Jauh sebelum Jokowi meresmikan Layanan Investasi Satu Pintu di Badan Kordinasi Pasar Modal pada Januari lalu, ada sebuah kisah yang menyebabkan Jokowi terinspirasi untuk menerapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, atau lebih dikenal dengan nama one stop service.
Ketika itu Jokowi masih menjabat sebagai Walikota Solo. Beliau diundang pada acara launching KPPN Percontohan Surakarta. Ketika pemaparan mengenai pola pelayanan di KPPN, beliau ternganga saat mengetahui pola one stop service ini sudah dilakukan oleh KPPN sejak SOP Percontohan dimulai sejak tahun 2009. Terinspirasi hal itu, Jokowi pun menerapkan pola tersebut pada birokrasi Kota Solo, dan juga dibawa ke Jakarta.
Adanya keinginan dan semangat untuk menyederhanakan proses penyelesaian pekerjaan, serta perubahan kultur dan pola pikir para pegawai menjadi tujuan KPPN Percontohan. Selama ini stigma yang terbentuk di masyarakat adalah layanan publik yang instansi pemerintah terkesan lamban, tidak transparan, bahkan diwarnai dengan pungutan yang tidak resmi. Hal itulah yang ingin diubah Dengan one stop service, pelayanan menjadi cepat, tepat, transparan, akuntabel dan tidak dipungut biaya. Dipadukan dengan proses bisnis yang sederhana, pemanfaatan teknologi dan SDM yang unggul.
Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya Ditjen Perbendaharaan, jika dapat mengomunikasikan dirinya dengan baik, dapat menciptakan momentum perubahan sekaligus trigger/pemicu bagi para stakeholders (dalam arti luas: masyarakat Indonesia). Tidak hanya sebatas dalam pelayanan citra diri, tapi kemudian mentransfer value yang dimiliki ke masyarakat yang lebih luas.
Public trust yang selama ini menjadi isu utama Pegawai Negeri pun dapat meningkat bila prinsip dan hasil kerja, yang kemudian KPPN pernah mendapat nilai tertinggi dalam penilaian pelayanan dan integritas dari berbagai lembaga seperti KPK diketahui oleh masyarakat.
KPPN Percontohan sebenarnya juga telah menciptakan momentum lain di bidang kepegawaian dengan adanya assessment centre yang menilai jujur kompetensi dan kualitas seorang Pegawai Negeri yang sering dipandang sinis. Boleh diibaratkan, pegawai KPPN yang lulus assessment Percontohan tahap pertama adalah Denjaka-nya aparat negara. Bila 1 orang prajurit Denjaka setara dengan 120 orang TNI biasa, begitu pun 1 pegawai KPPN Percontohan setara dengan 120 PNS biasa. Di sini, kita dapat melihat bahwa untuk mencapai hasil yang diharapkan dari result control, Ditjen Perbendaharaan telah memulainya dengan personel control yang ketat.
Andai Jokowi masih mengingat terus kedua inspirasi yang didapatkan dari KPPN Percontohan, bukan hanya dari sisi pelayanannya, tetapi memulainya dari perekrutan dan penilaian pegawai yang apik, Pemerintah akan menjadi lebih baik.
(2015)