Bicara tentang keuangan negara, kita tidak bisa melepaskan diri dari hubungannya dengan tata negara. Dari segi ketatanegaraan, sistem politik yang ada di dunia ini terbagi dua menjadi monochepalist dan bichepalist. Sistem politik ini kemudian akan mempengaruhi bagaimana sistem dan bentuk lembaga pengelola keuangan negara.
Negara dengan sistem monochepalist contohnya adalah Amerika Serikat. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Sistem ini lebih kita kenal sebagai sistem presidensial.
Sedangkan bichepalist adalah sistem yang memisahkan antara kepala negara dengan kepala pemerintahan. Presiden/raja adalah kepala negara. Sedangkan perdana menteri adalah kepala pemerintahannya. Sistem ini lazim digunakan di Eropa. Kita lebih mengenalnya dengan sistem parlementer.
Pengaruh Sistem Politik dalam Pengelolaan Keuangan Negara
Kewenangan penyusunan anggaran pada sistem monochepalist berbeda dengan pada sistem bichepalist. Pada sistem monochepalist, kewenangan penyusunan anggaran ada di tangan Presiden. Dasar penyusunan anggaran itu adalah platform of presidential campaign. Janji-janji Presiden selama kampanye itu kemudian diterjemahkan dan disusun dalam bentuk anggaran.
Konsekuensinya adalah, Presiden membutuhkan sebuah lembaga yang bertugas menyusun anggaran tersebut, Di Amerika, kita mengenal lembaga tersebut dengan nama Office of Management and Budget (OMB). Di sisi lain, ada lembaga lain yang tak kalah pentingnya dalam manajemen kas hingga pelaksanaan angagran, yaitu Department of Treasury.
Office of Management and Budget (OMB) menerjemahkan program janji kampanye Presiden tersebut ke dalam aksi jangka menengah dan tahunan. Tugas OMB kemudian adalah mengembangkan asumsi ekonomi, menyiapkan proyeksi fiskal, dan bila dibutuhkan, akan berembug dengan Presiden beserta kabinetnya.
Dalam sistem bichepalist di Eropa, penyusunan anggaran adalah kolaborasi antara kementerian perencanaan dengan kementerian keuangan. Di dalam Sistem Eropa ini, perkembangan baaru di Prancis adalah adanya Kementerian Penganggaran tadi, yang berbeda dengan Kementerian Keuangan yang membawahi DG of Treasury. Secara definisi, anggaran adalah rencana kerja Pemerintah yang dinyatakan dalam bentuk uang. Dalam menyusun anggaran, Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara adalah wakil Pemerintah budget discussion di legislatif.
Tata Kelola Keuangan Negara di Indonesia
Lalu bagaimana tata kelola keuangan negara di Indonesia? Itu pertanyaannya.
Indonesia adalah negara yang unik. Di satu sisi, kita menganut sistem politik monochepalist. Presiden adalah Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan. Namun, kita juga mengenal lembaga MPR dan DPR yang memiliki peran dalam pembangunan nasional. Meskipun sistem politik kita presidensial, Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan, memiliki peran dan kewenangan yang berbeda dengan sistem di Amerika.
Pengelolaan keuangan negara itu harus dipandang dari dua aspek: aspek politik dan aspek administratif. Aspek politiknya mengatur hubungan antara eksekutif dan legislatif dalam penyusunan UU APBN. Aspek administratifnya, mengatur hubungan hukum antar instansi dalam eksekutif dalam pelaksanaan UU APBN.
Semesta keuangan negara dalam lembaga legistatif itu terdiri dari komisi-komisi yang ada di DPR lalu bermuara ke Badan Anggaran (Banggar). Sedangkan semesta eksekutifnya adalah Kementerian Keuangan sebagai Pengelola Fiskal, Kementerian/Lembaga, dan Bappenas yang seolah-olah memiliki peran sebagaimana OMB di Amerika.
Jadi, di sini kita dapat melihat peran unik dari Kementerian Keuangan di Indonesia. Pertama, perannya sebagai Bendahara Umum Negara. Kedua, perannya sebagai Pengelola Fiskal (fiscal authority).
Menteri Keuangan sebagai Pengelola Fiskal memegang fungsi penganggaran, di mana dalam fungsi tersebut termaktub variabel lain seperti makro ekonomi, mikro ekonomi, dan fungsi penerimaan. Dari sini kita kemudian melihat, adanya Direktorat Jenderal Anggaran di bawah Menteri Keuangan adalah berkaitan dengan fungsi Menteri Keuangan sebagai Pengelola Fiskal. Pun, akan sangat janggal, bila hari-hari ini orang bicara ingin melepaskan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan, karena fungsi penerimaan itu adalah juga bagian dari otoritas fiskal. Ketika dipisahkan, akan terjadi kekacauan dalam fungsi-fungsi tersebut.
Dalam aspek administratifnya, Kementerian Keuangan berperan dalam baik itu pelaksanaan maupun pertanggungjawaban anggaran. Kedua hal itu menjadi kepentingan seorang treasurer.
Peran Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara menjadi krusial karena dialah sang penjaga terakhir dari pengeluaran negara. Maka, fungsi check and balance itu adalah kewajiban dari BUN agar tidak ada sepeser pun uang negara yang keluar dari kas negara dengan tidak benar. Karena itulah, Menteri Keuangan sebagai BUN adalah seorang treasurer.
Dari sini bisa disimpulkan beberapa hal. Menteri Keuangan punya peran penting sebagai pengelola fiskal dan Bendahara Umum Negara (BUN)–di luar dirinya sebagai Pengguna Anggaran dan Pengguna Anggaran Khusus. Dan perlu pula timbul pertanyaan, lahirnya PP No. 17 tahun 2017 yang mengambil kembali kewenangan Kementerian Keuangan itu bagaimana dalam konteks tadinya, kewenangan itu diambil oleh Kementerian Keuangan dari Bappenas guna menyesuaikan tata kelola keuangan negara.
Di sisi lain, perlu kita pikirkan kembali, perubahan yang terjadi sekarang dan di masa depan mulai dari alasannya (kenapa kita berubah) serta pilihan apa yang akan kita ambil, antara reenginering dan refocusing. Jangan sampai perubahan-perubahan yang terjadi hanya berupa otomasi, namun proses bisnisnya tidak dipikirkan betul-betul soal check and balance dan keterkaitannya dengan peran-peran kita sebagai treasury.
Catatan:
Tulisan ini disarikan dari presentasi Ahli Keuangan Negara, Drs. Siswo Sujanto, DEA dalam Seminar Hukum Keuangan Negara di Kampus Politeknik Keuangan Negara STAN, Kamis, 20 Februari 2020.
2 Comments