Menulis, Pada Dasarnya….

Kepada setiap yang bertanya tentang menulis, aku justru memberikan pertanyaan, apakah menulis bagimu?

Kadang orang keliru mempersepsikan arti menulis sehingga menulis dianggap upaya yang remeh. Kekeliruan berikutnya, menulis hanya dianggap bersenang-senang, berindah-indah, dan pekerjaan manusia-manusia klise. Padahal, menulis adalah sesuatu yang serius yang melibatkan banyak hal di dunia ini.

Hal pertama, menulis adalah teks. Artinya, seorang penulis kudu mempelajari aturan teks. Setidaknya (meski tak menguasai secara penuh), seorang penulis harus tahu caranya menulis kalimat dan tahu diksi (pilihan kata). Menulis kalimat pun sebenarnya butuh pemahaman yang baik tentang sintaksis, S P O K. Soal diksi pun juga harus tahu jenis-jenis kata: mana kata benda, kata sifat, kata keterangan, kata kerja, hingga ke ketepatan arti kata tersebut. Kemudian, penulis juga harus sedikit banyak mengerti soal ejaan. Komitmen inilah yang harus dijaga.

Hal kedua, menulis adalah pemberian. Orang yang memberi harus memiliki sesuatu. Itulah pengetahuan. Penulis kudu berpengetahuan. Kalau tidak, apa yang akan kamu tulis? Tulisanmu tidak akan ada isinya. Kosong. Paling banter muter-muter alias berindah-indah. Tulisan yang kosong tentu tidak berharga. Karena itu, seorang penulis harus mewajibkan dirinya haus pengetahuan, banyak membaca, baik buku maupun alam dan manusia di sekitarnya.

Ketiga, menulis adalah soal perasaan. Tidak cukup hanya pengetahuan, seorang penulis harus memiliki pemahaman. Pemahaman dimulai dari memahami diri sendiri baru memahami orang lain. Di sini pengetahuan berubah menjadi rasa. Penulis yang punya rasa akan menjadi sensitif dan mampu menangkap banyak hal. Efek ke tulisan, tulisannya akan menjadi lebih dalam dan dapat dimaknai oleh pembaca karena menyentuh pembaca. Bahasa lain dari perasaan ini adalah katarsis, pelepasan, menyucikan diri. Dengan melibatkan rasa, penulis akan merasakan pengalaman keterlibatan sesuatu yang menggelegak dari dalam dirinya… dan hal itu kemudian akan ditangkap oleh pembacanya.

Keempat, menulis adalah seni. Untuk dapat menjembatani hal ketiga, penulis harus berseni. Seni adalah keindahan. Seni adalah kreativitas. Keindahan tentu berbeda-beda dengan keindahan. Seseorang yang memiliki seni di dalam dirinya tahu bagaimana caranya mengekspresikan dirinya secara utuh. Ia akan menulis laiknya ia berbicara. Dirinya ada di dalam tulisannya. Seni juga bisa berarti jalan. Dengan seni, penulis memiliki jalan yang otentik di dalam karya-karyanya yang sulit ditiru oleh orang lain.

Keempat hal itu setidaknya harus dimiliki oleh kita semua yang ingin menulis. Apakah kamu sepakat?

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *