Hatiku bersamanya, tetapi
pikiranku adalah yahudi terkutuk
yang berjalan, tak sampai-sampai
hingga malam demi malam hanya untuk
sebuah gerhana penuh
berwarna merah darah
yang kemudian dikhianati mendung
hanya seekor burung muda tersesat
di langit, terbang, tak tahu pulang
Hatiku bersamanya, tetapi
pikiranku begitu muda, ingat pulang
tapi tak punya tempat.
aku terjatuh ke dalam senyummu
dan aku terperangkap, terpenjara
sia-sia sudah kemerdekaan
bertambah lagi duka
setelah kemiskinan, intoleransi
kini aku papah padamu
isi kepalaku berubah, bukan lagi
kolam berair jernih
ikan-ikan tak berkumpul, pergi
menujumu
bagaimana caramu menjatuhkan aku
lebih cepat dari pukulan ali
ketika menjatuhkan foreman
senyummu adalah sebuah lubang
yang memaksaku jatuh
dan tak ingin aku bangkit kembali
biarlah kini duniaku di dalammu
Memeluk Bahaya
sayang, hiduplah dalam bahaya
dengan begitu, setiap hari engkau akan mengingat tuhan
tuhan hadir dalam kilatan peluru,
dalam langkah kaki yang terburu
sesuatu tak pernah berhenti mengejarmu
ia yang kalah adalah ia yang lelah
sayang, hiduplah sambil memeluk ketakutan
peluk lebih erat dari engkau memeluk bahagia
kelak, tuhan yang akan memelukmu
sebagai balas jasa kau telah mengingatnya
setelah lama ia dilupakan
Memeluk Seluruhmu
Aku ingin memeluk seluruhmu
dirimu yang lebih luas dari seluruh nama
kedua lenganku yang tak terbiasa
mengukur dunia—kelilingnya telah diaku
oleh columbus, menemukan dunia baru
tempat orang-orang lari atau mencari kesunyian
dunia baruku adalah kamu, tetapi seluruhmu
di luar nalarku
aku tak bisa berpikir jernih
sungai musi, sungai kapuas, sungai bengawan
diberi tawas setempayan masih
sekeruh ingatan
sampai aku merasa khianat
sampai aku mengusir sepenuh kalimat
yang diciptakan daun-daun merah kemarin
disematkan cicit-cicit burung sriti muda
yang terbang setinggi-tingginya
aku ingin memeluk seluruhmu
seperti lengan sayap burung itu
ketika hendak memeluk langit