Puisi @6unie | Apa Kabar Indonesia?

APA KABAR INDONESIA ?

Apakah masih hujan hari ini?  Aku ingat setiap hujan tiba, kita mengapung di jalan bersama-sama. Tak ada gardu pos atau rumah tinggal untuk kita. Kita tak pernah mengeluh seperti orang kehabisan suara. Hujan, katamu, hanya titik pada tilas di matamu, yang menyekat merih pada pagi hari yang hilang suara sampai ia bertahan pada siang saat kau jumpai sebuah swalayan yang diserbu emak-emak karena takut tak dapat menggoreng ikan di rumah, karena minyak sedang langka di negara ini, karena pedagang besar menahannya di gudang karena takut rugi akibat tidak jelasnya sikap aparat menentukan harga eceran terendah.  Hujan seperti biasanya, seperti lilin yang tak tersentuh angin malam sebab dua helai kardus bekas di atas tanah terasa nyaman untukmu menutup mata sampai matahari pagi membuka lubang di langit-langit dan membakar mukamu. Kau pernah menyibukkan diri dengan merias wajahmu dalam gaya kecantikan seperti orang mati yang pernah menjadi mode padamu saat bekerja pada juragan tepung di pasar kota. Kau mengakui itu terlihat buruk tapi lebih baik begitu karena laki-laki bisa jadi sangat bodoh setiap menyangkut urusan perempuan. Kau pernah terbangun karena mimpi gila di sore hari, melihat perempuan paruh baya dengan wajah manis mendekap tubuhmu seakan cinta menyeduh bunga padma di pinggir telaga. Dara manis seperti peta yang tak tersusun, tak ada kitab ataupun orasi-orasi jalanan yang sanggup menterjemahkannya. Tak ada jalan rahasia untukmu di masa depan seperti mereka yang berteriak-teriak seusai bel sekolah berbunyi. Yang gagah bersuara menolak tiga periode dengan jas almamaternya dalam jalanan yang ruwet dan keributan orang-orang mencari uang dan menghabiskannya. Terlalu pagi untuk merebahkan kesedihan, mereka kerap tak punya waktu untukmu, apalagi rindu.

Akankah lelap engkau tertidur malam ini, kawanku? Sedang kutahu kau masih menyusun bahasa jalanan, menghitung jam dengan rumah mewah dan sudah alum pada unggun-tulangmu sendiri. Kubaca lagi sebelum ingatan itu berlari, kukenali bunga jambu yang terselip di rambutmu. Di bawah lampu jalan yang keruh, bunga yang menutupi sebagian wajahmu seolah acuh tak acuh pada negeri ini,  meski dingin malam memungut berita demi berita. 

2022

@6unie, menulis puisi di twitter, penyuka sajak sapardian. Sampai hari ini masih menulis sajak sapardian di Komunitas Sapardian. Bisa dicolek di akun twitter jarene@6unie

Puisi ini diikutsertakan dalam lomba menulis puisi Catatan Pringadi 2022.

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

2 Comments

  1. Terima kasih sudah ditayangkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *