Publik dibuat heboh oleh adanya temuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang adanya kandungan babi pada mie ramen asal Korea Selatan. Keempat produk yang mengandung babi itu adalah Samyang dengan nama produk U-Dong, Nongshim dengan nama produk Shin Ramyun Black, Samyang dengan nama produk Mie Instan Rasa Kimchi, dan Ottogi dengan nama produk Yeul Ramen.
Keempat produk ramen ini pun ditarik dari peredaran. Reaksi netizen pun beragam. Kecerdasan literasi ternyata mempengaruhi reaksi ini. “Buat apa pake sampe ditarik? Emang yang makan ramen itu cuma muslim? Kan bisa ditaruh di rak yang mengandung babi. Nggak usah sampe harus ditarik deh…” Banyak komentar yang seperti itu. Namun, komentar itu tidak literated. BPOM memiliki aturan, obat atau makanan yang mengandung babi harus mencantumkan keterangan tersebut di produknya. Jadi, ini bukan soal halal atau haram, tapi ketakacuhan karena tak mengindahkan aturan tersebut. Sementara, jika soal sertifikasi halal, itu adalah domainnya LPPOM Majelis Ulama Indonesia. 🙂
Reaksi keliru yang kedua adalah menganggap semua produk Samyang itu mengandung babi. Ini juga keliru. Di beberapa daerah, ada aksi-aksi yang tidak perlu seperti mensweeping semua produk Samyang. Padahal yang menjadi temuan BPOM cuma 2 Samyang, yakni U-Dong dan Rasa Kimchi.
Samyang yang paling laris di Indonesia adalah Samyang dengan rasa Hot Chicken Flavor Ramen. Mie yang terkenal dengan rasa pedasnya ini sudah mendapat sertifikasi halal dari Korean Muslim Federation. Meski memang, belum ada sertifikasi halal dari LPPOM MUI. Nah, daftar mie Samyang lain bisa lihat di sini (daftar harga mie samyang halal).
Saya sendiri sebenarnya suka banget makan mie. Namun, setiap menyebut mie, saya jadi teringat ibu saya. Dulu, Bapak kerap membeli sekotak mie instan. Sekotak mie berisi 40 itu adalah jatah untuk sebulan bagi saya yang lima bersaudara. Ibu selalu mewanti-wanti untuk tidak sering-sering makan mie. Mie instan bukan mie sehat katanya. “Nanti ususmu keriting, Nak!”
Apalagi ketika puasa seperti ini. Kadang sudah kangen makan mie. Masak sendiri. Ketahuan lalu diomeli. Jadinya sampai sekarang, saya makan mie paling hanya 2 minggu sekali. 😀 Ada kebiasaan yang kulakukan pula pada saat lebaran. Aku akan memasak mie, karena bosan makan ketupat dan opor ayam terus-terusan.
Bicara soal kebiasaan, dulu menjelang lebaran, kami sekeluarga akan berkumpul. Selain bikin ketupat, kami akan sibuk bikin kue kering. Mulai dari kue berbentuk bunga mawar, nastar, cutik gigi, sampai kue satu. Bukan cuma keluarga kami, tetapi juga para tetangga. Sehingga tak jarang kami akan saling bersilaturrahim, saling pinjam cetakan dan loyang untuk memanggang kue-kue kering itu.
Sekarang, kebiasaan itu sudah berkurang, bahkan menghilang. Pasalnya, ada cara yang lebih praktis ketimbang membikin sendiri kue-kue kering itu. Yaitu membeli. Kalau di Palembang, bolu juga wajib ada seperti bolu 8 jam, maksubah, lapis legit. Kue-kue kering pun udah ditemukan di mana-mana. Pusatnya di Cinde. Tapi kalau tak mau repot terjebak kemacetan di kota yang akan begitu padat menjelang lebarang, kita cukup belanja online. Beli kue kering online pun bisa dilakukan. Bahkan belanja online seringkali lebih murah dan lebih efektif.
Satu-satunya yang masih dibikin sendiri saat ini adalah tekwan dan pempek. Sayang, tahun ini aku tak mudik ke Palembang. Ah.