi pertapa. Tiga tahun kemudian beliau turun gunung, merebut Medang dari musuhnya dan membangun kekuasaan yang menjadi cikal-bakal Kahuripan.
Siasat Sama-Beda-Danua
Siasat ini memiliki 3 prinsip. Pertama, galang sekutu. Kedua, pecah belah musuh. Ketiga, pukul musuh pada titik terlemah pada saat yang tepat. Siasat Sama-Beda-Danua ini tertuang dalam Kakawin Arjunawiwaha.
Siasat Mada
Gajah Mada pernah dengan cepat bisa menekuk Ketha dan Sadeng pada saat melakukan kraman/ pemberontakan kepada Rani Tribuwana Wijayatunggadewi ketika berkuasa. Saat itu, Gajah Mada menggunakan Siasat Mada.
Pemberontakan itu terjadi secara bersamaan, Ketha di utara dan Sadeng di selatan. Dari Trowulan, Ketha berada di timur sedangkan Sadeng berada di tenggara. Mahapatih Gajah Mada mengatur siasat dengan membagi pasukan berkuda yang bisa bergerak cepat menuju Ketha dan Sadeng secara bersamaan. Pasukan laut Majapahit diam-diam diberangkatkan melalui Hujung Galuh menuju Ketha, dipimpin Pangeran Adityawarman. Sedangkan Mahapatih Gajah Mada bersama Rani Tribuwana Wijayatunggadewi menyusul bersama pasukan besar menuju Sadeng. Baik Ketha maupun Sadeng dijepit dari dua arah.
Namun, Siasat Mada tak hanya serangan menjepit saja, melainkan bertumpu pada dua unsur, yaitu serangan menjepit dan serangan kejutan. Mahapatih Gajah Mada melumpuhkan pemberontakan di Sadeng dan Ketha dengan cara menjepit sekaligus mengejutkan. Pasukan berkuda Majapahit menyodok Ketha dari daratan sedangkan pasukan Pangeran Adityawarman mendesak dari laut, sekaligus memberikan kejutan. Begitu juga yang terjadi di Sadeng, pasukan berkuda melakukan serangan pendahuluan dengan cara mendesak pasukan musuh keluar dari pertahanan, sedangkan pasukan besar Mahapatih Gajah Mada dan Rani Tribuwana yang datang belakangan mengejutkan Sadeng dari arah berlawanan. Siasat Mahapatih Gajah Mada terbukti sanggup melumpuhkan Ketha dan Sadeng secara bersamaan karena unsur jepitan dan kejutan.
Siasat Babah Buhaya
Babah Buhaya adalah siasat menghilangkan jejak di tempat persembunyian. Kelihatannya Adipati Gegilang bersembunyi di sebuah tempat yang telah dipersiapkan sebelum perang. Mereka bermaksud kembali menghimpun kekuatan agar bisa menyerang balik kita