apakah kamu masih mencintaiku, meski suatu hari
aku tak lagi menulis puisi untukmu
lirik-lirikku berubah menjadi, mengenai orang mati
yang tak bersalah, dan mungkin sedang ditunggu kekasihnya
memikirkan puasa besok akan bersahur dan berbuka dengan apa
tetapi lalu ia tak lagi ada di dunia, dan hanya
menghiasi setiap pemberitaan
yang tak pernah benar-benar memikirkan kemanusiaan?
aku menjadi lupa padamu, dan teringat banyak hal
yang lebih penting kutuliskan
daripada terus-terusan memuja segala hal yang ada padamu
toh, kecantikanmu akan tetap kecantikanmu
tak akan hilang atau berkurang meski kutuliskan atau tidak kutuliskan
sementara orang mati, meski tak akan hidup lagi
membuatku merasa suatu hari aku akan mati
dan saat itu, aku tak akan lagi bertemu denganmu
mati tua atau mati muda–yang tak pernah kita tahu
adalah kepastian
apakah kamu masih mencintaiku, meski suatu hari
ada perpisahan
yang tak mungkin kita hadapi dengan bahagia?
aku akan tetap cinta padamu, meski aku tak tahu
akan berubah menjadi macam apa nantinya
atau aku kehilangan kemanusiaanku sendiri