Pagaralam, The Green City, dan Segala Pesonanya

Aku menulis catatan perjalanan ke Pagaralam ini dengan perasaan bahagia. Pasalnya, 34 tahun aku hidup sebagai orang Sumatra Selatan, baru kali ini aku jalan-jalan ke Pagaralam. Maklum, waktu tempuh dari Banyuasin ke Pagaralam bisa menyentuh 8 jam. Cukup jauh.

Perjalanan ke Pagaralam ini adalah inisiatif dari teman-teman kuliahku. Di sela-sela perkuliahan S2 Magister Administrasi Publik Universitas Sriwijaya, kami yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, jalan-jalan ke Pagaralam.

Tentu saja mereka penasaran (melebihi penasaranku) terhadap Pagaralam, The Green City, dan segala pesonanya. Terlebih teman-teman yang berasal dari Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur, mereka sangat ingin menyaksikan daerah pegunungan dengan perkebunan teh. Dan itu ada di Pagaralam.

Ada banyak kegiatan yang kami lakukan. Salah satunya ke Cughup Embun. Selain itu tentu saja kami menjelajahi perkebunan teh sampai ke paling atas, dan asik mengambil gambar sepuas-puasnya. Tak luput kami bermain di aliran sungai Endikat yang menyegarkan.

Pagar Alam, kota yang memiliki luas sekitar 633,66 km² dengan jumlah penduduk 126.181 jiwa yang dikelilingi perbukitan dekat dan pegunungan saat ini untuk mencukupi  kebutuhan energi bergantung pada energi baru terbarukan. 

Kebutuhan listrik kota tersebut 100 persen didapatkan dari energi hijau (green energy) dari Pembangkit Listrik Mini Hidro Sungai Indikat. Dengan memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang besar energi hijau dan energi terbaru yang banyak, Dinas Energi dan Sumber daya Mineral Provinsi Sumatera Selatan (Dinas ESDM Provinsi Sumsel) mengklaim Kota Pagar Alam adalah satu satunya kota di dunia yang secara keseluruhan menggunakan energi hijau untuk kebutuhan listrik. Potensi energi hijau yang besar itu, saat ini akan dikelola lebih baik oleh Pemerintah Kota Pagar Alam sebagai upaya besar untuk dapat memberikan energi listrik bagi kebutuhan masyarakat khususnya Sumatera Selatan. 

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) adalah teknologi untuk memanfaatkan debit air yang ada di sekitar kita untuk diubah menjadi energi listrik. Caranya dengan memanfaatkan debit air untuk menggerakkan turbin yang akan menghasilkan energi mekanik. Selanjutnya, energi mekanik ini menggerakkan generator dan menghasilkan listrik.

Instalasi PLTMH tidak sulit. Hanya ada beberapa syarat fisik yang diperlukan until membangun PLTMH, yaitu PLTMH harus dibangun di daerah yang memiliki ketersediaan aliran air yang konstan dalam ukuran debit tertentu. Ukuran debit air akan menentukan besarnya energi yang mampu dihasilkan. Lalu, rangkaian PLTMH membutuhkan turbin untuk memutar kumparan dinamo listrik, dinamo untuk mengubah energi yang dihasilkan oleh putaran turbin menjadi listri dan jaringan listrik untuk menyalurkan listrik dari instalais PLTMH ke pengguna.PLTMH tidak menggunakan bahan bakar minyak sama sekali, sehingga tidak ada gas buang yang dihasilkan dari penggunaan teknologi ini. Oleh karena itu penerapan Mikrohidro merupakan upaya positif untuk mengurangi laju perubahan iklim global. Selain itu, PLTMH dapat digunakan selama 24 jam tanpa henti.

Semoga Dinas ESDM Provinsi Sumsel juga menerapkan Green Energy ke daerah lain di Sumsel yang memiliki potensi serupa agar Sumsel Maju untuk Semua!

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *