Surat Anton Chekov kepada Kakaknya, Nikolai Chekov

Suatu kali, pengarang besar Rusia Anton Chekov (1860-1904) menulis sepucuk surat untuk kakaknya, Nikolai Chekov, seorang pelukis sekaligus pemabuk ulung. Konon ia beberapa kali minum sampai tertidur di jalanan. Surat ini ditulis Anton sebagai nasihat penuh kasih untuk Nikolai.

Moscow, 1886.

.. Kau acapkali mengeluh, orang tak memahamimu. Goethe atau Newton tak pernah meratapi hal serupa. Hanya Yesus yang bilang begitu, itu pun Dia bicara tentang ajaran-Nya, bukan diri-Nya sendiri. Orang mengerti dirimu dengan baik. Dan jika kau tak memahami dirimu sendiri, itu bukan salah mereka.

Kuyakinkan, sebagai adik dan sahabat, aku sepenuh hati memahami dan menerimamu. Aku kenal kau seperti aku hafal kelima jari tanganku sendiri. Kalau kau mau, sebagai bukti, aku bisa beberkan sifat-sifat luhurmu. Menurutku kau baik, murah hati, tak egois, selalu siap membantu orang lain meski dengan sekeping uang terakhirmu; tak pernah iri atau benci, sederhana, belas kasih pada semua makhluk; bisa dipercaya, tanpa ragu, dan tak mendendam… Kau punya berkah yang tak dimiliki orang lain: bakat. Ini menempatkanmu di atas jutaan manusia, karena di muka bumi ini hanya satu dari dua juta orang adalah seniman. Bakat membuatmu istimewa: andai kau katak atau tarantula pun, orang akan tetap menghargaimu. Asal ada bakat, segalanya termaafkan.

Kau hanya punya satu kekurangan, dan segala keresahan dan ketidakbahagiaanmu bersumber dari situ. Kau kurang berbudaya. Maafkan aku, tapi veritas magis amictiate… kau tahu, hidup punya aturannya sendiri. Agar bisa nyaman berada di antara orang terdidik, dan bahagia bersama mereka, seseorang harus berbudaya sampai pada taraf tertentu. Bakat telah membawamu ke lingkaran itu, .. tapi kau terpisah dari sana, terombang-ambing antara dua dunia yang berlawanan.

Orang berbudaya harus, dalam pendapatku, memiliki karakter berikut:

1. Menghormati kepribadian manusia, dan karena itu selalu bersikap baik, lembut, sopan, dan mengalah pada orang lain. Mereka tidak memusingkan hal-hal kecil; kalau mereka tinggal dengan orang lain, mereka tidak menganggap itu sebagai pertolongan dan, kalau harus pergi, mereka tidak berkata “tak ada yang sanggup tinggal denganmu”. Mereka memaklumi kebisingan dan cuaca dingin dan daging yang dimasak terlalu kering dan gurauan dan kehadiran orang asing di rumah mereka.

2. Mereka punya belas kasih, bukan hanya kepada pengemis dan kucing. Hati mereka tersentuh oleh sesuatu yang tak terlihat oleh mata. Mereka begadang semalaman untuk menolong P… untuk membayari kuliah saudara-saudaranya, dan membelikan baju untuk ibu mereka.


3. Mereka menghargai milik orang lain, dan karena itu selalu melunasi utang.


4. Mereka tulus, dan menjauhi kebohongan. Mereka bahkan tidak bohong untuk hal-hal kecil. Kebohongan adalah penghinaan untuk yang mendengar, dan menempatkannya di posisi yang lebih rendah dari si pembohong. Mereka tidak berlagak, mereka bersikap di luar rumah sama seperti ketika di dalam rumah, dan mereka tidak pamer di depan orang-orang yang kekurangan. Mereka tidak suka mengoceh dan mempertontonkan kesombongan di depan orang lain. Untuk menghormati hak orang lain, mereka lebih suka diam daripada bicara.


5. Mereka tidak cari simpati. Mereka tidak bilang “Tak ada yang memahamiku,” atau “Aku dinomorduakan,” karena segala penyataan itu cara murahan untuk mendapatkan perhatian, dan itu adalah vulgar, basi, dan salah…


6. Mereka tak memiliki kesombongan yang dangkal. Mereka tak peduli pada hal-hal yang tampak berkilauan tapi palsu, seperti kenal banyak pesohor, bersalaman dengan si P [catatan penerjemah sebelumnya: kemungkinan inisial P merujuk pada penyair Palmin] yang mabuk, mendengarkan pujian para pengagum yang terpesona, duduk di kedai dan menjadi terkenal… Kalau mereka melakukan sesuatu, mereka tidak membesar-besarkannya, dan tidak menyombongkan diri bisa masuk ke tempat-tempat yang tertutup untuk orang lain… Orang yang benar-benar berbakat tidak menonjolkan diri di tengah keramaian, sejauh mungkin dari reklame. Bahkan Krylov berkata, gaung tong kosong lebih nyaring dari yang berisi.


7. Jika mereka memiliki bakat, mereka menghormatinya. Mereka mengorbankan istirahat, perempuan, anggur, kesombongan… Mereka bangga pada bakat mereka. Lagipula, mereka orangnya pilih-pilih.


8. Mereka mengembangkan perasaan estetik dalam diri mereka sendiri. Mereka tak bisa pergi tidur dengan berpakaian lengkap, melihat retakan di tembok dipenuhi serangga, menghirup udara kotor, berjalan di lantai bekas diludahi, memasak di kompor minyak. Sebisa mungkin mereka menahan diri dan memuliakan insting seksual… Apa yang mereka inginkan dalam diri perempuan bukan sekadar teman tidur.. Mereka tidak menginginkan kecerdasan yang muncul dari kebohongan terus menerus. Mereka tidak minum vodka sepanjang hari. Mereka minum ketika mereka bebas, atau untuk merayakan sesuatu… Karena mereka ingin mens sana in corpore sano [jiwa kuat dalam tubuh sehat].


Dan seterusnya. Seperti itulah orang yang berbudaya. Untuk menjadi berbudaya dan tidak berada satu tingkat di bawah lingkunganmu, tak cukup hanya membaca “The Pickwick Papers” dan belajar monolog dari “Faust.”…

Yang dibutuhkan adalah usaha terus menerus, siang malam, terus membaca, belajar, berkeinginan.. Setiap jam berharga… Datanglah pada kami, hancurkan botol vodka itu, berbaringlah dan membaca.. Turgenev, kalau kausuka, yang memang belum pernah kaubaca.

Kau harus berhenti bersikap sombong, kau bukan anak kecil… sebentar lagi umurmu tiga puluh.

Sudah waktunya!

Aku mengharapkan kedatanganmu. Kami semua begitu.


Versi terjemahan bahasa Inggris dari surat ini bisa kaubaca di situs terbaik di dunia ini.

Begitu membaca surat ini, aku langsung ingin menerjemahkannya, sebagian karena apa yang ditulis Anton Chekov (selanjutnya akan kusebut Anton saja, untuk membedakannya dari Nikolai) bicara banyak untuk jiwa-jiwa muda yang tersesat (cie). Surat ini ditulis Anton dalam usia 26 tahun, dan Nikolai 28 tahun. Umurku juga 28 tahun sekarang dan aku seperti bisa merasakan apa yang bergejolak dalam diri Nikolai saat itu.

Menjelang 30 tahun adalah usia yang rawan. Kau sedang bersiap-siap jadi orang dewasa sungguhan. Kau harus menentukan posisimu di dunia ini, apa yang mau kaulakukan sampai kau mati, bagaimana cara memaknai hidupmu, nilai-nilai apa yang akan kaupegang dan kauturunkan ke anak-anakmu, dan seterusnya dan seterusnya.

Kalau kau merasa memiliki bakat seni, kau harus lebih berhati-hati. Orang akan memandangmu istimewa karena kau berbakat, kau akan dipuji (dan dicaci) sedemikian rupa, padahal pujian (dan cacian) itu tidak mendefinisikan siapa dirimu. Dua hal saja yang perlu kaulakukan: hidup dengan baik, dan terus berupaya mengeksplorasi bakatmu.

Hanya itu.

Kurasa itu yang dimaksud Anton ketika menasihati Nikolai soal ‘hidup berbudaya’. Turunan dari nasihat itu bisa banyak: berhenti mabuk-mabukan, selesaikan sekolah, melukis setiap hari, banyak membaca, dan seterusnya. Tak kalah penting: menghargai orang lain. Dengan cara itu, kau akan berhenti menganggap hanya dirimu yang punya masalah di dunia ini. Anton seperti ingin bilang pada Nikolai: “Get your shit together, Bro. Hargailah bakatmu, dan jangan cengeng.”

Tiga tahun setelah Anton menulis surat ini, Nikolai meninggal dunia karena tuberkolosis.

 

Sumber:

http://www.andinadwifatma.com/2015/05/surat-anton-chekov-kepada-nikolai-chekov.html

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *