Tahun Anggaran yang Bahagia

Tulisan ini sudah dimuat di https://news.detik.com/kolom/d-4375377/tahun-anggaran-yang-bahagia

Senyum Menteri Keuangan Sri Mulyani merekah. Penerimaan negara diperkirakan akan melampaui target. Hasil menggembirakan ini patut diapreasiasi, terlebih defisit APBN diproyeksikan hanya sebesar 2,12% terhadap PDB tahun ini, lebih kecil dari yang dianggarkan yaitu 2,19% terhadap PDB. Ini menunjukkan postur APBN yang cukup baik.

Padahal, tahun 2018 adalah tahun yang penuh tantangan. Agresivitas AS yang menaikkan suku bunga The Fed sempat membuat ketidakpastian global semakin meningkat. Dolar kembali ke kampung halamannya membuat mata uang Paman Sam itu kian perkasa. Rupiah ikut terdampak dan sempat menembus Rp 15.000 per dolar AS. Kekhawatiran Krisis 97-98 akan terulang ramai menjadi bahasan.

Di tengah ketidakpastian itu, pemerintah tetap percaya diri. Bahkan tidak ada APBN Perubahan tahun ini. Hal itu menimbulkan pertanyaan, sebab ketidakpastian global membuat indikator makroekonomi berubah. Bila tetap menggunakan asumsi makroekonomi awal, APBN akan kehilangan konteksnya.

Kepercayaan diri itu berasal dari tren realisasi APBN yang proporsional pada semester I tahun 2018. Baik pos belanja maupun pendapatan terlihat berada di jalur yang tepat. Toh, tidak ada yang mampu memprediksi sejauh mana ketidakpastian global akan memberikan dampak pada Indonesia. Terlebih fondasi makroekonomi kita sudah cukup kokoh, tak rapuh seperti zaman runtuhnya Orde Baru.

Kepercayaan diri pemerintah itu juga yang menjadi faktor penting dalam menjaga pasar agar tidak panik. Tindakan pemerintah dalam mengatasi menguatnya dolar begitu tepat. Selain memang karena mengendurnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China serta faktor eksternal lain, pemerintah berhasil mengembalikan kepercayaan investor. Caranya, BI mengeluarkan kebijakan seperti mempercepat persiapan teknis Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF). Aturan yang mulai berlaku pada awal November 2018 ini memberikan alternatif bagi perusahaan dalam negeri atau investor yang membutuhkan lindung nilai (hedging) kurs mata uang.

Defisit Anggaran

Dalam beberapa tahun belakangan, kita dihantui isu defisit anggaran yang tak terkendali. Bahkan sempat, defisit anggaran tersebut dikhawatirkan akan melampaui 3% seperti yang telah ditetapkan sebagai batas dalam UU Keuangan Negara. Akibatnya, muncul wacana batas tersebut dihapuskan saja asal tujuan kesejahteraan rakyat tercapai, daripada karena melanggarnya, Presiden bisa kena impeachment.

Pemerintah menjawab dengan makin prudent dalam pengelolaan APBN. Defisit 2018 adalah defisit terendah dalam 5 tahun terakhir. Ini mengisyaratkan beberapa hal. Pertama, pemerintah semakin mandiri. Artinya, pemerintah makin mampu memenuhi belanjanya dari penerimaan negara (perpajakan dan PNBP). Ketergantungan terhadap utang semakin kecil. Kedua, fokus pengelolaan APBN menunjukkan pemerintah semakin efisien tanpa harus mengurangi output.

Buah dari Tax Amnesty berupa data yang semakin baik membuahkan hasil pertumbuhan perpajakan 15-16% tahun ini. Perekonomian yang terus tumbuh di atas 5% juga patut menjadi acungan jempol. Inilah pilar kuat yang juga menopang kurs kita.

Keseimbangan sektor riil dan moneter adalah kunci dari ketahanan terhadap krisis keuangan. Belajar dari pengalaman 97-98, pemerintah pun memperkuat sektor rill ini dengan mengucurkan kredit usaha rakyat bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM). Realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga akhir tahun diperkirakan bisa mencapai Rp 120 triliun atau sekitar 97% dari target penyaluran sepanjang tahun ini sebesar Rp123,8 triliun. Terlebih, penyaluran KUR ini memperhatikan sektor produksi yang menyehatkan arah fiskal kita.

Bukan hanya skema KUR untuk UMKM, pemerintah juga makin menyempurnakan skema kredit Ultramikro (UMi). Pembiayaan UMi ini menyasar usaha mikro guna mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Lebih Bahagia

Realisasi APBN 2018 yang lumayan baik itu perlu kita apresiasi. Tahun 2018, dengan sejumlah masalah yang menghantui, bisa dilalui dengan baik.

Tentu, hal ini jangan sampai membuat pemerintah lengah. Tahun 2019 lebih penuh tantangan. Ketidakpastian global akibat perang dagang antara AS dan China masih akan terus berlanjut. Pergolakan akibat suku bunga The Fed juga akan terjadi. Stabilitas di dalam negeri juga harus dipertahankan karena tahun politik. Pembenahan dalam UMKM perlu juga dilakukan untuk makin menguatkan sektor riil.

Menghadapi semua itu, pemerintah perlu ekstra hati-hati. Tak ada yang tahu, apakah kita bisa lebih bahagia tahun 2019. Kita hanya bisa berusaha dan berdoa.

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *