Usaha Cupang Adik.

Dalam Corak Warna Ikan Hias

“Umi, itu lagi bungkusin apaan?”
“Oh, itu anak-anak lagi bungkusin ikan. Mau dikirim-kirim.”
“Lho, jualan ikan hias apa?”
“Ikan hias, Om. Ada ikan cupang sama ikan gapi (guppy)…”

Mendengar itu, aku langsung mendekati mereka yang sedang mengemas ikan-ikan untuk dikirim ke berbagai daerah di Indonesia. Aku baru tahu kalau selama ini Umi Mirai, tempat biasa istriku berbelanja sayur dan kebutuhan rumah tangga, juga beternak ikan hias. Hanya biasanya aku tidak pernah melihat aktivitas pengemasan dalam jumlah sebanyak ini. Kebetulan saja, karena bulan Ramadhan, aku jadi ikut menemani membeli sayur dan camilan untuk berbuka di sana.

Pandemi di satu sisi menjadi malapetaka, namun di sisi lain membawa berkah bagi sebagian orang. Salah satunya bagi pembudi daya ikan hias. Ikan cupang dan gapi juga menjadi jenis ikan hias yang kian populer saat pandemi Covid-19. Ikan gapi merupakan ikan hias asli dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang masuk ke Indonesia pada awal tahun 1920-an. Mulanya ikan ini digunakan untuk memakan jentik atau larva nyamuk malaria. Kini banyak yang menggemari jenis ikan ini karena seperti ikan cupang, corak warna yang beragam juga menjadi daya tarik tersendiri. Plus pemeliharaannya relatif mudah.

Bisnis ikan hias ini tumbuh di mana-mana. Dalam berbagai sumber, ada banyak anak muda yang terjun mencoba usaha ini. Dalam sebuah tayangan dokumenter oleh Watchdog, pembudi daya ikan cupang yang mulanya karyawan sebuah bank mengatakan permintaan cupang saat pandemi sangat tinggi. Hal ini dikarenakan memelihara ikan berkembang menjadi hobi yang menenangkan. Dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa memelihara ikan ternyata bisa mengurangi stress dan meningkatkan kualitas tidur.

Cerita Ramadhan datang dari adik iparku. Menjelang Ramadhan, ia memutuskan banting setir. Adikku ikut terjun ke dalam usaha ikan hias. Ia memilih berhenti dari pekerjaannya sebagai tenaga tidak tetap di sebuah BUMN untuk mengembangkan usaha kecilnya membudidayakan ikan cupang. Bedanya, breeding yang ia lakukan adalah untuk menghasilkan varietas cupang dengan corak warna yang berkualitas lelang. Jadi bukan cupang biasa, melainkan cupang-cupang yang beraneka warna. Harganya ratusan ribu per ekor.

Pemerintah sendiri, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengakui bahwa bisnis ikan hias tidak hanya menjadi solusi pemulihan ekonomi saat pandemi Covid-19 namun juga menjadi solusi mengatasi bonus demografi Indonesia di masa depan. KKP pun memberikan bekal bimbingan teknis (bimtek) manajemen bagi pelaku usaha ikan hias skala UMKM untuk memperkuat program yang sudah ada, khususnya bagi pelaku usaha yang beroperasi di wilayah Depok dan Bogor.

Tidak terbayangkan bahwa skala bisnis ikan hias bisa menjadi besar. Dulu, waktu kecil, aku membeli ikan di Pasar Burung, Palembang. Di sana sentra ikan hias se-Kota Palembang. Ikan hias adalah sebuah tren, yang kadang ramai kadang sepi. Biasanya ramai ketika bulan puasa. Aku tidak tahu kenapa, rasanya nyaman saja memandangi ikan-ikan itu berenang di akuarium kecil sambil menunggu waktu berbuka puasa.

Kini, seiring berkembangnya zaman, tidak perlu berdagang di pasar, dari rumah-rumah, kita sudah bisa berdagang ikan hias. Seperti tetanggaku dan adikku tadi. Jangan bayangkan tempat pengembangbiakannya besar dan mewah. Di sana hanya ada kolam-kolam kecil yang dialasi terpal. Untuk cupang, memang perlu treatment khusus berupa botol-botol kecil untuk memisahkan induk dan anaknya.

Dari rumah pula, transaksi dilakukan. Toko-toko mereka ada di media sosial dan berbagai market place. Ikan-ikan itu bisa dikirimkan ke berbagai wilayah di Indonesia lewat jasa pengiriman seperti JNE. Di sisi lain, aku baru tahu bahwa ternyata Indonesia masuk sebagai lima besar pengekspor ikan hias sejak tahun 2010. Menurut catatan KKP, nilai ekspor ikan hias Indonesia sebesar US$ 33 juta pada tahun 2019, meningkat signifikan dari tahun 2012 sebesar US$ 21 juta. Pada tahun 2019, nilai itu merupakan 10,50% dari pasar ikan hias dunia.

Nah, frasa “hidup di desa, rezeki orang kota” itu adalah hal yang masuk akal. Pas kutanya berapa omset per bulan, rata-rata sudah di atas 20 juta. Dari rumah saja, setelah lulus SMA, anak-anaknya Umi Mirai bisa menghasilkan angka yang cukup besar.

Di sini juga, kita dapat melihat peran jasa pengiriman seperti JNE menjadi sangat penting. Vital bahkan. Namun, untuk melakukan pengiriman ikan hias ke luar kota, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan. Bila tidak, risiko kematian ikan akan besar. Bukan untung, malah buntung.

Pertama, perhatikan kondisi ikan. Pastikan ikan tidak dalam keadaan sakit. Jangan sampai mengirim ikan yang sakit. Kedua, pengiriman yang legal memerlukan surat karantina. Ketiga, jangan memberikan pakan ke ikan yang ingin dikirim. Tujuannya untuk ikan tidak buang kotoran di kantong plastik selama perjalanan yang akan membuat amoniak tinggi di kantong plastik sehingga menyebabkan ikan mati di jalan. Keempat, perhatikan pengemasannya.Perhatikan jumlah oksigen yang dapat dimasukan ke kantong plastik sehingga ikan bisa tahan lebih lama di perjalanan. Kelima, bila perlu, berikan obat anti stress yang bertujuan untuk mengurangi tingkat stress pada ikan.

Ke depannya, saya sih berharap budidaya ikan hias ini dapat dijadikan komoditas unggulan. Sebuah usaha baru yang tidak mengalami tren ekstrim seperti batu akik dan bebungaan. Ada pasar yang stabil baik untuk dalam negeri maupun diekspor ke luar negeri. Sebab, budidaya ikan hias ini dapat mengutilisasi rumah menjadi tempat berusaha. Tak perlu lahan yang luas, semua bisa mencoba. Dan lewat berbagai corak warna, kita bisa menyaksikan kontribusinya untuk kebangkitan ekonomi Indonesia.

#JNERamadhan2021
#BlogBerkahRamadhanAntarkanKebahagiaan
#BahagiaBersama

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *