Kira-kira sudah tiga bulan sejak buku kumpulan puisi “Sejumlah Pertanyaan tentang Cinta” terbit di Elex Media. Tanggal terbitnya 12 Agustus 2019 lalu. Terbitnya buku itu menjadi hadiah berharga buatku mengingat sudah lama aku tidak menerbitkan buku puisi. Empat tahun jaraknya.
Kepada siapa pun yang masih menulis puisi saat ini, aku ingin kalian percaya pada satu titik karya kalian akan diapresiasi selama kalian terus berkomitmen untuk bersungguh-sungguh dalam menulis puisi. Saya pun ingin mengapresiasi dengan memberikan buku kumpulan puisi “Sejumlah Pertanyaan tentang Cinta” untuk dua orang yang beruntung.
Apa saja syaratnya?
- Tulislah puisi cinta di kolom komentar. Bebas mau seperti apa dan bebas berapa puisi. Jangan khawatir komentarmu tidak tayang, karena memang blog ini menerapkan moderasi untuk menghindari spam. Kamu pun bisa meninggalkan puisi lewat kolom komentar Facebook yang ada di blog ini.
- Puisi paling lambat dikirimkan pada akhir bulan November, tanggal 30 November 2019, pukul 24:00.
- Aku minta info soal kuis ini kalian bagikan di media sosial kalian, baik itu Twitter maupun Facebook, bebas, boleh salah satu, boleh semuanya, dan tidak perlu kasih bukti kalau sudah dibagikan.
Hanya itu syaratnya. Mudah bukan?
Btw, bagi yang mau mengunduh kumpulan puisiku “Sebuah Medley” silakan klik di sini ya.
Kepada kamu yang namanya selalu ku elu-elukan dalam angan,
Apa kabar, sudah terlalu sering menghiasi awal percakapan.
Sehingga mungkin, bagi kebanyakan manusia, kalimat itu sudah basi
Dan hanya sebuah tanda basa-basi.
Namun, apa kabar yang ku maksud berbeda.
Apa kabar yang ku maksud; lebih luas.
Aku bukan hanya ingin mendapat jawaban singkat,
Seperti baik misalnya.
Aku ingin lebih dari itu.
Aku ingin,
Kau ceritakan segala keluh dan kesahmu,
Segala amarahmu yang selama ini sempat membuatmu hancur walaupun hanya sepersekian detik, mungkin.
Segala yang tidak akan diketahui orang lain, selain aku.
Bersediakah kau?
Lalu, kamu yang membaca ini hanya diam.
Tidak tahu harus merespon apa, katamu aku bercanda.
Katamu semua ini tidak mungkin.
Kemudian, kamu pergi dan menganggap semua hanya ilusi.
Aku bertanya pada diri,
Bukankah ini sebuah hak asasi untuk jatuh hati kepada siapa saja.
Pada akhir cerita, yang tak pernah kamu ketahui ujungnya.
Aku telah jatuh tanpa cinta.
Kepada kamu yang namanya selalu ku elu-elukan dalam angan,
Apa kabar, sudah terlalu sering menghiasi awal percakapan.
Sehingga mungkin, bagi kebanyakan manusia, kalimat itu sudah basi
Dan hanya sebuah tanda basa-basi.
Namun, apa kabar yang ku maksud berbeda.
Apa kabar yang ku maksud; lebih luas.
Aku bukan hanya ingin mendapat jawaban singkat,
Seperti baik misalnya.
Aku ingin lebih dari itu.
Aku ingin,
Kau ceritakan segala keluh dan kesahmu,
Segala amarahmu yang selama ini sempat membuatmu hancur walaupun hanya sepersekian detik, mungkin.
Segala yang tidak akan diketahui orang lain, selain aku.
Bersediakah kau?
Lalu, kamu yang membaca ini hanya diam.
Tidak tahu harus merespon apa, katamu aku bercanda.
Katamu semua ini tidak mungkin.
Kemudian, kamu pergi dan menganggap semua hanya ilusi.
Aku bertanya pada diri,
Bukankah ini sebuah hak asasi untuk jatuh hati kepada siapa saja.
Pada akhir cerita, yang tak pernah kamu ketahui ujungnya.
Aku telah jatuh tanpa cinta.
Puisi cinta ini baru saja kutuliskan sore ini,
Sore ini ketika sepulang dari kampus lalu cepat-cepat membuka laman ini karena penasaran,
Tiba-tiba terlintas dalam pikirku,
Kapan ya aku akan merasakan cinta itu lagi?
Saat ini aku sedang mengagumi seseorang, awalnya karena parasnya yang rupawan,
Hingga saat ini sih masih sebatas itu, belum ada kemajuan
Sampai aku mencari sosial medianya, ternyata dia menyukai fotografi.
Hanya sebatas itu.
Aku belum tahu apa-apa lagi tentang dia.
Dan dia senantiasa tidak tahu apapun tentang aku,
bahkan nama saja mungkin tak tahu,
aku benci, aku benci diriku sendiri,
karena selalu begini, menyukai seseorang diam-diam hingga Ia pergi jauh,
Mungkin ini yang ketiga kalinya, ya mungkin.
Apa selalu begini nasib perempuan? Perempuan yang tidak terlalu menarik parasnya.
Namun, kadang, aku terlalu nyaman dengan keadaan seperti ini.
Layaknya air yang selalu mengalir ari hulu ke hilir,
sudah terbiasa.
Terbiasa untuk tidak dianggap ada, terbiasa untuk merasakan sendirian, terbiasa untuk tidak dibalas.
Bagiku, teori cinta yang tulus itu ketika kita tidak mengharapkan rasa kembali dari seseorang yang kita suka. Kalau menurutmu bagaimana? Mas yang hari ini pakai baju kotak-kotak.
Menjadikanmu aktor utama dalam setiap bait puisi
Adalah kebiasaan yang sedangku alami
Berlama-lama bermain dengan kata, rima dan nada yang mengajakku menari-nari dengan bayang semu
Melukiskan indah senyum pada bibir mungilmu
Senyuman yang kerap kali menjadi kobar semangat bagiku
Binar bening tatap matamu, menjadikanku untuk selalu menetap dan berpaling pada yang lain
Teduh wajahmu adalah sebagian bahagia yang kupunya
Luka dalam setiap baitku
Adalah luka yang tak mampu ku bagi denganmu
Luka sebab rindu untuk bersua, yang terpisahkan oleh waktunya kita
Luka untuk saling bertatap muka, yang terpisahkan jarak antar kita
Setiap bait bait tertulis
Aku berusaha untuk tidak menghakimimu
Sebab aku tahu, setiap kata terucap adalah doa
Yang akan menjadi nyata pada masanya
Bumi Ramik Ragom, 05 Nov 2019
Aku dan Dia
Sepertinya Tuhan mempertemukan aku dan dia dari dunia yang berbeda
Dunia itu disebut maya
Mereka bilang, pertemuanku dan dia tak nyata
Aku dan dia melawan, berlari, membungkam semua rasa tak percaya
Aku dan dia melewati batas, batas pikir semua manusia
Aku dan dia bisa bersama
Seperti jalinan kasih semua manusia
Aku dan dia penuh cinta, benci, dan rindu
Aku dan dia selalu penuh cinta, penuh tawa
Tapi, aku dan dia kini berbeda
Tak lagi bersama
Kupikir benar kata mereka, aku dan dia tidak nyata
Aku dan dia terkubur penuh duka
D Pras
—Katanya, Tuhan itu satu—
Ku kira yang terpenting adalah saling
Tapi aku salah
Buktinya meskipun bersaling, kita pun merana, karena kita juga berantara
Semoga saja kita tidak lupa setelah sekian lama berpura-pura sama
Kultus Cahaya
Aku didekap Cahaya, hangatnya menembus jantungku yang buta; yang batu
Dan waktu seakan berhenti, berdilatasi,
sesuatu menjadi sublim
Kenangan menguak, haru menyeruak doa-doa menguar, melangit
Cahaya merasuk ke rusuk,
merusak kewarasanku
Dadaku ketar ketir, berdesir, sedang bibirnya
Bergetar, mendendangkan kidung-kidung azali
Yang beribu kali kuamini
Cahaya menembus mataku
Mengorek, mencongkel rahasia yang kukubur di sana:
Sialan! Sialan!
Aku kalah dimuka waktu
Aku kalah kepada Cahaya yang melacuri ruas-ruas dadaku
Kulihat sabak matanya mengkristal, setiap kedipnya menghujan, menghujam
Seakan menyadarkanku satu hal:
Dekap Cahaya adalah kekuatan adiluhung
Melampaui lintas imaji paling liar di muka bumi
(Bandung, 2019)
ANTARA AKU DAN ALLAH
Allah mencintaiku
Aku memujamu dalam ibadahku
Jika ada wujud kesetiaan, lihatlah padaNya
Jika ada wajah pengkhianatan, cukup lihat aku
Pamekasan, 09 November 2019
Sayup sayup cinta kerinduan
Ayyul qaisy alhabibah
Ku sapa mentari pagi
Menatap hangatnya cahaya kuning di pagi hari
Tak terasa dua bulan bersama
Ku tengok kau pun tak ada di sampingku…
Ya kau jauh dari ku,
Aku di sini kau pun di sana
Ibarat lagu
Menatap langit yang sama
Namun jika engkau tahu
Ada gemuruh kerinduan beterbangan di atas langit
Harap dan doa
Tak dapat ku menangis
Hanya sabar yang ku harapkan
Ada kalanya cinta bersama
Dalam peraduan rindu menggema
Dalam syahdunya cinta menatap
Ku rebahkan diri sejenak
Memejamkan mata
Memunculkan hadirmu dalam hangatnya pandanganmu…..
Bila aku adalah udara,
ingin kubasuh kecewamu.
Kan kubiarkan kamu,
menghirup rakus rinduku,
Hingga terpuaskan dahaga rindumu.
Untukmu bintang timur,
Yang benderang terang menyinari samudra cintaku.
Aku hanyalah sepoi yang gontai,
Memperangkapkan diri dalam pusara memori.
Yang bertahan tak ingin lekang dalam putaran waktu.
– ivan a : 15/11/2019 –
Pada Gerimis*
Ia suka pada gerimis
Pada titik-titik air yang menggelincir dari daun dekat jendela. Pada tik-tok pelan jam sekarat yang teratur membangunkannya.
Ia cinta pada gerimis
Pada tumpah air yang turun di selokan. Pada hawa dingin waktu sunyi berdesik pelan.
Ia rindu pada gerimis
Pada bulir-bulir basah di sayap kupu-kupu. Pada bau tanah yang suka menggoda daun tua itu.
06 Agust
KARNA RINDU MEMBUATNYA BERBEDA
Ini adalah tempat yang sama
Tapi rindu membuatnya berbeda
Ini adalah pelukan yang sama
Tapi hangat ini tidak biasa
Karna rindu membuatnya berbeda
Mata itu adalah mata yang sama
Tapi sinar yang dipancarkannya begitu bermakna
Karna rindu membuatnya berbeda
Sosok yang kulihat bukanlah orang asing
Dia adalah orang yang sama
Tapi rindu membuatnya berbeda
Tapi ini bukan lagi rasa yang sama
Karna rindu membuatnya berbeda
Tanjungpinang, 07 Oktober 2019
AMBIGU
.
.
semua tentang kamu telah usang
bersamaan dengan datangnya secarik putih
bergoreskan hitam buram di mataku
aku yang mengaku jatuh
hanya tertahan di semak belukar
hatiku ditumbuhui reremputan tak berbunga
henggelitik kala sentuhan ujung pangkalnya mengenai sebagiannya aku
daun daun yang jatuh membusuk
jadi pupuk tak diinginkan sepanjang rongga hatiku yang merindukan temu, namun pilu.
Reading Corner, UPI
29 Nov 2019