Perbedaan Cicilan Pinjaman dari Bank Syariah dan Konvensional

Dalam beberapa waktu terakhir saya ingin mencari pinjaman untuk membeli rumah. Sebagai umat beragama yang kadang-kadang baik, saya paling takut riba. Karena itulah, saya pengennya membeli rumah secara tunai. Namun, apa daya kemampuan ekonomi tidak memungkinkan sehingga harus kredit. Dan kredit yang diutamakan adalah kredit syariah. Pertama, pengennya non-bank, namun perumahan syariah non-bank kudu menyatu dengan pengembangnya. Jadinya beralih ke perbankan syariah. Namun, betapa tercengangnya saya melihat pola cicilan yang tergolong tinggi di bank-bank syariah dibanding bank konvensional.

Bank-bank syariah menerapkan cicilan flat. Artinya, cicilannya tetap sampai jangka waktu yang disepakati. Nah kalau dikonversikan menjadi rate, maka cicilan bank syariah ini terlihat lebih tinggi dari bank konvensional. Kenapa bisa begitu? Karena bank syariah sejatinya sudah membuang resiko pasar uang dari nasabah. Risiko ini memang sesuatu yang tidak dikehendaki siapapun. Tapi di tengah ketidakpastian global, kelesuan ekonomi, bunga di pasar sangat mungkin fluktuatif. Bank konvensional memakai floating rate, atau bunga mengambang itu. Misal, kita meminjam selama 10 tahun. Maka 2 tahun pertama, bunganya tetap dan sangat lebih rendah dibanding bank syariah. Rata-rata di bawah 10% bahkan. Namun, setelah itu yang berlaku adalah bunga mengambang atau floating rate. Di sini risiko kegagalan pasar melekat juga ke nasabah.

Keuntungan suku bunga tetap:
– Kepastian besarnya bunga yang dibayar
– Tidak ada perubahan suku bunga walaupun suku bunga pasar mengalami kenaikan

Suku bunga mengambang:
– Pada saat terjadi penurunan suku bunga pasar maka tingkat suku bunga kredit ikut turun

Keuntungan suku bunga tetap bagi Debitur adalah adanya kepastian besarnya suku bunga yang harus dibayar setiap periodenya. Selain itu, apabila suku bunga pasar mengalami kenaikan maka debitur diuntungkan karena adanya selisih suku bunga tersebut. Sementara itu keuntungan suku bunga floating bagi Debitur dapat terjadi apabila suku bunga pasar mengalami penurunan
sehingga besarnya bunga yang harus dibayar Debitur pada periode tersebut pun menjadi lebih rendah daripada periode sebelumnya.

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *