Cerita mistis di Curug Seribu pernah begitu viral. Cerita itu diposting di Kaskus. Tentang sekumpulan anak remaja yang datang ke Curug Seribu di Taman Nasional Gunung Halimun Salak menjelang sore hari.
Mereka kurang menjaga laku saat berada di Curug Seribu. Mulai dari pipis sembarangan, ribut saat mandi, sehingga pada saat pulangnya mereka terlalu sore (menjelang Maghrib). Dalam perjalanan pulang itu ada satu orang yang merasa diikuti makhluk lain. Suara-suara menyeramkan mengiringi treking pulang di sisi tebing yang curam itu.
Untungnya, mereka tidak langsung pulang ke rumah masing-masing melainkan ke rumah salah satu temannya. Ternyata keluarga temannya ini memiliki ilmu kebatinan dan melarang mereka pulang malam itu. Selama malam itu, terjadi pertempuran ghaib antara makhlus halus yang marah di Curug Seribu melawan penjaga rumah. Andai mereka ngotot pulang, mereka akan mati di jalan.
Cerita mistis Curug Seribu itu melekat di benakku. Termasuk ketika akhirnya aku mendapatkan kesempatan untuk treking menuju Curug Seribu baru-baru ini. Aku menekankan pada kedua teman yang kuajak, Maman dan Grace, untuk berlaku menghormati alam sebaik mungkin sambil berserah diri kepada Yang Mahakuasa.
Perjalanan ke Curug Seribu ini sebenarnya tidak direncanakan. Tadinya kami mau ke Curug Walet. Namun, apa daya, karena mengandalkan Google Maps, kami kebablasan dan malah tahu-tahu sudah berada di pintu masuk Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Grace bilang asiknya pergi ke curug adalah perjalanan trekingnya. Ia tidak ingin mandi di air yang bening nan segar. Awalnya, kami ingin memilih Curug Ciampea. Namun, entah kenapa kami ragu. Mungkin karena kami melihat situasi yang amat sepi sehingga tidak berani melanjutkan perjalanan ke sana.
Aku pun terpikir Curug Seribu begitu saja. Kapan lagi aku bisa treking bersama teman seangkatanku di situasi yang sepi seperti ini. Apalagi rute treking Curug Seribu adalah rute paling menantang di kawasan taman nasional. Jadi bukan hanya cerita mistis di Curug Seribu saja yang terkenal, melainkan juga rute perjalanannya dianggap sebagai yang tersulit setelah Curug Ciampea dan Curug Cigamea. Sudut elevasinya bahkan melebihi 45 derajat dengan sisi tebing yang begitu curam. Plus ditambah jalanan yang begitu licin.
Bismillah, aku meyakinkan diriku mampu menempuh rute Curug Seribu yang terjal itu.
Namun saat hendak memarkirkan motor, kami terasa kena prank. Pasalnya, kami parkir di bagian depan. Kami sudah membayar tiket masuk di sana. Ternyata ada tempat parkir lain yang pas di pintu masuk Curug Seribu. Di sana kami diminta membayar tiket masuk lagi. Duh.
Tertera bahwa jarak perjalanan dari pintu masuk adalah 750 meter. Harusnya jarak ini tidak jauh. Lima belas menit sampai.
Baca Juga: Cerita Misteri di Curug Kondang
Ternyata, baru setengah perjalanan, lutut terasa lemas. Memang benar, naik turunnya menguji ketahanan lutut kita. Sungguhan.
Di perjalanan pun kita bakal menyaksikan monyet-monyet liar. Kita harus berhati untuk tidak sembrono mengeluarkan barang elektronik. Takutnya nanti direbut oleh monyet-monyet itu.
Curug Sawer di Tengah Perjalanan Menuju Curug Seribu
Kami pun menemukan Curug Sawer di tengah perjalanan menuju Curug Seribu. Sebenarnya, banyak sekali curug yang dinamakan Curug Sawer. Ya, curug ini pun diberi nama itu mungkin karena airnya yang menyawer di bebatuan.
Meski hanya seperti air yang terlihat jatuh mengaliri lekuk bebatuan, keindahannya tetap kita rasakan. Ini juga menjadi tempat yang pas untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke Curug Seribu.
Curug Seribu, Curug Tertinggi di Bogor
Dari Curug Sawer kira-kira 10 menit kita akan bertemu Curug Seribu, curug yang menyandang predikat sebagai curug tertinggi di Jawa Barat. Ya, tingginya lebih dari 100 meter lho!
Dinamakan Curug Seribu karena mungkin banyak air terjun kecil yang juga mengalir di sisi dekat curug utama. Sungainya pun unik karena bebatuannya berwarna cokelat.
Saat sampai di Curug Seribu, hanya ada kami bertiga. Kami pun segera mengambil foto. Namun, karena auranya yang begitu mistis, saya tidak berani untuk banyak gaya dan mencoba rendah hati, menikmati keindahan alam tak terperi dari Curug Seribu ini.
Selepas ambil foto di atas, barulah ada pengunjung lain yang datang. Kami pun turun ke sisi sungai untuk mencari keindahan lainnya. Terdapat tali batas yang melarang pengunjung untuk mendekat ke curug utama. Jauh sekali jaraknya, dan Grace mencoba untuk mengambil foto sedikit melewati tali tersebut. Beberapa kali dia terjatuh. Aku tahu itu pertanda apa.
Aku juga mendengar cerita sebelum tanda batas itu ada, selalu ada pengunjung yang sok berani berenang ke kolam di bawah air terjun utama, dan selalu ada korban yang tenggelam. Butuh waktu lama pula untuk mengevakuasi jenazah dan biasanya korban sudah beku di sana. Memang dingin sekali.
Selain cerita korban tenggelam di Curug Seribu, tidak sedikit pula cerita pengunjung yang kesurupan saat datang ke sini. Aku tidak tahu bagaimana melukiskannya, selain sangat indah dan megah, memang curug ini punya aura yang berbeda. sehingga wajar banyak cerita mistis di Curug Seribu. Nah, agar tidak kesorean dan makin menyeramkan, batasan berkunjung curug hanya sampai pukul 16.00 WIB sore. Tidak dianjurkan untuk para pengunjung berada di sana lebih dari pukul 16.00 WIB. Bahkan warga sekitar pun tidak ada yang berani.
Ya, buat kamu yang bosan dengan keramaian kota, worthed bangetlah berkunjung ke Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Banyak air terjun (curug) yang menjadi pilihan. Hutan pinus yang asri, udara yang sejuk, tempat berkemah yang asik, semangkuk mi rebus hangat, dan secangkir kopi panas adalah penyebuh dari keramaian itu.
Gunung Halimun Salak emang terkenal dengan mistis-mistis gitu. Termasuk jalur yang dilewati di area Cangkuang, Sukabumi. Setiap mendengar orang yang sering ke sana, pasti ada saja cerita mistis yang ia sampaikan.
Lihat foto-fotonya jadi kepengen main-main air di situ. Sueegeeerr kelihatannya. Tapi aura seremnya kerasa baca tulisan Kak Pring. Maaf aku bacanya masih sepotong-potong karena pas buka ini malem. Merinding sendiri…
Kenapa yaaa bisa seangker itu. Tapi biasanya jam batas berkunjung curug emang sekitar jam itu yaa kak Pring? Antara jam 4 atau jam 5 yaa. Penasaran lohh kesana malam2 kek apa. Wkwkwk antara takut tapi penasaran.
Pemandangannya indah menyejukkan sekali, Kak Pring. Jadi pengin main ke sana. Eh, tepatnya pengin dan takut sih. Tapi, emang kebanyakan tempat wisata seperti pantai, Curug dan wisata alam selalu berbau mistis, ya? Sering denger cerita aneh2 dari balik keindahannya.
wkwk ternyata pada saat di depan udah bayar tiket masuk eh di dalam juga harus bayar tiket masuk
Tiap tempat wisata pasti ada sisi mistisnya. tapi pas lihat keindahannya, sisi mistis itu jadi hilang 🙂
Liat postingan ini di tengah covid bikin jiwa pengen jalan2ku merontah2.
wah seru btw jln ke curug nih hrs penuh stamina ya krna kondisi alam nya menantang..jarak 750 m aja udah bikin dengkul.gemeter ya kak duh apalgi aku yak keram kali ya hehe
Jadi ingat saya pun pernah mengunjungi beberapa curug di Jawa Tengah. Jadi pengen cari lagi foto-fotonya dan bikin tulisan, deh. Sayang kan kalau hanya tersimpan dalam kenangan
Wah, ini bakal jadi inspirasi Mas Pringadi untuk dijadikan bahan penulisan cerpen sepertinya. 😀
Betul bgt, kl ke hutan, air terjun dan gunung, harus tau dulu kearifan local, patuhi apa yg tetua katakan. Bgs lagi di dampingi guide local.
Keren perjalanannya, saya suka bgt sama air terjun, moga bs ksana kelak yaa
MasyaAllah cakep bener yaa pemandangannya. memang sepadan dengan kelelahan mas pring nih. semua tempat wisata kayanya ada aja kisah mistisnya yaa
sereeeem, saya kalau ada wisata mistis begini enggk berani. cari aman ajalah wkwkwk. tapi eamng sih ya kalau kita gak sopan kek pipis sembarang, ngomong kotor dll. Buat siapa aja gak nyaman. Makanya itu harus jaga sikap dimana pun tuh. tapi emang curugnya keren banget sih ya.
Dari bacanya terasa sensasi dingin terkena cipratan airnya. kenapa ya kak ditempat-tempat seperti ini rata-rata ada mitos tertentu. Kalau di daerahku, orang yang ngeyel biasanya pendatang, terus yang jadi korban juga pendatang. Tapi, alhamdulillah sudah lama tidak terdengar lagi kalau ada korban yang hanyut.
ALasan logisnya, mungkin untuk melindungi keasrian curug seribu tersebut. Sebab orang jadi ga berani sembarangan.
Eksotis emang curug seribu ini dan sudah umum juga kalau pertemuan dua aliran air selalu menjadi ‘rumah’ yang nyaman buat makhluk lain.
Ngebayangin siang2 gini main air di curug pasti seger banget ya kak, tapi sayangnya jauh dari rumah aq nih
curugny cantik euy kayak madakaripura,, tapi semua curug kayaknya emang ada cerita mistisnya ya mas
Aku sering tugas ke Bogor, tetapi belum pernah sempat menjadwalkan jalan-jalan ke Gunung Salak. Padahal, seru nih ke sana 🙂