Kalau berkunjung ke Sumatera Barat, pastilah wisata danau akan menjadi salah satu destinasi wajib. Ada beberapa danau terkenal di sana seperti Danau Singkarak dan Danau Maninjau. Danau lain yang tak kalah indah ialah Danau Kembar di Alahan Panjang. Danau Kembar ini memiliki pesona dan cerita misteri tersendiri yang begitu menarik untuk diulik.
Letak Danau Kembar ada di Lembah Gumanti, Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat. Nah, disebut Danau Kembar karena ada dua danau yang hampir sama ukurannya, yakni Danau di Atas dan Danau di Bawah. Uniknya, penamaan ini justru berketerbalikan dengan kenyataan. Posisi Danau di Atas justru lebih rendah dari Danau di Bawah lho. Semacam ilusi optik saja yang menyebabkan posisi Danau di Atas seolah-olah lebih tinggi dari Danau di Bawah.
Untuk dapat menikmati keindahan panorama Danau Kembar ini ada beberapa cara. Khusus Danau di Atas, bila masuk melalui pintu utama (sering disebut ke Villa), tiket masuk per orang sebesar Rp10.000. Hanya saja, di sini kadang aku merasa miris. Sampah bertebaran tak karuan. Tak ada tanggung jawab dan kesadaran berlingkungan dari pengunjung dan penjual makanan. Pada pedagang tak memikirkan estetika. Sulit mencari tempat berfoto selain mendapatkan point of interest dari kapal-kapal yang mengarungi danau dan tepian dengan ornamen pohon pinus. Bila hendak berenang di danau, kusarankan setelah pintu masuk, langsung belok ke kanan. Nah, di sisi itu, kedalamannya tak berbahaya buat anak-anak. Namun kemarin, ada yang berjualan di sekitar situ, mengakibatkan sampah-sampah steroform bekas Pop Mie dibuang begitu saja di pinggir danau. Tak elok sama sekali.
Cara lain adalah menuju Masjid Umi. Letaknya setelah pintu utama. Tak begitu jauh. Kita bisa memotret dan menikmati pemandangan alam yang tak kalah menariknya dari sisi masjid. Gratis pula
Danau di Bawah
Untuk menuju Danau di Bawah, jaraknya lumayan jauh. Kita cukup bisa menyaksikan panorama Danau di Bawah dari beberapa titik panorama yang ada di sekitar Danau di Atas.
Tahu nggak, Danau di Atas ternyata merupakan hulu dari Sungai Batanghari yang membelah Pulau Sumatera dan bermuara di Selat Malaka. Berbeda dengan Danau di Bawah yang belum diketahui secara pasti kemana air dialirkan karena tidak temui sungai yang berhulu di danau ini.
Nah, Danau Kembar ini juga punya cerita misteri dan legenda juga lho.
Berbeda dengan Danau di Atas yang merupakan sebuah danau yang masuk kategori dangkal, dengan kedalaman hanya 44 meter saja, Danau di Bawah memiliki titik terdalam di 884 meter dari muka air. Kedalaman ini terbilang menyeramkan untuk sebuah danau. Ada banyak cerita mistis yang menyelimutinya. Masyarakat sekitar pun tidak berani membawa perahu hingga ke tengah danau.
Kabarnya, ada monster danau yang hidup di Danau di Bawah ini lho.
Legenda Danau Kembar juga sangat terkenal. Pada zaman dahulu kala ada seorang niniak (Orang yang Sudah Tua) yang bernama Niniak Gadang Bahan yang kerjanya adalah Maarik kayu (membuat papan/tonggak). Badannya besar tinggi dan kampaknya sebesar Nyiru. Nyiru adalah tempat menempis beras yang lebarnya kira-kira 50cm x 80cm. Setiap berangkat ke hutan niniak ini tidak lupa membawa beliungnya. Niniak ini makannya hanya sekali seminggu, tapi sekali makan 1 gantang (6 kaleng susu indomil). Untuk mendapatkan kayu/papan yang bagus dia harus naik gunung/hutan. Setelah beberapa hari dalam hutan dia akan pulang dengan membawa beberapa helai papan/tonggak yang telah jadi dan membawa ke pasar untuk dijual. Dari hasil penjualan papan/tonggak inilah dia menghidupkan keluarganya.
Pada suatu hari ketika berangkat ke hutan, di tengah hutan tempat dia bisa lewat tertutup. Niniak ini kaget, kenapa ada makhluk yang menghambat jalannya. Makhluk ini sangat besar sehingga menutup pemandangannya. Niniak berusaha untuk mengusirnya tapi makhluk ini tidak bergeming, malah balik menyerang. Ternyata makhluk ini adalah seekor ular naga yang besar. Tidak bisa disangkal lagi darah pituah niniak moyang langsung mengalir ke seluruh tubuh niniak, katanya: “Lawan tidak dicari, kalau bertemu pantang mengelak”. Terjadilah perkelahian antara naga dan Niniak Gadang Bahan. Naga melakukan penyerangan, Niniak Gadang Bahan tidak tinggal diam. Seluruh kemampuan yang dimiliki dikeluarkan. Beliung yang berada di tangan Niniak Gadang Bahan bereaksi, dan memang Niniak Gadang Bahan sangat ahli memainkannya, tentu jurus-jurus silat yang sudah mendarah mendaging oleh Niniak Gadang Bahan tak lupa dikeluarkan. Akhirnya Naga betekuk lutut dan menyerah. Naga kehabisan darah karena sabetan beliaung Niniak Gadang Bahan. Kepala Naga Nyaris putus, darah mengalir dengan deras. Angku Niniak Gadang Bahan menarik naga itu dan melempar dengan sekuat tenaga dan sampai ke sebuah lembah.
Setelah berlangsung beberapa lama Angku Niniak Gadang Bahan mendatangi lembah tempat naga dilemparkan. Ternyata Niniak Gadang Bahan kaget, naga tersebut ternyata tidak mati. Dia malah melambangkan badannya dengan posisi membentuk angka delapan,. Darah dari kepala ular tetap mengalir sehingga memerahkan daerah tersebut. Daerah ini menjadi tempat kunjungan yang manarik bagi Angku, dan juga orang-orang yang ada di sekitar itu. Tapi apa yang terjadi, lama-lama badan ular ini mulai tertimbun oleh tanah, dan di antara dua lingkaran ular itu tergenanglah air yang membentuk dua danau kecil. Lama kelamaan danau ini terus semakin besar, sehingga terbentuklah dua bawah danau yang besar dan indah.
Menurut cerita yang diterima itu pulalah terbentuk dua nama daerah. Pertama adalah Lembah Gumanti, yang berasal dari kata “lembah nago nan mati” yaitu sekarang menjadi nama Kecamatan dari tempat kedua danau ini. Kemudian ada juga yang mengartikan “Lembah Nago nan Sakti”. Yang kedua adalah sebuah daerah yang bernama “Aia Sirah” (Air Merah). Di daerah ini terkenal dengan airnya yang merah. Konon ceritanya penyebab dari air di daerah itu merah adalah darah yang terus keluar dari kepala naga, karena sampai sekarang Naga tersebut masih hidup dan masih mengeluarkan darah, ceritanya. Selanjutnya daerah itu diberi nama Aia Sirah (Air Merah). Ditambah lagi ceritanya antara Angku Niniak Gadang Bahan dan Naga pernah terjadi dialog, sebuah perjanjian. Kata naga satu kali setahun harus ada yang menjadi tumbal, tapi saya tidak akan mengambil dari anak cucumu. Dan ini menjadi kebenaran oleh penduduk setempat, bila dalam satu waktu tertentu bila ada yang tenggelam di Danau ini, mereka kembali mengangkat legenda ini. Dan memang yang merasa anak cucu keturunan Angku Gadang Bahan merasa yakin bila mengarungi danau ini.
Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.
Legendanya agak ngeri ngeri gimana gitu ya.
Ikut sedih dan miris kalau warga sekitar malah belum peduli dengan membuang sampah sembarangan di sekitar danau. Kan jadi merusak pemandangan.
Semoga lekas teratasi masalah sampah di beberapa kawasan wisata Indonesia ya. Biar nggak malu-maluin amat.
Keren sebetulnya, sayang klo gak terawat. Harusnya bisa dimaksimalkan untuk pendapatan daerah.