Seratus Ribu Anak Panah Cao-Cao

“Kita ingin menyerang pasukan Cao, senjata apakah yang terbaik untuk digunakan bila kita ingin menyerang mereka dari sungai?”

“Busur dan anak panah adalah senjata yang terbaik,” jawab Zhuge Liang.

Zhou Yu berkata, “Benar, apa yang Tuan katakan sama dengan apa yang saya pikirkan. Sekarang pasukan kita kekurangan anak panah, sudilah kiranya Tuan bertanggung jawab untuk segera membuat seratus ribu anak panah.”

Zhuge Liang membalas, “Saya pasti akan memenuhi amanat Anda. Hanya saja saya tidak tahu kapan kiranya seratus ribu anak panah ini digunakan?”.

Zhou Yu bertanya, “Dapatkah Anda membuatnya dalam waktu sepuluh hari?”

Zhuge Liang menjawab, “Tentara Cao akan segera datang, bila pembuatannya baru selesai dalam sepuluh hari, kita pasti menghambat perkara besar.”

Zhou Yu pun kembali bertanya, “Kira-kira Tuan perlu berapa hari untuk dapat menyelesaikannya?”

“Hanya tiga hari,” balas Zhuge Liang.

 

Salah satu adegan paling menarik di dalam film Red Cliff 2 adalah janji Zhuge Liang kepada Zhao Yu untuk mendapatkan 100.000 anak panah dalam waktu tiga hari. Dalam keadaan kekurangan sumber daya untuk menghadapi satu juta pasukan Cao Cao yang sedang berada di sungai Yang Tse, Zhuge Liang melakukan strategi unik dan berani.

Malam itu kabut turun pekat. Zhuge Liang melayarkan kapal-kapal yang dipenuhi dengan jerami. Menyadari musuhnya mengalami kesulitan jarak pandang, Zhuge Liang memainkan lawan dengan menabuh genderang perang dan beberapa anak panah yang dilepaskan dengan sengaja agar lawan mengira mereka sedang diserang.

Merasa sombong dan di atas angin, lawan mereka menembakkan ribuan anak panah ke dalam kabut yang pekat. Zhuge Liang terus menabuh genderang dan lawan semakin geram sehingga ribuan anak panah lain melesat menghujani kapal-kapal jerami.

Anak panah yang dilepaskan lawan menancap di kapal-kapal jerami dan anak-anak panah itulah yang kemudian diserahkan Zhuge Liang kepada Zhao Yu untuk menyerang Cao-Cao.

Zhuge Liang atau juga disebut Naga Tidur merupakan penasehat perang terbaik di masa tiga kerajaan. Zhuge Liang terkenal dengan kemampuannya dalam membaca alam, pintar, dan sering kali menggunakan taktik perang yang didukung oleh alam sehingga dengan prajurit yang terbatas, ia menjadi lebih efektif dan efisien dalam berperang. Sehingga sosoknya menjadi sangat vital bagi negara Shu yang dipimpin oleh Liu Bei. Ia juga pencetus ide pendirian 3 kerajaan untuk menjaga kestabilan negara Han dari rezim Cao-Cao.

Kekuatan utama Zhuge Liang sebagai seorang pemimpin ada pada ciri model the way dan challenge the process.

Zhuge Liang pun paham begitu pentingnya strategi dan perencanaan. Strategi taktis yang diusulkannya mampu mengantarkan pada kemenangan perang. Dalam ilmu manajemen dan kepemimpinan, salah satu pilar penting yang tidak boleh dilupakan adalah perencanaan.

Ia memiliki pembawaan yang tenang dan rendah hati. Tetapi ia memiliki cara yang tidak biasa. Caranya mendapatkan 100.000 anak panah Cao-Cao adalah contohnya. Belum lagi strateginya dalam bertaruh bahwa implikasi dari rangkaian strateginya akan menimbulkan ketidakpercayaan Cao-Cao pada dua laksamana yang paling paham medan. Di sinilah, titik balik kemenangan perang itu terjadi.

Zhuge Liang juga memahami betul filosofi seni. Ia menantang Zhao Yu bermain kecapi untuk mendapatkan kepercayaan Zhao Yu sekaligus saling menilai kapasitas masing-masing.

Zhou Yu adalah penasehat perang yang telah dipercaya 3 generasi klan Sun semenjak diperintah oleh Sun Jian hingga Sun Quan. Zhou Yu merupakan tipikal penasehat perang yang taktis dan sangat menguasai taktik perang di perairan. Zhou Yu juga merangkap sebagai komandan perang. Ia memiliki kemampuan dalam menggerakkan perasaan prajurit hingga menaikkan moral mereka. Tipe lainnya adalah observer. Ia akan menguji kemampuan bawahan dan teman yang menjadi sekutunya hingga ia yakin dan akan terus menjaga keyakinannya.

Sebagai contoh, adanya peristiwa pencurian kerbau penduduk oleh prajuritnya. Prajurit yang mencuri kerbau itu berada di batalionnya Gan Xian dengan ciri kaki yang terkena lumpur. Namun, Zhou Yu tidak langsung menghukum prajurit tersebut. Justru ia membela prajurit tersebut dengan menyuruh prajurit lain menginjak lumpur agar tanda tersamarkan. Gan Xian sebagai pemimpin batalion melihat hal tersebut akhirnya sadar dan meminta maaf langsung kepada petani yang dicuri sapinya hingga membuat para prajurit terharu karena kesalahan prajurit biasa ditanggung oleh jenderal mereka. Hal inilah yang membuat moral prajurit menjadi lebih percaya kepada pemimpin. Filosofi pemimpin ialah membela bawahan bukan langsung menyalahkan karena kesalahan bawahan bisa saja karena kesalahan pemimpin dalam mendidiknya.

Cao cao merupakan perdana menteri dan jenderal utama dari negara Han. Ia adalah pemimpin yang memiliki segalanya, kepintaran dan seni berperang, dukungan politik dan militer, hingga pengalaman perang yang sangat banyak dengan catatan rekor tidak pernah terkalahkan. Tetapi, ketamakan akan kekuasaan yang menjadikan ia jatuh menjadi pemimpin yang dibenci.

Seni berperangnya setingkat Zhou Yu dan Zhuge Liang akan tetapi terkadang ia ceroboh terutama pada godaan wanita yang merupakan sumber peperangan kali ini.

Sebelum berperang masing masing pihak saling menganalisis SWOT. Faktor geomorfologi pegunugan dan perairan dijadikan landasan analisis fisik dasar dan infrastruktur yang menunjang dalam perang seperti kapal perang di area yang dominan perairan.

Pihak aliansi Wu-Shu telah lebih dahulu berbasis di area tebing merah sebelah timur yang telah turun temurun dijadikan benteng alam akan tetapi Cao cao juga bisa membaca dengan menjadikan tebing merah di sebelah barat sebagai benteng alam juga. Sayangnya analisis Cao cao kurang komprehensif sehingga ia tidak mempertimbangkan faktor skenario terburuk dalam perang karena ia belum pernah terkalahkan sekalipun sehingga ia lupa bahwa tebing di sisi barat tidak memiliki area untuk melarikan diri ke arah barat.

Pada awalnya Cao Cao sangat diuntungkan dengan bergabungnya dua laksamana yang menyediakan, dan membangun angkatan laut. Akan tetapi karena perencanaan terstruktur, rapi dan sangat rahasia oleh Zhou Yu dan Zhuge Liang yang menyebabkan Cao Cao membunuh laksamananya sendiri—karena kurangnya kepercayaan Cao Cao yang juga telah membaca bahwa banyak panglima pendukungnya yang kurang loyal.

Faktor lain yaitu perencanaan Demografi atau Manpower. Cao Cao yang memiliki manpower/ prajurit yang banyak sebenarnya sangat beruntung dan menjadi nilai tambahnya. Ia menjaga moral prajuritnya dengan janji-janji berupa pembebasan pajak selama 3 tahun, penaikan pangkat, dan kemenangan. Ini adalah ciri kepemimpinan transaksional. Cao-Cao untungnya juga merupakan motivator yang baik sehingga moral prajuritnya tetap terjaga walaupun tidak diuntungkan secara geografis—prajurit Cao cao tidak terbiasa berperang di atas perairan—dan pada saat wabah menyerang.

Sedangkan pihak Wu dan Shu yang sangat dipercaya oleh prajuritnya memiliki kekurangan dari segi jumlah tetapi lebih merata di bidang kemampuan dalam perang di wilayah perairan di isi oleh pasukan dari Wu dan dalam perang di wilayah darat di isi oleh pasukan Shu.

Faktor iklim dan hidrologi sangat dibutuhkan terutama dalam bersiasat. Sebenarnya Cao Cao telah dapat membaca iklim saat itu sangat membantunya terutama dalam perang besar dengan menggunakan api akan tetapi ia masih kurang pengetahuan terhadap iklim dan hidrologi dibandingkan Zhuge Liang sehingga justru di saat yang tepat malah menjadi kekuatan pembantu pasukan aliansi.

Proses perencanaan berikutnya adalah urutan aplikasi atau kata mudahnya urutan taktik yang akan dijalankan.

Di pertempuran darat yang pertama pasukan aliansi memakai formasi perang kura kura darat dan di kubu Cao Cao mengirim pasukan frontline kavaliernya yang terkenal. Di pertempuran berikutnya Cao Cao mengirimkan penyakit ke kubu pasukan aliansi dengan sangat tidak manusiawi dan dibalas dengan tipu muslihat pengambilan panah oleh Zhuge Liang yang dibutuhkan di perang puncak sebagai alat pelontar api dan muslihat pembunuhan laksamana perang di kubu Cao Cao sebagai penurun moral pasukan Cao Cao.

Di pertempuran puncak yang menjadi kekalahan Cao, adalah keterlambatan dalam penyerangan. Pasukan Cao diserang terlebih dahulu dan berakibat pada turunnya mental pasukan Cao.

Dari film ini, kita dapat melihat betapa ketiga pemimpin ini memiliki kemampuan yang kuat sebagai pemimpin. Meski di film Red Cliff, Cao-Cao kalah, tetapi dalam sejarah kita tahu bahwa Cao-Cao akan kembali dan memenangkan pertempuran. Cao-Cao adalah sosok yang karismatik yang mampu menyatukan Cina daratan. Ia punya visi, yakni mengutuhkan Cina. Ia punya kemampuan memotivasi dan menggerakkan hati pasukannya yang sempat runtuh. Ia juga punya mental untuk menantang setiap proses yang ada.

Zhao Yu tak kalah visionernya. Ia juga mempunyai kemampuan untuk dekat ke bawahannya sehingga mendapatkan hati dan kepercayaan pasukannya.

Sementara Zhuge Liang adalah orang paling berbahaya dari sisi perencanaan dan strategi. Bahkan di akhir cerita, Zhao Yu menyadari bahwa suatu saat ia akan berhadapan dengan Zhuge Liang dan merasa takut padanya.***

 

 

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *