Perjalanan ke Jakarta
Langit terlihat berkabung melihat
seorang tampak bungkuk menggotong
yang tak terlihat dan ia memakai
topi yang kemudian terjatuh.
Raga sendirian, tetapi jangan dihakimi
sebagai seseorang yang egois
atau anti sosial. Kadang diam sejenak
untuk sedikit mengusap dahi.
Kapal-kapal berseluncuran di langit
mendung. Berbaris seperti anak tangga,
meninggalkan pohon
dan gedung-gedung usang.
Keringat bercucuran akibat
menggotong huru-hara yang beratnya tak karuan.
Algoritma pikiran tetap berjalan,
walau dalam keadaan miring.
Hujan tiba. Air menyambut dengan ketenangan,
kakinya tenggelam sampai tempurung.
Percikannya terasa,
Tapi, ia konsisten dengan keringatnya.
2020
Baca Juga: Puisi Intan Hafidah
Di Restoran
Seseorang memanggul karung dan
menyodorkan tisu ke pelanggan restoran
dan berkata “Sepuluh ribu tiga”
“Saya beli enam” ucap pelanggan
Tanpa alas kaki, penjual itu bergegas keluar,
menatap langit dan berbisik
“Hari ini aku bisa makan”
2020
Baca Juga: Puisi Muhammad Lutfi
Pelajaran Bahasa
Hari ini pelajaran bahasa.
Semua siswa sibuk membuka lembaran
buku materi sebelumnya
karena takut ditanya oleh guru.
Ibu guru selalu bilang kalau
Bahasa itu dinamis
Bahasa itu bermakna
Bahasa itu lambang
Bahasa itu bervariasi
Salah satu siswa bertanya
“Bagaimana dengan yang diam seribu bahasa?”
Ibu guru tidak bisa menjawabnya.
Semua isu mengalir begitu saja dan
bertebaran di buku siswa.
2020
Identitas Penyair
Alvian Rivaldi Sutisna. Biasa dipanggil Alvian. Pria yang lahir di Bekasi tahun 1998. Alvian telah menamatkan studinya pada tahun 2019 di Universitas Singaperbangsa Karawang jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Saat ini pekerjaannya sebagai tenaga pengajar. Bisa dihubungi melalui surel akun.alvianrivaldi@gmail.com atau Instagram alvianrvaldi.
Jika ingin tulisanmu dimuat, silakan kirimkan tulisanmu ke Catatan Pringadi, ya!
One Comment