Puisi Pringadi Abdi di Majalah Horison

Lima puisi di bawah ini dimuat di Majalah Horison, pada bulan Maret 2011.

Majalah Horison Maret 2011

Ubin

Ia sebetulnya benci sapu ijuk tiap kali disuruh ibunya
membersihkan teras rumah yang berubin itu.
Bentuknya yang persegi membuat ia membayangkan
luasnya adalah kuadrat tiap sisi dan matematikanya yang
selalu dapat nilai lima.

Dua buah kursi dibiarkan menganggur di dekat pintu, ia
duduk sejenak dan menyaksikan ubin-ubin itu menggodanya.
Ia tertawa gembira, diangkatnya satu kaki, dan bermain
cak ingkling semaunya sendiri.

Di Ayunan

Bermain ayunan sendirian sore itu, seekor kucing melompat
manja ke pangkuannya. Ia ingat, dulu, seorang temannya pernah
meninggalkan tanda hati di ayunan ini. Cinta masa lalu tak lebih
dari cinta monyet.

Diraba dadanya, seperti ada sesuatu yang kosong.

Diraba yang kosong itu, sungai lahir dari matanya.

Menyeberang Jalan

Jalan di depan rumahnya sulit diseberangi. Ia harus menoleh
ke kanan dan ke kiri, sampai benar-benar yakin tak ada kendaraan
yang sedang ditunggangi malaikat maut. Ia takut, pesan ibu
di kantong bajunya tercecer di aspal yang berlubang itu. Karena itulah,
ia menyeberang pelan-pelan sambil memegangi dadanya yang
menyimpan kesepian.

Ia tak pernah percaya pada zebra cross.

Ia juga tak pernah percaya lampu merah.

Hujan dalam Sebuah Ingatan

Sepanjang Jalan Bungur, hujan mengantarkan jejak
kaki yang ia tinggalkan. Ada yang terselip di antara roda
kendaraan. Didedahkannya betis kaki, bulu-bulu halus
berlomba-lomba memanjat sampai pangkal paha.

Mungkin hujan adalah wanita.

Seketika ia berharap tak ada degam di dadanya.

Musim Penghujan

Musim hujan terpanjang waktu itu, kita berteduh di
beringin yang rimbun. Selalu ada yang memercik ke balik
kemejamu, titik-titik air yang lincah, berkelit dari dedaunan
yang rapat.

Aku tidak sudi, melihatmu berlari sambil menangkupkan
jaket di rambutmu yang pecah oleh sinar matahari. Jejak-jejak
sepatumu lengket di tanah yang becek. Lalu menjadi kolam-kolam
kecil yang merindukan ikan dan kehidupan.

Mungkinlah, seorang pengembara tidak pernah takut
musim penghujan.

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *