Kebijakan Fiskal di Indonesia

Tujuan kebijakan fiskal adalah pendapatan nasional riil terus meningkat pada laju yang dimungkinkan oleh perubahan teknologi dan tersedianya faktor-faktor produksi dengan tetap mempertahankan kestabilan harga-harga umum.

Tujuan paling utama dalam kebijakan fiskal adalah jangan sampai timbul
kegagalan dalam mencapai kesempatan kerja penuh tidak hanya berarti tidak tercapainya tingkat pendapatan nasional dan laju pertumbuhan ekonomi yang optimum. Namun, dapat berakibat kurang menyenangkan bagi individu yang menderita atau yang mengalami pengangguran.

Konsep kesempatan kerja ditawarkan supaya semua pemilik faktor produksi yang ingin memperkerjakan pada tingkat harga upah yang berlaku dapat memperoleh pekerjaan bagi faktor-faktor produksi tersebut. harus diingat, bahwa pengangguran tenaga kerja manusia berpengaruh pada sisi sosial yang sangat luas. Namun, kendalanya pencapaian kesempatan kerja penuh itu sulit untuk dicapai. Mengapa? Pada setiap saat tentu ada faktor-faktor produksi yang kehilangan pekerjaan, dan bersamaan juga belum mendapat pekerjaan berhubung dengan adanya ketidaksempurnaan pasar.

Baca Juga: Ruang Fiskal

Tujuan kebijakan fiskal selanjutnya adalah stabilitas harga. Kestabilan harga perlu dijaga, karena apabila terjadi penurunan yang tajam
dalam harga-harga umum jelas akan mendorong timbulnya pengangguran karena sektor usaha swasta akan kehilangan harapan untuk mendapatkan keuntungan, bahkan keuntungan mereka semakin kecil. Namun, harga-harga umum yang meningkat terus juga akan berakibat buruk. Inflasi memang dapat menciptakan kesempatan kerja penuh dan memberikan keuntungan kepada beberapa kelompok orang, tapi mempersulit kehidupan orang-orang yang berpenghasilan rendah dan terutama mereka yang berpenghasilan tetap.

Jenis-jenis Kebijakan Fiskal

Pembiayaan fungsional

Pengeluaran pemerintah ditentukan dengan melihat akibat-akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional terutama untuk meningkatkan
kesempatan kerja. Di sisi lain, pajak digunakan untuk mengatur pengeluaran swasta (bukan meningkatkan penerimaan pemeritah), terutama saat pengangguran maka pajak tidak diperlukan. Lebih lanjut, pinjaman digunakan untuk menekan laju inflasi lewat pengurangan dana yang ada di masyarakat.

Apabila pajak dan pinjaman dirasa tidak tepat, barulah dilakukan pencetakan uang. Artinya, pengeluaran pemerintah dan pajak dipertimbangkan sebagai suatu hal yang terpisah, namun apabila tidak ada hubungan langsung antara keduanya akan timbul kemungkinan pengeluaran semakin berlebihan.

Pengelolaan anggaran

Penggunaan anggaran belanja seimbang untuk jangka panjang diperlukan,
pada saat depresi ditempuh anggaran belanja defisit sedangkan dalam masa inflasi ditempuh anggaran belanja surplus. Artinya, pendekatan ini
mempertahankan adanya anggaran belanja yang seimbang tanpa defisit anggaran belanja. Apabila masa depresi, maka pengeluaran memerintahakan ditingkatkan berikut penerimaan pajak juga ditingkatkan, tetapi jangan sampai menimbulkan deflasi. Ketika dalam kondisi inflasi, pajak harus dimanfaatkan sebaik-baiknya guna mencegah deflasi.

Stabilisasi anggaran otomatis

Dengan stabilisasi otomatis, pengeluaran pemerintah akan ditentukan
berdasarkan atas manfaat dan biaya relatif dari berbagai macam program
dan pajak akan ditentukan sehingga menimbulkan surplus dalam periode
kesempatan kerja penuh. Apabila terjadi kemunduran usaha, pajak akan
menurun, tetapi jumlah pengeluaran meningkat terutama bantuan sosial.
Akibatnya defisit dalam anggaran belanja pemerintah timbul dan mendorong perkembangan sektor swasta kembali sampai tercapainya kesempatan kerja penuh.

Penganggaran belanja seimbang

Suatu modifikasi dari pembelanjaan atas dasar anggaran yang disesuaikan
dengan kondisi secara seimbang dalam jangka panjang. Namun, ditempuh
dengan dengan defisit pada masa depresi dan surplus pada masa inflasi.

Kebijakan Fiskal di Indonesia

Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi enam fungsi, yaitu:

Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal.

Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal ini meliputi penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN, serta perkembangan dan perubahannya, analisis kebijakan, evaluasi dan perkiraan perkembangan ekonomi makro, pendapatan negara, belanja negara, pembiayaan, analisis kebijakan, evaluasi dan perkiraan perkembangan fiskal dalam rangka kerjasama internasional dan regional, penyusunan rencana pendapatan negara, hibah, belanja negara dan pembiayaan jangka menengah, penyusunan statistik, penelitian dan rekomendasi kebijakan di bidang fiskal, keuangan, dan ekonomi.

Fungsi penganggaran

Fungsi ini meliputi penyiapan, perumusan, dan pelaksanaan kebijakan, serta perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, prosedur dan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang APBN.

Fungsi administrasi perpajakan.

Fungsi administrasi kepabeanan.

Fungsi perbendaharaan.

Fungsi perbendaharaan meliputi perumusan kebijakan, standard, sistem dan prosedur di bidang pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara,
pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah serta akuntansi pemerintah pusat dan daerah, pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara, pengelolaan kas negara dan perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang dalam negeri dan luar negeri, pengelolaan piutang, pengelolaan barang milik/kekayaan negara (BM/KN), penyelenggaraan akuntansi, pelaporan keuangan dan sistem informasi manajemen keuangan pemerintah.

Fungsi pengawasan keuangan.


Implementasi kebijakan fiskal ditempuh dengan dengan strategi perumusan kebijakan fiskal diarahkan untuk tetap memberikan ruang bagi ditempuhnya kebijakan stimulus fiskal secara terukur guna mendorong upaya akselerasi pertumbuhan ekonomi sekaligus perbaikan pemerataan hasil pembangunan nasional dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Sehubungan dengan itu, langkah-langkah yang akan ditempuh adalah:
(1) memberikan insentif fiskal untuk kegiatan ekonomi strategis;
(2) mendorong pembangunan infrastruktur;
(3) meningkatkan kinerja BUMN dalam mendukung pembangunan infrastruktur, pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah (KUMKM); serta
(4) memanfaatkan utang untuk belanja produktif.

Sebagai contoh, untuk kebijakan fiskal tahun 2014 masih bersifat ekspansif dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap mengendalikan defisit dalam batas aman. Kebijakan tersebut diwujudkan melalui:
(1) kebijakan pendapatan negara;
(2) kebijakan belanja negara; dan
(3) kebijakan defisit dan pembiayaan anggaran.

Pengelolaan kebijakan fiskal yang sehat dan berkesinambungan diharapkan dapat menjaga sentimen positif para pelaku pasar dan mendorong peningkatan efisiensi dan efektivitas belanja negara sehingga memberikan dampak multiplier yang positif bagi perekonomian nasional.
Lebih lanjut kebijakan pendapatan negara tahun 2014 diarahkan untuk
mengoptimalkan penerimaan dari bidang perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Di bidang perpajakan, kebijakan dan langkah penting yang ditempuh dalam tahun 2014, antara lain:
(1) penyempurnaan peraturan perpajakan untuk lebih memberi kepastian hukum serta perlakuan yang adil dan wajar;
(2) penyempurnaan kebijakan insentif perpajakan untuk mendukung iklim usaha dan investasi;
(3) penyempurnaan sistem administrasi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak;
(4) perluasan basis pajak dan penyesuaian tarif; serta
(5) penguatan penegakan hukum bagi penyelundup pajak (tax evation).

Sementara itu, kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai antara lain terdiri dari:
(1) ekstensifikasi barang kena cukai; dan
(2) penyesuaian tarif cukai hasil tembakau.

Selanjutnya, pokok-pokok kebijakan PNBP di tahun 2014 antara lain:
(1) peningkatan PNBP migas dan nonmigas;
(2) peningkatan kinerja badan usaha milik negara (BUMN) agar dapat berkontribusi lebih besar dalam dividen BUMN; serta
(3) terus melakukan upaya inventarisasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi PNBP K/L.

Optimalisasi PNBP tersebut juga akan disertai dengan optimalisasi pendapatan badan layanan umum (BLU). Kebijakan belanja negara dalam tahun 2014 diharapkan mampu menstimulasi perekonomian dengan tetap mengendalikan defisit dalam batas aman, mengendalikan keseimbangan primer (primary balance) sekaligus menjaga kesinambungan fiskal.

Prioritas pembangunan yang akan dilaksanakan Pemerintah
diharapkan dapat memantapkan perekonomian nasional bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan RKP 2014, pelaksanaan kebijakan belanja negara tahun 2014 secara substansial dan konsisten tetap diarahkan pada empat pilar yaitu:
(1) mendukung terjaganya pertumbuhan ekonomi pada level yang cukup tinggi (pro growth);
(2) meningkatkan produktivitas dalam kerangka perluasan kesempatan kerja (pro job);
(3) meningkatkan dan memperluas program pengentasan kemiskinan (pro poor);
(4) mendukung pembangunan yang berwawasan lingkungan (pro environment).

Baca Juga; Pelaksanaan Fungsi Treasury

Belanja negara terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah. Arah dan kebijakan belanja Pemerintah Pusat pada RAPBN tahun 2014 difokuskan antara lain pada upaya untuk:
(1) mendukung pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan yang efektif dan efisien;
(2) mendukung pelaksanaan program pembangunan untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan;
(3) mendukung peningkatan pertahanan dan keamanan;
(4) menyusun kebijakan subsidi yang lebih tepat sasaran serta pengembangan energi baru dan terbarukan;
(5) melaksanakan pendidikan yang berkualitas serta meningkatkan kemudahan akses pendidikan dan terjangkau bagi masyarakat;
(6) mendukung pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional; dan
(7) mendukung pelaksanaan Pemilu 2014 yang lancar, demokratis, dan aman untuk menjaga stabilitas nasional.

Sementara itu, arah kebijakan transfer ke daerah tahun 2014 antara lain meliputi:
(1) meningkatkan kapasitas fiskal daerah serta mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah serta antardaerah;
(2) meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; dan
(3) meningkatkan perhatian terhadap pembangunan di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan.

Selanjutnya, untuk mendukung arah dan kebijakan belanja Pemerintah Pusat dalam APBN 2014, Pemerintah terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas belanja (quality of spending). Langkah utama yang ditempuh adalah melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas belanja negara, yang dilakukan melalui perbaikan struktur belanja negara agar menjadi lebih produktif serta efisien dalam mendukung pencapaian target secara optimal. Beberapa kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan efisiensi di antaranya adalah:
(1) efisiensi subsidi BBM melalui pengendalian konsumsi BBM bersubsidi,
peningkatan program konversi BBM, program pembangunan/ pengembangan gas kota, dan pemakaian bahan bakar nabati (BBN);
(2) efisiensi belanja perjalanan dinas, seminar, dan konsinyering; serta
(3) penerapan kebijakan flat policy belanja barang operasional.

Sementara itu, peningkatan efektivitas dilakukan dengan memperbesar alokasi belanja yang produktif dan mengendalikan belanja yang bersifat konsumtif. Dalam rangka peningkatan efektivitas, Pemerintah terus berkomitmen meningkatkan alokasi belanja produktif untuk pembangunan infrastruktur dalam rangka meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi. Melalui peningkatan produktivitas diharapkan dapat menciptakan nilai tambah (value added), meningkatkan kapasitas perekonomian, dan perluasan kesempatan kerja yang pada gilirannya dapat mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Sejalan dengan itu, kebijakan defisit anggaran dalam tahun 2014 ditempuh dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi melalui pemberian stimulus fiskal secara terukur dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Untuk membiayai defisit APBN tahun 2014, Pemerintah memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari utang dan nonutang. Kebijakan pembiayaan dalam APBN 2014 di
antaranya adalah :
(1) mengupayakan rasio utang terhadap PDB berkisar 22—23 persen pada akhir tahun 2014;
(2) memanfaatkan SAL sebagai fiscal buffer untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis khususnya pada pasar SBN;
(3) memanfaatkan pinjaman luar negeri secara selektif dan mempertahankan kebijakan negative net flow;
(4) mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif antara lain melalui penerbitan sukuk yang berbasis proyek; dan
(5) mengalokasikan dana investasi Pemerintah dalam rangka pemberian PMN kepada BUMN/ lembaga untuk percepatan pembangunan infra0struktur, penjaminan KUR, dan peningkatan kapasitas usaha BUMN/lembaga.

Melalui langkah-langkah tersebut, APBN diharapkan dapat dikelola secara efisien dan produktif sehingga tidak hanya memberi kontribusi yang optimal bagi kesinambungan fiskal, tetapi juga berdampak pada peningkatan daya saing perekonomian nasional. Selanjutnya, hal tersebut diharapkan dapat mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

SUMBER: MILA MUMPUNI. PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA.

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *