Antologi Tanah Bari

Liksitera Sumsel dan Puisi untuk Tanah Bari

Liksitera Sumsel beberapa waktu lalu mengadakan lomba menulis puisi. Satu peserta hanya boleh mengirimkan maksimal 2 puisi. Sebagai orang Banyuasin, Sumsel nianlah, aku terpanggil ikut berpartisipasi dalam lomba tersebut. Alhamdulillah, puisiku mendapat Juara I.

Pengumuman Pemenang Lomba Puisi Liksitera Sumsel

Puisi yang mendapat juara I berjudul Memasang Bubu:

Memasang Bubu

Memasang bubu di Seberang Ulu, aku
tak kunjung mendapatkan ibu.
Aku tebar jaring
di sepanjang Sungai Komering,
ibu selalu lolos lewat celah sempit
seolah pikiran yang tak pernah paham
ibu telah berada dalam makam.

Inikah yang kau sebutkan di
makan siang dengan pindang patin terlezat itu, Bu?

Rasa asam yang selalu
mewakili kebenaran. Dan asin laut yang selalu
menggurkan kekalutan, menjernihkan
kekeliruan.

Aku di atas perahu, mendayung kehidupanku
sendiri. Kesepian yang sama di
tepi-tepi sungai, ibu-ibu yang mencuci
baju dengan getir yang tergurat jelas di wajah. Remaja
yang menggosok gigi dan laki-laki
yang tengah menunaikan hajat seperti menunggu
kapan kematian yang jelas ditakdirkan
akan merenggut semua kesepian itu?

Tetapi aku yang terlalu riang
seolah anak-anak yang
berjumpalitan, melompat ke keruh sungai
tanpa pernah peduli
bahwa sekitaran limbah
terdapat banyak bakteri e-coli.
Bahwa segala umur
bisa terhisap oleh lamur
mata yang tak pernah memberi kepuasan

Memasang bubu di Seberang Ulu, aku
sebenarnya menanti ibu kembali
mengajarkan hal yang kusia-siakan
selama hidup
tanpa kepulangan.

 


Sebenarnya, aku mengirim satu puisi lagi, dengan judul DUA ORANG BERSAHABAT

Dua Orang Bersahabat

dua orang palembang mengaku bersahabat
seorang tinggal di kenten laut, seorang lagi di meranjat
mereka mengaku tak perlu berada dekat

bila rindu, pohon tertinggi di kampung akan dipanjat
dan mereka akan berteriak kuat-kuat
bicara soal pindang yang sudah terhidang
dengan aroma yang bikin liur tuhan ikut menetes

di zaman itu memang belum ada telepon genggam
di zaman itu segalanya juga penuh budi dan dendam

dua orang palembang itu bersepakat
sejak masa lalu dan sampai masa depan, musi tetap cokelat

kadang-kadang mereka saling mengirim surat
segalanya mengambang di sana, juga mayat malaikat
siapa yang memanahnya, menyangkanya seekor burung jahat

dengan begitu kiamat akan datang, kiamat akan datang
bumi akan kembali, bumi akan kembali, ke zaman es!


Bukan soal menang dan kalah, tapi karena hati ini milik Sumsel, jadi aku merasa terpanggil untuk ikut lomba puisi ini. Meski memang, ada tak rela, jika lomba puisi Sumsel, yang menang nanti bukan orang Sumsel. Syukurlah, dari 256 peserta, yang kemudian dipilih 108 penyair yang masuk ke Antologi Puisi, Tanah Bari: Sajak-sajak Cindo Sumatra Selatan, aku berhasil menjadi pemenang pertama.

 

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *