Pertanyaan di Ruang Itu

Bisa saja aku mengenang Orde Baru, yang telah tumbang itu
saat semua rakyat dipaksa menutup mulut
dan pura-pura bahagia. Di ruang itu sebaliknya,
aku diminta membuka mulut selebar-lebarnya, dan
menjawab pertanyaan setelah divonis radang tenggorokan.

Sesungguhnya aku cukup tersentuh, pertanyaan demi pertanyaan
membuat kami seolah karib dan penuh perhatian:
Apa yang aku makan kemarin, apa aku cukup makan sayuran, apa
terlalu berlebih makan gorengan, apa aku keranjingan
minum minuman dingin

Kubayangkan seandainya Presiden yang bertanya demikian
tidak akan ada warga negara yang kelaparan
Semua orang terisi perutnya, dan bebas dari ancaman kekerdilan
Tidak akan ada yang kena diabetes pada usia muda
Sebab gula atau pemanis pada minuman kemasan
jauh lebih jahat dari teroris yang memberondongkan peluru
Beberapa nyawa mungkin tiada
Ketimbang penyakit gula yang membunuh manusia pelan-pelan

Ia memintaku jujur, lalu kukatakan
aku sudah cukup disiplin melakukan hidup sehat
kujaga pola makan, tidur dan bangun cepat
juga olahraga meski baru plank atau lari di tempat

Namun, ia menyebutku tukang bohong
Sebab radang tenggorokan pasti ada sebabnya
Aku disuruh mengaku pada hal-hal yang tak kulakukan

Lalu apa bedanya masa ini dengan Orde Baru
ketika kebenaran sedemikian baku dan dipaksakan
kalau dulu, segalanya dibungkam
kini, semua diminta berbicara dengan teks yang sudah disiapkan
Semua media besar mengamini
Sehingga tak ada ruang bagi perlawanan

 

 

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *