Lirisme Buah Apel yang Jatuh ke Bumi
Pada suatu tengah malam, seusai menikmati
gravitasi di atas tubuhmu, kita bercerita tentang
newton dan buah apel yang jatuh ke bumi.
“Jangan tinggalkan aku, apalagi di bumi ini,”
katamu dengan kerongkongan kering.
tapi Tuhan adalah penguasa
atas kemurungan dan keriangan. dan dengan selera humornya
yang aneh, melerai cinta kita.
inilah kemurungan itu kekasih, kau pergi bermil-mil dari lukaku,
sementara aku harus beranjak dari seluruh kenanganku tentangmu.
“Jangan tinggalkan aku apalagi di dunia ini.”
masih kukenang itu sebagai lirisme yang jauh. juga Tuhan pencipta tragedi
dan komedi. dan sang waktu, kekasih. kini
tengah memberangus jasadku dan diam-diam hendak mengubahnya jadi
tanah.
“suatu saat kelak, seusai lelaki lain menikmati gravitasi di
atas tubuhmu, maukah kau mengenang buah apel yang jatuh ke bumi?”
Makassar, 1999
Baca Dulu: Puisi Saini KM
Seekor Ular Betina
— aku bukan adam dan
tak bersama hawa, tiada pohon
khuldi serta tidak berada
di surga.
namun di jalan suram berliku
itu, aku dicegat seekor ular. aku
gemetar terpaku, tidak mampu
teriak tak sanggup angkat kaki.
sorot mata kuning jalang,
meliuk sagang menghadang,
menjulur lidah sirah bercabang,
mendesis siaga pagutkan bisa.
di jalan kelam berkelok itu,
aku disergap seekor ular. menderu
membelit erat. kulitnya suam lekat
di tubuh. aku rubuh menggeliat,
terlilit hendak meledak.
di nafas sesak dan pandang
mengabur, selintas terbayang
lambai anak-istri, lamat terngiang
tegah ayah-ibu.
tetapi di jalan muram berliku
itu, ia mendengus menelanku
perlahan. mulai dari bagian
tengah badanku. terasa licin
kenyal kulum mulutnya.
aku tersengal mendesis,
samar terhidu aroma manis
lipstiknya.
makassar, 2017
Sumber: Kompas, Sabtu 12 Mei 2018
Prometheus
– buat seorang perempuan asing
di pelabuhan
yang dikepung melankoli – di antara bau bacin
dan cemas kecopetan – aku lepas kau ke negerimu di
utara. aku cium pipimu kiri-kanan; angin berkesiur di
telingaku. aku tepuk pundakmu; angin menggerai
anak-anak rambutmu.
“aku suka negerimu. tapi aku
tak ingin tinggal. aku takut harus memeluk satu
agama, dan percaya bahwa surga ada di akhirat
aku ingin kembali ke negeriku. tempat
surga sedang dibangun,” katamu.
di sudut pelabuhan,
tertambat sebuah kapal peti-kemas, tua dan
kesepian. di rusuknya ada tulisan berkarat:
navieras de puerto rico. mungkin pengangkut
rempah-rempah atau budak, apa bedanya.
semua bangsa rasanya telah menjelma
penjajah di kepalaku.
juga laut di depan mataku, seperti
kemaluan seorang pelacur: menganga dilayari
kapal-kapal dan lelaki-lelaki ke negeri-negeri
jauh.
“ikutlah ke negeriku,” bujukmu. “di sana – bahkan
setelah tua sekalipun, di setiap akhir tahun –
kau masih dapat jadi sinterklas, membayangkan
dirimu naik kereta salju yang ditarik kijang bertanduk
panjang dan menipu ribuan anak-anak.”
tapi kapal yang meraung bagai
monster kesakitan itu telah membawamu.
seperti kau, aku ternyata tak melambai.
tak ada yang hilang apalagi kosong di dadaku.
aku hanya tiba-tiba merasa ingin seperti
nuh: menjadi satu-satunya nakhoda yang berlayar di
atas bumi yang tenggelam.
makassar 1998
Sumber: Bahaya Laten Malam Pengantin (Ininnawa, Makassar; 2008)
Tak Ada yang Mencintaimu Setulus Kematian
ketika engkau
lahir dan ummi shibyan mencubitmu
agar menangis pertanda hidup, bersama kilau
cahaya pertama yang menyusup ke biji matamu,
kematian datang menjelma bayanganmu
agar dapat terus mengikutimu.
ia menguntitmu ke mana pun engkau
pergi. ke puncak gunung tertinggi atau
ke palung laut terdalam. sepanjang hidupmu
ia bertengger lekat di tengkukmu.
meski tak mencemaskanmu,
ia bergidik-menyeringai juga ketika engkau
menatap jurang yang dalam.
meski ia agak gemetar pula,
tapi suka menggodamu ketika
engkau menyeberang jalan yang ramai.
tak seperti lelaki murahan atau
perempuan hidung belang yang telah menipumu,
ia setia, tak pernah ingkar janji, dan selalu
tepat waktu.
ketika engkau berteriak girang
atau terpekur sedih setelah lelah bertualang
ke lekuk-penjuru seluruh bumi, kematian akan
berdiri tersenyum di hadapanmu.
ia merentangkan
tangan memperlihatkan
rahasiamu yang selama ini ia simpan sambil berkata:
“tinggal kematian petualangan yang tersisa.”
tak ada yang mencintaimu setulus kematian.
2003
– ummi shibyan: iblis yang mencubit bayi hingga menangis ketika lahir
– “tinggal kematian petualangan yang tersisa”: ucapan james hook dalam film Peter Pan
Sumber: Bahaya Laten Malam Pengantin (Ininnawa, Makassar; 2008)
Baca Juga: Sajak Nizar Qabbani
Kawan Berbagi Keabadian
aku dan sajakku adalah kawan
berbagi keabadian. aku membayangkan
diriku membacanya kelak di taman
firdaus: tempat semua mimpi terlahir.
aku dan sajakku adalah kawan
berbagi keabadian. ia membayangkan
dirinya terukir indah di batu nisan
makamku: tempat segala mimpi berakhir.
lalu di ufuk mataku yang makin sunyi,
senja pun jatuh dan mengelupas jadi
gelap. hingga lahat dan akhirat, ahli
warisku yang pasti, membagi
mayat dan nyawaku.
sesekali, kau mungkin akan
ziarah pada nisan dan sajakku. dan
membayangkan mungkar menyiksaku
di neraka: mengerat kemaluanku.
aku dan sajakku adalah kawan
berbagi keabadian.
makassar 2003
– “kawan berbagi keabadian” kalimat Akasha dalam film “Queen of The Damned”
Sumber: Bahaya Laten Malam Penganten (Ininnawa, Makassar; 2008)